Selasa, 20 Mei 2014

Mengelola Wakaf Dengan Penuh Amanah



bab 7
Mengelola Wakaf Dengan Penuh Amanah

 
Dikelola dengan penuh amanah, madrasah/sekolah Nidzamiyah thun 462 H telah mempunyai wakaf produk berupa pasar sekolah, beberapa bidang tanah, beberapa kekayaan properti yang diberikan oleh penguasa Nidzamul Mulk.
Islam mengakui adanya perbedaan antar manusia dalam masalah hak milik dan rezeki, karena fitrah (ciptaan) Allah menghendaki adanya perbedaan di antara mereka. Bahkan yang lebih dari itu, yaitu dalam hal kecerdasan, kecantikan, kekuatan fisik dan seluruh pemberian dan kemampuan secara khusus, maka tidak aneh jika terjadi perbedaan antara manusia di dalam harta dan kekayaan, dan di bawah faktor-faktor yang lainnya.
Perbedaan itu bukan merupakan bukan tanpa arti, akan tetapi memiliki hikmah, karena dengannya kehidupan ini akan tegak dan teraturlah urusan hidup. Meskipun Islam menegaskan adanya prinsip perbedaan di dalam masalah rezeki dan perbedaan dalam kekayaan dan kemiskinan, tetapi jika kita lihat, maka Islam juga berupaya untuk mendekatkan (mengurangi) sisi perbedaan antar golongan, sehingga membatasi penyimpangan orang-orang kaya dan mengangkat martabat orang-orang fakir dalam rangka mewujudkan tawazun (keseimbangan) dan menghilangkan sebab-sebab pertarungan dan permusuhan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya.
Demikian itu karena sesungguhnya Islam membenci berputarnya kekayaan di tangan orang-orang tertentu yang mereka putar di antara mereka, sementara sebagian besar orang tidak memilikinya. Islam senang kalau harta itu tidak hanya berkisar pada orang-orang kaya saja. Oleh karena itu Islam memiliki beberapa sarana untuk mengatasi hal-hal seperti itu, antara lain dengan shadaqah jariyah yang terus menerus bermanfaat sampai setelah matinya orang yang memberi shadaqah. Inilah yang secara istilah disebut wakaf khairi.  
  
A.  Mari Mengenal Wakaf !
Banyak cara yang dilakukan muslim–muslimat untuk menyerahkan hartanya kepada seseorang atau badan hukum ( lembaga ) dengan motivasi pengabdian kepada Allah SWT, diantaranya dengan wakaf. Secara bahasa wakaf artinya berhenti atau menahan. Secara istilah wakaf adalah menyerahkan suatu benda yang kekal zatnya untuk diambil manfaatnya oleh umum ( masyarakat ).
Wakaf termasuk amaliah shodaqoh yang sangat berat untuk dilaksanakan sebab biasanya berupa menyerahkan harta yang disenangi seperti tanah, sawah, pekarangan, atau mobil. Harta yang dikeluarkan dari  milik perorangan untuk diambil manfaatnya oleh salah satu lembaga sosial Islam, karena mencari pahala dari Allah SWT"
       Dengan kata lain wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama–lamanya guna kepentingan ibadah atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
  
1.      Dalil-dalil tentang wakaf adalah sebagai berikut :
a.       Q.S Ali Imran (3) : 92
a.       “Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh, Allah Maha Mengetahui”. (Q.S Ali Imran (3) : 92 )

b.        Sabda Nabi SAW :


Artinya : “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila seorang muslim meninggal, maka amalannya terputus kecuali dari tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.".(H.R. Abu Dawud ).

Ulama telah sepakat bahwa yang dimaksud dengan shadaqah jariyah dalam Hadits tersebut adalah wakaf.

c.       Amal perbuatan Nabi SAW mendirikan masjid Quba dan masjid Madinah atau masjid Nabawi.

2.      Hukum Wakaf
Hukum wakaf adalah sunnat. Wakaf sebagai amaliyah sunnah yang sangat besar manfaatnya bagi wakif, yaitu sebagai shodaqoh jariyah. Berdasarkan dalil – dalil wakaf bagi keperluan umat, maka wakaf merupakan perbuatan yang terpuji dan sangat dianjurkan oleh Islam.

3.      Rukun Wakaf
Untuk syahnya wakaf akan diperlukan hal – hal sebagai berikut :
a.         Wakif  ( orang yang wakaf ).
Syaratnya  :
·         Atas kehendak sendiri, bukan dipaksa.
·         Berhak berbuat kebaikkan.
b.      Mauquf ( barang yang diwakafkan ).
Syaratnya :
·         Kekal zatnya.
·         Jelas barangnya dan milik wakif sendiri.
c.       Mauquf alaih atau Nadlir ( sekelompok orang atau badan hukum yang disertai tugas mengurus dan memelihara barang wakaf ).
Syaratnya :
·         Berhak memiliki sesuatu.
·         Tidak boros dan berakal sehat.
·         Tidak dibawah pengampunan.
d.      Sighat atau ikrar wakaf.
Syaratnya :
·         Tidak memakai ta’lik ( persyaratan ).
·         Tidak dibatasi dengan waktu.

B.       Harta yang Diwakafkan
Selain dua syarat diatas, harta yang telah diwakafkan harus terlepas dari milik orang yang berwakaf, tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan.  Untuk itu perlu adanya penataan administrasi wakaf secara baik dan benar sehingga memiliki kekuatan hukum.
Menurut Imam Ahmad bin Hambal, menjual harta wakaf itu boleh jika harta wakaf itu hilang manfaatnya atau kurang manfaat, untuk dibelikan barang baru yang lebih nampak manfaatnya.
Berdasarkan hadits dan amal perbuatan para sahabat Nabi SAW, harta wakaf itu berupa benda yang tidak habis karena dipakai dan tidak rusak karena dimanfaatkan, baik benda bergerak ataupun benda tak bergerak. Sebagai contoh adalah :
·         Umar bin Khattab R.A mewakafkan sebidang tanah di Khaibar.
·         Khalid bin Walid R.A mewakafkan pakaian perang dan kudanya.
Dengan terlaksananya wakaf, maka kekuasaan wakif atas benda atau harta itu terputus adan beralih menjadi hak Allah SWT yang pengurusnya dilaksanakan oleh nazhir dan tidak dibenarkan menjadi milik wakaf lagi. Kewajiban nazhir yang terutama adalah mengamankan harta wakaf yang dikelolanya kurang/tidak lagi bermanfaat, misalnya gedung madrasah atau masjid, yang penduduk sekitarnya telah pindah, sehingga harta wakaf tidak berfungsi lagi.
Apakah harta wakaf itu boleh dijual dan di ganti serta di pindahkan ketempat lain? Pada dasarnya terhadap benda wakaf dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang dimaksudkan dalam ikrar wakaf. Namun pergantian harta wakaf ini bisa terjadi karena beberapa alasan. Misalnya tuntutan zaman, seperti masjid Nabawi dan Masjidil Haram, yang sekarang ini sudah jauh berbeda dengan bangunan sebelumnya, lebih–lebih jika dibandingkan dengan bangunan di zaman Nabi SAW.
Dengan alasan masalah dan manfaat, maka mengganti bangunan juga boleh. Demikian juga menggantikan tanaman wakaf dengan tanaman yang lebih produktif juga diperbolehkan, yang hasilnya lebih bermanfaat dari yang sebelumnya. Hal ini sesuai dengan tujuan wakaf. Adapun memindahkan harta wakaf diperbolehkan berdasarkan alasan maslahat dan manfaat. Contohnya jika jalan yang berjembatan wakaf tidak lagi dipergunakan, maka jembatan itu boleh dipindahkan ke tempat lain yang memerlukannya, sesuai dengan pendapat imam Muhammad Asy Syarbini.
Mengenai harta wakaf yang mungkin diambil manfaatnya, juga boleh dengan menjualnya kemudian membeli benda baru yang lain sebagai pengganti. Imam Syafi’i dan yang lainnya tidak memperbolehkan mengganti masjid atau tanah wakaf. Namun Umar bin Khattab pernah memindahkan masjid Kufah ke tempat yang baru dan tempat yang lama dijadikan pasar kurma.
Oleh karena itu, perubahan atau pengalihan dari yang dimaksud dalam ikrar wakaf hanya dapat dilakukan dalam hal–hal tertentu saja, dan terlebih dahulu mendapat persetujuan pemerintah setempat dengan alasan :
1.      Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf yang diikrarkan oleh wakif.
2.      Karena kepentingan umum.

C.  Pengelolaan Wakaf
1.    Dasar wakaf di Indonesia
Perwakafan di  Indonesia diatur dalam:
a.       UU RI No.41 Tahun 2004 tentang wakaf tanggal 27 Oktober 2004.
b.      PP No.28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
c.       Peraturan Menteri Dalam Negeri No.6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah  Mengenai Perwakafan Tanah Milik.
d.      Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1998 tentang Peraturan Pelaksanaan PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
Untuk selanjutnya di tingkat masyararakat yang menangani langsung perwakafan diserahkan kepada Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri.
Di tingkat paling bawah, urusan wakaf dilayani oleh Kantor Urusan Agama yang dalam  hal ini kepala KUA sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW )

2.      Tata Cara Wakaf
Menurut paraturan–peraturan di atas, tata cara wakaf di Indonesia adalah sebagai berikut :

a.       Calon wakif melengkapi  surat–surat yang diperlukan untuk perwakafan tanah.
b.      Wakif mengucapkan ikrar wakaf kepada Nadlir yang telah disahkan di hadapan PPAIW  yang mewilayahi  tanah wakaf dengan dihadiri minimal 2 orang saksi, kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis.
c.       Wakif yang tidak mampu hadir di hadapan PPAIW dapat membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan yang kemudian dibacakan kepada Nadlir di hadapan PPAIW dengan diketahui oleh saksi-saksi.
d.      PPAIW membuat Akta Ikrar Wakaf setelah ikrar wakaf dilaksanakan. Akta Ikrar Wakaf dibuat rangkap 3,  dan salinannya dibuat rangkap 4,dengan rincian:
1.      Lembar pertama ( asli ) disimpan PPAIW.
2.      Lembar kedua dilampirkan pada surat permohonan pendaftaran tanah wakaf kepada Bupati/Wakikota Kepala Daerah.
3.      Lembar ketiga dikirim kepada Pengadilan Agama setempat.
4.      Sedangkan salinan sebanyak 4 lembar dibagikan kepada : wakif, Nadlir, Kepala Kantor Urusan Agama, dan Lurah/Kepala Desa setempat.
e.    PPAIW atas nama Nadlir mengajukan permohonan pendaftaran tanah wakaf kepada Bupati/Walikota c.q. Badan Pertanahan Nasional setempat untuk dicatat dan diterbitkan sertifikat tanah wakaf.
f.     Dengan telah didaftarkan dan dicatatkannya tanah wakaf tersebut dalam bentuk sertifikat, maka tanah wakaf itu telah mempunyai kekuatan hukum dan alat pembuktian yang kuat.

3.      Hak  dan Kewajiban Nazhir
Nazhir yang dimaksud oleh perundang- undangan Indonesia adalah suatu badan hukum khusus mengurusi wakaf.
a.       Hak nazhir :
·         Berhak menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang ditentukan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan menggunakannya untuk kepentingan umum/keagamaan.
·       Menggunakan fasilitas dengan setujuan Kepala Kantor Kementeria Agama Kabupaten/Kota.
b.      Kewajiban nazhir
Nazhir disamping mempunyai hak, juga berkewajiban mengamankan harta wakaf, surat–surat wakaf dan hasil- hasil wakaf.




Mengelola Wakaf dengan Penuh Amanah demi Kemajuan Umat
Menjaga harta wakaf dengan penuh amanah adalah kunci keberhasilan konsep Islam tentang pemberdayaan harta kekayaan agar tidak hanya bergulir di antara golongan kaya saja, tetapi dirasakan pula oleh golongan lemah. Nadlir menjadi subjek utama dalam pemberdayaan harta wakaf ini demi terciptanya pemerataan dan kesejahteraan umat.  




1)      Wakaf termasuk ibadah maaliyah yang jika pengelola dan pengurusnya jujur dan amanah, maka akan membuahkan hasil yang baik bagi kepentingan umum/agama.
2)      Sah tidaknya wakaf ditentukan syarat dan rukunnya.
3)      Pelaksanaan wakaf diatur oleh berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah
4)      Pengelolaan wakaf tidak bersifat statis, tetapi dinamis.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.