bab 7
Mengelola Wakaf Dengan Penuh Amanah
Mengelola Wakaf Dengan Penuh Amanah
Dikelola dengan penuh amanah,
madrasah/sekolah Nidzamiyah thun 462 H telah mempunyai wakaf produk berupa
pasar sekolah, beberapa bidang tanah, beberapa kekayaan properti yang diberikan
oleh penguasa Nidzamul Mulk.
|
Perbedaan
itu bukan merupakan bukan tanpa
arti, akan tetapi memiliki hikmah, karena dengannya kehidupan ini akan tegak
dan teraturlah urusan hidup. Meskipun Islam menegaskan adanya prinsip perbedaan
di dalam masalah rezeki dan perbedaan dalam kekayaan dan kemiskinan, tetapi
jika kita lihat, maka
Islam juga berupaya untuk mendekatkan (mengurangi) sisi perbedaan antar
golongan, sehingga membatasi penyimpangan orang-orang kaya dan mengangkat
martabat orang-orang fakir dalam rangka mewujudkan tawazun
(keseimbangan) dan menghilangkan sebab-sebab pertarungan dan permusuhan antara
anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Demikian
itu karena sesungguhnya Islam membenci berputarnya kekayaan di tangan
orang-orang tertentu yang mereka putar di antara mereka, sementara sebagian
besar orang tidak memilikinya. Islam senang kalau harta itu tidak hanya
berkisar pada orang-orang kaya saja. Oleh karena itu Islam memiliki beberapa
sarana untuk mengatasi hal-hal seperti itu, antara lain dengan shadaqah jariyah yang terus menerus
bermanfaat sampai setelah matinya orang yang memberi shadaqah. Inilah yang
secara istilah disebut wakaf khairi.
A. Mari Mengenal Wakaf !
Banyak
cara yang dilakukan muslim–muslimat untuk menyerahkan hartanya kepada seseorang
atau badan hukum (
lembaga ) dengan motivasi pengabdian kepada Allah SWT, diantaranya dengan
wakaf. Secara bahasa wakaf artinya berhenti atau
menahan. Secara istilah wakaf adalah menyerahkan suatu benda yang kekal zatnya
untuk diambil manfaatnya oleh umum ( masyarakat ).
Wakaf termasuk amaliah shodaqoh yang sangat berat untuk
dilaksanakan sebab biasanya berupa menyerahkan harta yang disenangi seperti
tanah, sawah, pekarangan, atau mobil. Harta yang dikeluarkan dari milik perorangan untuk diambil manfaatnya oleh
salah satu lembaga sosial Islam, karena mencari pahala dari Allah SWT"
Dengan kata
lain wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang yang
memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama–lamanya
guna kepentingan ibadah atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran
Islam.
1.
Dalil-dalil tentang wakaf adalah sebagai berikut :
a. Q.S Ali Imran (3) : 92
a. “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian
harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh,
Allah Maha Mengetahui”. (Q.S
Ali Imran (3) : 92 )
b.
Sabda Nabi SAW :
Artinya : “Dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila
seorang muslim meninggal, maka amalannya terputus kecuali dari tiga perkara; sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.".(H.R.
Abu Dawud ).
Ulama telah sepakat bahwa
yang dimaksud dengan shadaqah jariyah dalam Hadits tersebut adalah wakaf.
c. Amal perbuatan Nabi SAW mendirikan masjid Quba
dan masjid Madinah atau masjid Nabawi.
2.
Hukum Wakaf
Hukum wakaf adalah sunnat.
Wakaf sebagai amaliyah sunnah yang sangat besar
manfaatnya bagi wakif, yaitu sebagai shodaqoh jariyah. Berdasarkan dalil – dalil
wakaf bagi keperluan umat, maka wakaf merupakan perbuatan yang terpuji dan
sangat dianjurkan oleh Islam.
3.
Rukun Wakaf
Untuk syahnya wakaf akan
diperlukan hal – hal sebagai berikut :
a.
Wakif ( orang yang wakaf ).
Syaratnya :
·
Atas kehendak
sendiri, bukan dipaksa.
·
Berhak berbuat
kebaikkan.
b.
Mauquf ( barang yang diwakafkan ).
Syaratnya :
·
Kekal zatnya.
·
Jelas barangnya
dan milik wakif sendiri.
c.
Mauquf alaih atau Nadlir ( sekelompok orang atau badan hukum yang
disertai tugas mengurus dan memelihara barang wakaf ).
Syaratnya :
·
Berhak memiliki
sesuatu.
·
Tidak boros dan
berakal sehat.
·
Tidak dibawah
pengampunan.
d.
Sighat atau ikrar wakaf.
Syaratnya :
·
Tidak memakai
ta’lik ( persyaratan ).
·
Tidak dibatasi
dengan waktu.
B. Harta yang Diwakafkan
Selain
dua syarat diatas, harta yang telah diwakafkan harus terlepas dari milik orang
yang berwakaf, tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Untuk itu perlu adanya penataan administrasi
wakaf secara baik dan benar sehingga memiliki kekuatan hukum.
Menurut Imam Ahmad bin Hambal, menjual harta
wakaf itu boleh jika harta wakaf itu hilang manfaatnya atau kurang manfaat,
untuk dibelikan barang baru yang lebih nampak manfaatnya.
Berdasarkan hadits dan
amal perbuatan para sahabat Nabi SAW, harta wakaf itu berupa benda yang tidak
habis karena dipakai dan tidak rusak karena dimanfaatkan, baik benda bergerak
ataupun benda tak bergerak. Sebagai contoh adalah :
·
Umar bin Khattab R.A mewakafkan sebidang tanah di
Khaibar.
·
Khalid bin Walid R.A mewakafkan pakaian perang dan
kudanya.
Dengan terlaksananya
wakaf, maka kekuasaan wakif atas benda atau harta itu terputus adan beralih
menjadi hak Allah SWT yang pengurusnya dilaksanakan oleh nazhir dan tidak
dibenarkan menjadi milik wakaf lagi. Kewajiban nazhir yang terutama
adalah mengamankan harta wakaf yang dikelolanya kurang/tidak lagi bermanfaat,
misalnya gedung madrasah atau masjid, yang penduduk sekitarnya telah pindah,
sehingga harta wakaf tidak berfungsi lagi.
Apakah harta wakaf itu
boleh dijual dan di ganti serta di pindahkan ketempat lain? Pada dasarnya terhadap
benda wakaf dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang
dimaksudkan dalam ikrar wakaf. Namun pergantian harta wakaf ini bisa terjadi
karena beberapa alasan. Misalnya tuntutan zaman, seperti masjid Nabawi dan
Masjidil Haram, yang sekarang ini sudah jauh berbeda dengan bangunan
sebelumnya, lebih–lebih jika dibandingkan dengan bangunan di zaman Nabi SAW.
Dengan alasan masalah dan
manfaat, maka mengganti bangunan juga boleh. Demikian juga menggantikan tanaman
wakaf dengan tanaman yang lebih produktif juga diperbolehkan, yang hasilnya lebih
bermanfaat dari yang sebelumnya. Hal ini sesuai dengan tujuan wakaf. Adapun
memindahkan harta wakaf diperbolehkan berdasarkan alasan maslahat dan manfaat. Contohnya
jika jalan yang berjembatan wakaf tidak lagi dipergunakan, maka jembatan itu
boleh dipindahkan ke tempat lain yang memerlukannya, sesuai dengan pendapat
imam Muhammad Asy Syarbini.
Mengenai harta wakaf yang
mungkin diambil manfaatnya, juga boleh dengan menjualnya kemudian membeli benda
baru yang lain sebagai pengganti. Imam Syafi’i dan yang lainnya tidak
memperbolehkan mengganti masjid atau tanah wakaf. Namun Umar bin Khattab pernah
memindahkan masjid Kufah ke tempat yang baru dan tempat yang lama dijadikan
pasar kurma.
Oleh karena itu, perubahan
atau pengalihan dari yang dimaksud dalam ikrar wakaf hanya dapat dilakukan
dalam hal–hal tertentu saja, dan terlebih dahulu mendapat persetujuan
pemerintah setempat dengan alasan :
1.
Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf yang
diikrarkan oleh wakif.
2.
Karena kepentingan umum.
C. Pengelolaan Wakaf
1. Dasar wakaf di Indonesia
Perwakafan
di Indonesia diatur dalam:
a.
UU RI No.41
Tahun 2004 tentang wakaf tanggal 27 Oktober 2004.
b.
PP No.28 Tahun
1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
c.
Peraturan
Menteri Dalam Negeri No.6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik.
d.
Peraturan
Menteri Agama No.1 Tahun 1998 tentang Peraturan Pelaksanaan PP No. 28 Tahun
1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
Untuk
selanjutnya di tingkat
masyararakat yang menangani langsung perwakafan diserahkan kepada Departemen
Agama dan Departemen Dalam Negeri.
Di tingkat
paling bawah, urusan wakaf dilayani oleh Kantor Urusan Agama yang dalam hal ini kepala KUA sebagai Pejabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf (PPAIW )
2.
Tata Cara Wakaf
Menurut paraturan–peraturan
di atas, tata cara wakaf di Indonesia adalah sebagai berikut :
a.
Calon wakif
melengkapi surat–surat yang diperlukan
untuk perwakafan tanah.
b.
Wakif mengucapkan ikrar wakaf kepada Nadlir yang telah
disahkan di hadapan PPAIW yang
mewilayahi tanah wakaf dengan dihadiri
minimal 2 orang saksi, kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis.
c.
Wakif yang tidak mampu hadir di hadapan PPAIW dapat membuat ikrar wakaf
secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan yang
kemudian dibacakan kepada Nadlir di hadapan PPAIW
dengan diketahui oleh saksi-saksi.
d.
PPAIW membuat
Akta Ikrar Wakaf setelah ikrar wakaf dilaksanakan. Akta Ikrar Wakaf dibuat
rangkap 3, dan salinannya dibuat rangkap
4,dengan rincian:
1.
Lembar pertama
( asli ) disimpan PPAIW.
2.
Lembar kedua
dilampirkan pada surat permohonan pendaftaran tanah wakaf kepada Bupati/Wakikota
Kepala Daerah.
3.
Lembar ketiga
dikirim kepada Pengadilan Agama setempat.
4.
Sedangkan
salinan sebanyak 4 lembar dibagikan kepada : wakif, Nadlir, Kepala
Kantor Urusan Agama, dan Lurah/Kepala
Desa setempat.
e.
PPAIW atas nama
Nadlir mengajukan permohonan pendaftaran tanah wakaf kepada Bupati/Walikota c.q.
Badan Pertanahan Nasional setempat untuk dicatat dan diterbitkan sertifikat
tanah wakaf.
f.
Dengan telah
didaftarkan dan dicatatkannya tanah wakaf tersebut dalam bentuk sertifikat,
maka tanah wakaf itu telah mempunyai kekuatan hukum dan alat pembuktian yang
kuat.
3.
Hak dan Kewajiban Nazhir
Nazhir yang dimaksud oleh
perundang- undangan Indonesia adalah suatu badan hukum khusus mengurusi wakaf.
a. Hak nazhir :
·
Berhak menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang
ditentukan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan menggunakannya
untuk kepentingan umum/keagamaan.
·
Menggunakan fasilitas dengan setujuan Kepala Kantor Kementeria
Agama Kabupaten/Kota.
b. Kewajiban nazhir
Nazhir disamping mempunyai hak, juga berkewajiban mengamankan harta wakaf,
surat–surat wakaf dan hasil- hasil wakaf.
Mengelola Wakaf dengan Penuh Amanah demi
Kemajuan Umat
Menjaga harta wakaf
dengan penuh amanah adalah kunci keberhasilan konsep Islam tentang pemberdayaan
harta kekayaan agar tidak hanya bergulir di antara golongan kaya saja, tetapi
dirasakan pula oleh golongan lemah. Nadlir menjadi subjek utama dalam
pemberdayaan harta wakaf ini demi terciptanya pemerataan dan kesejahteraan
umat.
1) Wakaf
termasuk ibadah maaliyah yang jika pengelola dan pengurusnya jujur dan amanah, maka akan membuahkan hasil
yang baik bagi kepentingan umum/agama.
2)
Sah tidaknya wakaf ditentukan syarat dan rukunnya.
3)
Pelaksanaan
wakaf diatur oleh berbagai
peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah
4) Pengelolaan wakaf
tidak bersifat statis, tetapi dinamis.
0 komentar:
Posting Komentar