Bab VIII
Meneladani Perjuangan Rasulullah SAW di Mekah
Bacalah secara cermat pendapat
dan komentar para ahli di bawah ini,
lalu tuliskanlah pesan-pesan
moral atau komentar kritis yang mengarah kepada “sikap tangguh dan
semangat menegakkan kebenaran” !
|
|
Substansi dan Strategi Dakwah Rasulullah SAW di Mekah
Para pemikir Arab, pada masa itu, mempunyai kebiasaan bertahannuf
atau bertahannus. Kebiasaan ini dilakukan untuk beberapa waktu setiap
tahun dengan cara mengasingkan diri dari keramaian, berdoa dan bertapa untuk
mendapatkan pengetahuan. Kegelisahan jiwa Muhammad melihat keadaan kaumnya,
mendorongnya bertahannus setiap bulan Ramadlan di gua Hira’. Gua ini
terdapat di puncak gunung Hira’ yang jaraknya kira-kira 11,4 km sebelah utara
Mekah. Ketika bertahannus Muhammad melakukan perenungan dan beribadah.
Dalam hal ibadah ini, Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitabnya yang berjudul al
Bidayah wa al Nihayah beberapa pendapat: ada yang berpendapat menurut
syariat Nuh, ada yang mengatakan menurut Ibrahim, ada yang mengatakan menurut
Musa, ada yang mengatakan menurut Isa, dan ada pula yang mengatakan ia
menjalankan dan mengamalkan syariat tertentu. Pendapat yang terakhir ini
menurut Katsir lebih tepat dan paling benar dari pada pendapat yang lainnya.
Pada 17 Ramadlan tahun 610 M ketika Muhammad bertahannus,
dalam tidurnya ia bermimpi jibril datang membawa sehelai lembaran seraya
berkata kepadanya “iqra’, bacalah!”. Dengan terkejut Muhammad menjawab
“saya tidak bisa membaca”. Ia merasa Jibril mencekiknya, kemudian melepaskannya
seraya berkata lagi: “iqra’!”. Dalam keadaan takut Muhammad menjawab:
“saya tidak dapat membaca”. Ia merasa seolah Jibril mencekiknya kembali,
kemudian melepaskannya seraya berkata: “iqra’”!. Dalam keadaan takut
Muhammad menjawab: “apa yang akan saya baca!”. Kemudian Jibril berkata:
اقرأ باسم ربك الذي خلق خلق الأنسان من علق اقرأ وربك الأكرم
الذي علم بالقلم علم
الأنسان مالم يعلم
Bacalah!
dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. (yang) telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah! dan Tuhanmu Maha Pemurah; yang mengajarkan menggunakan
pena. Mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak ia ketahui.
Kemudian
Muhammad mengikuti bacaan itu dan Jibrilpun pergi setelah ayat-ayat di atas terpatri
di dalam kalbunya.
Muhammad terbangun dalam keadaan takut dan bingung, seraya
bertanya dalam hati, siapa gerangan yang menyuruhnya membaca?. Dengan diliputi
rasa takut Muhammad segera pulang. Sesampai di rumah dengan tubuh menggigil ia
meminta Khadijah untuk menyelimutinya. Setelah rasa takutnya hilang ia pandang
Khadijah sambil bertanya apa yang terjadi padaku? Lalu ia menceritakan apa yang
telah ia alami. Sambil memandang Muhammad Khadijah berkata:
“wahai putra pamanku, bergembiralah dan tabahkan hatimu!
Demi Dia yang memegang hidup Khadijah, saya berharap kiranya anda akan menjadi
nabi atas umat ini. Allah, sama sekali, tak akan mencemoohkan anda; sebab
andalah yang mempererat tali kekeluargaan, jujur dalam kata-kata, bersedia
memikul beban orang lain , menghormati tamu, dan menolong orang yang dalam
kesulitan atas jalan yang benar.”
Jawaban Khadijah, di atas, sangat menentramkan jiwa Muhammad.
Ketakutannya sirna dan dalam keadaan lelah iapun tertidur. Dengan pikiran yang
berkecamuk Khadijah meninggalkan Muhammad yang sedang tertidur. Ia pergi
menemui saudara sepupunya, Waraqah bin
Naufal, seorang pendeta Nasrani. Khadijah menceritakan apa yang telah dilihat
dan didengar oleh Muhammad di gua Hira’. Waraqah terdiam sejenak kemudian
menjawab:
Maha Kudus Ia, Maha Kudus, demi Dia yang memegang hidup
Waraqah. Khadijah!, percayalah, ia telah menerima Namus Besar seperti yang
pernah diterima oleh Musa, dan sungguh dia adalah nabi umat ini. Katakanlah
kepadanya supaya ia tetap tabah.”
Sekembalinya ke rumah, Khadijah mendapati Muhammad masih
lelap tertidur. Tiba-tiba Muhammad menggigil, napasnya sesak, dan wajahnya
berkeringat. Ia terbangun manakala didengarnya Jibril datang membawa wahyu
kepadanya:
يأيها المدثر
قم فأنذر
وربك فكبر
وثيابك فطهر والرجز فاهجر
ولا تمنن تستكثر ولربك فاصبر
Hai orang yang
berselimut! Bangunlah dan berilah peringatan! Dan agungkanlah Tuhanmu! Dan
jagalah kebersihan pakaianmu! Dan tinggalkanlah segala yang keji! Dan janganlah
memberi karena mengharapkan yang lebih banyak! Dan demi Tuhanmu bersabarlah!
Khadijah memandangi Muhammad dengan penuh kasih sayang dan
dimintanya Muhammad untuk tidur kembali. Dalam keadaan seperti itu, Muhammad
menjawab: “waktu tidur dan istirahat sudah tidak ada lagi. Jibril membawa
perintah supaya saya memberi peringatan kepada umat manusia, mengajak mereka,
dan supaya mereka beribadat hanya kepada Allah. Tetapi siapa yang akan saya
ajak, dan siapa pula yang akan mendengar?”. Khadijah berusaha menentramkan
Muhammad dan ia menceritakan penjelasan Waraqah kepadanya. Dengan penuh
antusias Khadijah menyatakan beriman atas kenabian Muhammad.
Setelah peristiwa di atas, ketika Muhammad akan bertawaf di
Ka’bah, ia bertemu dengan Waraqah dan menceritakan pengalamannya. Mendengar
penjelasan Muhammad Waraqah berkata:
“Demi Dia yang memegang hidup Waraqah, anda adalah nabi
dari umat ini. Anda telah menerima Namus Besar seperti yang pernah disampaikan
kepada Musa. Pasti anda akan didustakan orang, disiksa, diusir, dan diperangi.
Jika aku masih hidup pada masa itu nanti, pasti aku akan membela yang di pihak
Allah dengan pembelaan yang sudah diketahui-Nya”.
Muhammad bertanya-tanya dalam hatinya bagaimana cara
menyampaikan perintah Tuhan itu, dan kepada siapa akan disampaikan?. Dalam
keadaan seperti itu, Muhammad berharap Jibril datang. Sayangnya, Jibril tak
datang-datang. Kekhatiran Muhammad meningkat, bahkan Khadijahpun turut merasa
cemas. Dalam keadaan seperti itu, Jibril datang dengan membawa wahyu:
والضحى والليل اذا سجى ماودعك ربك وما قلى وللآخرة خير لك من الأولى ولسوف يعطيك ربك فترضى الم يجدك يتيما فآوى ووجدك ضالا فهدى ووجدك عائلا فأغنى فأماالينيم فلا تقهر وأما السائل فلا تنهر وأما بنعمة ربك فحدث
“Demi waktu dluha. Dan demi malam yang hening. Tuhanmu
tidak meninggalkan dan membencimu. Sungguh yang kemudian akan lebih baik bagimu
dari pada yang sekarang. Dan Tuhanmu kelak akan memberikan apa yang
menyenangkanmu. Bukankah Ia mendapatimu sebagai seorang piatu, lalu Ia melindungimu?
Dan Ia mendapatimu tak tahu jalan, lalu ia memberimu petunjuk. Dan Ia
mendapatimu dalam keadaan kekurangan, lalu Ia memberimu kecukupan. Oleh karena
itu, janganlah engkau sewenang-wenang terhadap anak yatim. Dan janganlah
membentak orang yang meminta-minta. Dan nikmat Tuhanmu hendaklah kau siarkan”.
Dengan turunnya surat al ‘Alaq maka Muhammad resmi
menjadi nabi dan turunnya surat al Muddatstsir merupakan awal
kerasulannya. Sementara itu, surat al Dluha memberikan motivasi dan
sekaligus menguatkan jiwa nabi Muhammad agar jangan ragu-ragu untuk
menyampaikan kebenaran wahyu yang ia terima dari Allah.
A.
Substansi Dakwah Rasulullah SAW di Mekah
1. Aqidah
Nabi Muhammad datang membawa ajaran tauhid. Ia sampaikan
kepada kaum Quraisy bahwa Allah Maha Pencipta. Segala sesuatu di alam ini
merupakan ciptaan Allah. Langit, bumi, matahari, bintang-bintang, laut, gunung,
manusia, hewan, tumbuhan, batu-batuan, air, api, dan lain sebagainya semuanya
itu diciptakan oleh Allah. Karena itu, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu
sedangkan manusia lemah tak berdaya; dan Maha Agung (Mulia) sedangkan manusia
rendah dan hina. Selain Maha Pencipta dan Maha Kuasa Allah juga Maha Pemurah.
Ia pelihara seluruh makhlukNya dan Ia sediakan seluruh kebutuhannya, termasuk
manusia. Selanjutnya, nabi juga nengajarkan bahwa Allah itu Maha Mengetahui.
Allah mengajarkan manusia berbagai macam ilmu pengetahuan yang tidak
diketahuinya dan cara-cara memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan
tersebut.
Selain Maha Pemurah Allah juga bersifat Maha Pengasih. Dengan
sifat itu Allah senantiasa melindungi, memelihara, dan mengawasi manusia. Allah
melindungi dan memelihara manusia dari kebinasaan dan kehancuran. Ia anugerahi
manusia akal, kalbu, panca indera, dan
agama agar manusia tidak tersesat dan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat. Allah mengawasi seluruh tindak tanduk dan perbuatan
manusia. Seluruh perbuatan manusia, baik dan jahat, akan diberi balasan oleh
Allah. Manusia akan memperoleh ganjaran atas perbuatan baiknya dan menanggung
akibat atas perbuatan buruknya. Pendek kata, tidak satupun perbuatan baik
manusia, meskipun kecil, akan hilang (tidak tercatat) demikian pula sebaliknya.
Sifat Kasih dan Sayang Allah meliputi seluruh makhlukNya,
termasuk manusia. Dengan sifat itu, Allah memberikan kecukupan kepada manusia.
Ia sediakan semua kebutuhan hidup manusia dan Ia beri pula kemudahan kepada
setiap orang yang mau berusaha mencukupi kebutuhannya. Ia sediakan udara untuk
bernapas, air untuk minum, mandi, dan kebersihan, Ia sediakan berbagai jenis
bahan makanan untuk dikonsumsi, Ia ciptakan keindahan alam untuk kepentingan
rekreasi dan lain sebagainya.
Ajaran tauhid ini berbekas sangat dalam di hati nabi dan para
pengikutnya sehingga menimbulkan
keyakinan yang kuat, mapan, dan tak tergoyahkan. Dengan kayakinan ini, para
sahabat sangat percaya bahwa Allah tidak akan membiarkan mereka dalam kesulitan
dan penderitaan. Dengan keyakinan ini pula mereka percaya bahwa Allah akan
memberikan kebahagiaan hidup bagi mereka. Dengan keyakinan ini pula para
sahabat terbebas dari pengaruh kekayaan dan kesenangan duniawi. Dengan
keyakinan ini pula para sahabat mampu bersabar dan bertahan serta tetap
berpegang teguh pada agama ketika mereka mendapatkan tantangan dan siksaan yang
amat keji dari pemuka-pemuka Quraisy. Dengan keyakinan seperti ini pulalah nabi
Muhammad dapat mengatakan dengan mantap kepada Abu Thalib “paman, demi Allah, kalaupun mereka
meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku
meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan saya tinggalkan. Biarlah nanti Allah
yang akan membuktikan apakah saya memperoleh kemenangan (berhasil) atau binasa
karenanya”. Inilah yang menjadi rahasia mengapa Bilal bin Rabbah dapat
bertahan atas siksaan yang ia terima dengan tetap mengucapkan “Allah Maha Esa”
secara berulang-ulang.
2. Akhlak
Selain mengajarkan aqidah nabi juga mengajarkan akhlak kepada
para sahabatnya. Dalam hal ini nabi Muhammad tampil sebagai teladan yang baik
(ideal). Sejak sebelum ia menjadi nabi ia telah tampil sebagai sosok yang jujur
sehingga ia digelar oleh masyarakatnya sebagai al amin (yang dapat
dipercaya). Selain itu, nabi Muhammad merupakan sosok yang suka menolong dan
meringankan beban orang lain, membangun dan memelihara hubungan kekeluargaan
dan persahabatan. Nabi Muhammad juga tampil sebagai sosok yang sopan, lembut,
menghormati setiap orang, dan memuliakan tamu. Selain itu, nabi Muhammad juga
tampil sebagai sosok yang berani tampil membela kebenaran, teguh pendirian, dan
tekun dalam beribadah.
Selain memberikan keteladanan nabi Muhammad menganjurkan agar
menjaga kebersihan pakaian, tempat tinggal dan lingkungan. Kebersihan merupakan
pangkal kesehatan. Jika pakaian, tempat tinggal, dan lingkungan bersih semangat
hidup akan timbul dan berbagai jenis penyakit dapat dihindari. Demikian
pentingnya kebersihan sehingga nabi menyebutnya sebagai bagian dari iman dan
ditetapkan sebagai salah satu syarat sah dalam beribadah. Bersih pakaian,
tempat tinggal, dan lingkungan ternyata tidak cukup. Setiap orang Islam harus
juga membersihkan hatinya dari berbagai jenis penyakit hati seperti dendam,
iri, dengki, sombong, dan lain sebagainya. Dengan bersihnya hati seseorang akan
terhindar dari tindakan keji seperti rasa benci, angkuh, pamer dan lain
sebagainya.
Selanjutnya, nabi mengajarkan agar ikhlas dalam memberi.
Memberikan sesuatu kepada orang lain haruslah didasarkan pada niat yang tulus
karena Allah. Jadi jangan memberi karena ingin dipuji dan disebut sebagai
seorang yang pemurah. Jangan pula memberi karena berharap akan memperoleh
keuntungan yang lebih besar dari yang telah diberikan. Selanjutnya, nabi
menganjurkan agar menyayangi anak yatim. Menyayagi anak yatim tidak sekedar
membantu mereka mencukupi kebutuhan hidupnya akan tetapi mengasuh, memelihara,
dan mendidik mereka. Dengan demikian, menyayangi anak yatim berarti mencukupi
kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal mereka serta mempersiapkan masa
depan kehidupan mereka.
Sudah menjadi ketentuan Allah ia menciptakan manusia ada yang
kaya (beruntung) dan ada yang miskin (kurang beruntung). Si kaya tidak boleh
membiarkan si miskin dalam keadaan lemah tak berdaya. Si kaya wajib membantu
dan membela si miskin. Selain itu, si kaya juga wajib bersikap lemah lembut dan
sopan kepada si miskin. Sebab kaya dan miskin hanya sekedar variasi kehidupan
manusia bukan pembeda yang menempatkan si kaya menjadi terhormat dan
membolehkannya menyombongkan diri serta
bertindak semena-mena. Dalam hal ini renungkanlah sabda nabi yang mengatakan “tidak
masuk surga seseorang yang perutnya kenyang sementara tetangganya kelaparan”.
B.
Strategi Dakwah Rasululah di Mekah
1. Dakwah
Secara Rahasia/Diam-diam (al Da’wah bi al Sirr)
Mengingat kerasnya watak suku Quraisy dan keteguhan mereka
berpegang pada keyakinan dan penyembahan berhala maka nabi Muhammad memulai
dakwahnya secara diam-diam atau rahasia (bi al sirr). Cara ini dipilih
agar kegiatan dakwah yang baru dimulai itu tidak terhambat dan layu sebelum
berkembang. Oleh karena itu, nabi Muhammad memulai dakwahnya kepada keluarga
dan sahabatnya. Orang pertama yang beriman pada kenabian dan kerasulan Muhammad
adalah Khadijah (isterinya), Ali bin Abi Thalib (masih anak-anak), sepupu nabi
yang kemudian menjadi menantunya, dan Zaid bin Haritsah, bekas budak nabi
Muhammad.
Khusus mengenai Ali, ketika nabi Muhammad mengajaknya untuk
beribadah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukannya serta menerima agama
yang dibawanya, ia (Ali) meminta waktu untuk berunding terlebih dahulu dengan
ayahnya. Semalaman ali merasa gelisah
memikirkan ajakan nabi. Keesokan harinya, Ali menyatakan kepada nabi Muhammad
dan Khadijah bahwa ia akan mengikuti ajakan nabi dan tidak perlu minta ijin
kepada ayahnya. Dalam hal ini Ali mengatakan: “Tuhan menjadikan saya tanpa
perlu berunding dengan Abu Thalib, maka saya tidak perlu berunding dengannya
untuk menyembah Allah”.
Di luar lingkungan keluarga, orang pertama yang diajak nabi
adalah Abu Bakar bin Abi Quhafah dari kabilah Taim. Abu Bakar adalah sahabat
dekat nabi Muhammad yang dikenalnya sebagai orang yang bersih, jujur, dan dapat
dipercaya. Karena itu Abu Bakar merupakan orang laki-laki dewasa pertama tempat
nabi menceritakan semua pengalamannya pada saat menerima wahyu. Tanpa ragu Abu
Bakar menerima ajakan nabi dan beriman pada ajaran yang dibawanya. Kemudian Abu
Bakar mengajak kaumnya yang ia percayai untuk beriman kepada ajaran yang dibawa
oleh nabi Muhammad. Melalui ajakan ini maka beberapa orang menerima ajakannya,
yaitu Utsman bin ‘Affan, Abdur Rahman bin ‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Sa’ad
bin Abi Waqqash, Zubair bin ‘Awwam. Setelah itu, Abu ‘Ubaidah bin Jarrah dan
beberapa penduduk Mekah turut pula menyatakan keislamannya dan menerima ajaran
yang dibawa oleh nabi Muhammad.
Berdakwah secara diam-diam atau rahasia (al da’wah bi al
sirr) dilaksanakan oleh nabi Muhammad selama tiga tahun. Sambil mengajak
orang-orang untuk beriman kepadanya dan ajaran yang ia bawa, nabi Muhammad
tampil dengan keteladanan yang tinggi. Kepribadiannya yang penuh dengan kasih
sayang, rendah hati, berani, tutur kata yang lembut dan sopan, serta adil
memberikan pesona yang amat tinggi dan menarik minat banyak orang untuk
mempercayainya dan beriman kepadanya; terutama dari kalangan orang-orang miskin
dan golongan budak
2. Dakwah
Secara Terang-Terangan (al Da’wah di al Jahr)
Tiga tahun kemudian perintah Allah datang agar nabi Muhammad
melakukan dakwah secara terang-terangan (al da’wah bi al jahr), melalui:
Surat al Syu’ara’( 26: 214 – 216):
وأنذر عشيرتك
الأقربين واخفض جناحك لمن اتبعك من
المؤمنين فأن عصوك فقل انى بريء مما
تعملون
“Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat. Dan
rendahkanlah sayapmu kepada orang-orang beriman yang menjadi pengikutmu. Maka
jika mereka tidak mematuhimu, katakanlah: ‘ak berlepas tangan dari segala yang
kamu perbuat’”.
Surat al Hijir (15: 94):
فاصدع بما تؤمر وأعرض
عن المشركين
“Maka teruskanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu dan
berpalinglah dari orang-orang musyrik”.
Berdasarkan perintah di atas, Muhammad mengundang makan
keluarga-keluarganya dan dalam kesempatan itu ia mencoba mengajak mereka untuk
beriman kepadanya dan ajaran yang ia bawa. Namun Abu Lahab, pamannya, menyetop
pembicaraan itu. Keesokan harinya, nabi Muhammad mencoba melakukannya lagi.
Setelah selesai makan, nabi Muhammad berseru kepada mereka: “saya tidak melihat
ada seorang di kalangan Arab yang dapat membawakan sesuatu yang lebih baik dari
pada yang saya bawakan untuk kamu semua. Saya bawakan untuk kamu semua dunia
dan akhirat yang terbaik. Allah telah memerintahkan saya untuk mengajak kamu
sekalian. Siapakah di antara kamu yang mau mendukung?” Semua yang hadir menolok
ajakan nabi Muhammad dan bersiap-siap akan meninggalkan tempat. Tiba-tiba Ali
berdiri, ketika itu ia masih anak-anak dan belum akil baligh, seraya berujar:
“wahai rasulullah saya akan membantu anda, saya adalah lawan bagi siapa saja
yang menentangmu”. Banu Hasyim tersenyum, dan ada pula yang tertawa
terbahak-bahak sambil melihat secara bergantian kepada Abu Thalib dan Ali.
Setelah itu, mereka meninggalkan Muhammad dengan penuh ejekan.
Setelah peristiwa itu, nabi Muhammad mengalihkan seruannya
kepada penduduk Mekah. Pada suatu hari nabi Muhammad naik ke puncak bukit Shafa
dan berseru: “hai masyarakat Quraisy, bagaimana pendapatmu jika saya kabarkan
kepadamu semua bahwa di lereng bukit ini ada pasukan berkuda, apakah kamu
mempercayainya?” Orang-orang Quraisy menjawab: “ya, kami mempercayainya. Sebab
kami belum pernah melihat engkau berbohong!”. Selanjutnya nabi Muhammad
berseru: “wahai Banu Muththolib, Banu
Abdu Manaf, Banu Zuhrah, Banu Taim, Banu Makhzum dan Banu Asad, Allah telah
memerintahkan aku untuk memberikan peringatan kepada keluarga-keluarga terdekatku
tentang kehidupan dunia dan akhirat. Tak satu keuntungan yang dapat aku berikan
kepada kamu sekalian kecuali kamu menyatakan tidak ada tuhan selain Allah!”.
Mendengar seruan ini, Abu Lahab, seorang lelaki yang berbadan gemuk dan cepat
naik darah, berdiri seraya berteriak: “celakalah engkau hai Muhammad, apakah
karena ini engkau mengumpulkan kami?”. Nabi Muhammad hanya terdiam sambil
memandangi pamannya. Beberapa saat kemudian turunlah wahyu Allah:
تبت يدا أبي لهب وتب ما أغنى عنه ماله وما كسب سيصلى نارا ذات لهب
“celakalah kedua tangan Abu Lahab. Tak berguna baginya
harta dan segala yang diusahakannya. Kelak ia akan dimasukkan ke dalam api
neraka yang menyala-nyala” (QS. al Lahab, 111: 1-3).
Semakin hari semakin bertambah banyak jumlah orang yang
memenuhi ajakan dan seruan nabi Muhammad. Terutama dari golongan orang-orang
yang lemah, miskin, dan kalangan budak. Kenyataan ini, menimbulkan amarah Abu
Lahab, Abu Sufyan dan kalangan bangsawan serta pemuka Quraisy lainnya. Mereka
meminta para penyair-penyair Quraisy untuk mengolok-olok dan mengejek nabi
Muhammad. Selain itu, mereka juga menuntut Muhammad untuk menampilkan
mukjizatnya seperti apa yang telah ditampilkan oleh Musa dan Isa. Seperti
menjadikan bukit Shafa dan Marwah berubah menjadi bukit emas, menghidupkan
orang yang sudah mati, menghalau bukit-bukit yang mengelilingi Mekah,
memancarkan mata air yang lebih baik dari zamzam. Tidak sampai di situ, bahkan
mereka mengolok-olok nabi dengan menyatakan mengapa Allah tidak menurunkan
wahyu tentang harga barang-barang dagangan agar mereka dapat berspekulasi.
Semua ejekan dan olok-olok itu tidak dihiraukan oleh nabi
Muhammad, namun Allah menurunkan wahyu sebagai jawabannya:
قل لا أملك لنفسي
نفعا ولا ضرا الا ما شاء الله ولو كنت أعلم الغيب لا ستكثرت من الخير وما مسني
السوء ان أنا الا نذير و بشير لقوم يؤمنون
“Katakanlah hai Muhammad, aku tidak kuasa membawa manfaat dan
mudarat untuk diriku sendiri kecuali bila Allah menghendaki. Kalaupun aku
mengetahui yang ghaib, tentu kuperbanyak berbuat baik, dan tak ada yang buruk
akan menyentuhku. Aku hanya pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi
orang yang beriman”. (QS. al A’raf, 7:188).
Kegiatan dakwah nabi Muhammad mendapatkan tantangan dan
perlawanan dari Quraisy. Namun, mereka masih menghormati Abu Thalib, paman
nabi, meskipun belum memeluk Islam merupakan pembela nabi yang sangat gigih dan
berani. Berdasarkan itu, para pemuka Quraisy dengan dipimpin oleh Abu Sufyan
bin Harb mendatangi Abu Thalib dan berkata: “Abu Thalib, kemenakanmu telah
menghina berhala kita, mencela agama kita, tidak menghargai harapan-harapan
kita, dan menganggap sesat nenek moyang kita. Jika engkau tidak sanggup
menghentikannya, biarlah kami yang menghentikannya!”. Tuntutan itu ditanggapi
dengan baik oleh Abi Thalib. Sementara itu, nabi Muhammad terus dengan gigih
melaksanakan dakwahnya dan setiap hari semakin bertambah jumlah pengikutnya.
Kenyataan ini, mendorong para pemuka Quraisy datang kembali
kepada Abu Thalib dengan membawa seorang pemuda yang bernama Umarah bin al
Walid bin al Mughirah untuk ditukarkan dengan nabi Muhammad. Abu Thalib tetap
menolak, dan nabi Muhammad terus juga berdakwah. Para pembesar Quraisy untuk
yang ketiga kali datang lagi kepada Abu Thalib. Mereka berkata: “wahai Abu
Thalib, anda orang yang terhormat dan terpandang di kalangan kami. Kami telah
meminta anda untuk menghentikan kemenakanmu, tetapi anda tidak juga memenuhi
tuntutan kami!. Kami tidak akan tinggal diam menghadapi orang yang memaki nenek
moyang kami, tidak menghormati harapan-harapan kami, dan mencaci maki
berhala-berhala kami. Sebaiknya, anda sendirilah yang menghentikan kemenakan
anda, atau jika tidak, kami akan lawan hingga salah satu pihak binasa”.
Sungguh sulit bagi Abu Thalib mengambil keputusan, ia
menghadapi dilema. Ia tidak ingin bermusuhan dengan kaumnya sendiri namun, ia
juga tidak rela menyerahkan Muhammad kepada kaumnya. Dipanggilnya nabi Muhammad
dan ia ceritakan tuntutan para pembesar Quraisy. Kemudian ia berkata kepada
kemenakannya itu “jagalah aku, begitu juga dirimu. Jangan bebani aku dengan
hal-hal yang tak dapat kupikul”. Nabi Muhammad
tertegun, dalam hatinya ia berkata: “pamanku sudah tak bersedia lagi membelaku
sementara itu kaum muslimin masih sangat lemah”. Beberapa saat kemudian nabi
Muhammad menoleh kepada pamannya sambil berkata: “paman, demi Allah, kalaupun
mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar
aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan saya tinggalkan. Biarlah nanti
Allah yang akan membuktikan apakah saya memperoleh kemenangan (berhasil) atau
binasa karenanya”. Abu Thalib tertegun dan terdiam mendengar jawaban dari
kemenakannya. Bebera hari kemudian, ia minta nabi Muhammad untuk datang kembali
lalu berkata: “wahai kemenakanku, katakanlah sekehendakmu, bagaimanapun aku tak
akan menyerahkanmu karena hal-hal yang tidak engkau sukai”. Kemudian Abu Thalib
meminta perlindungan kepada Banu Hasyim dan Banu al Muththalib.permintaan Abu
Thalib di atas disetujui oleh Banu Hasyim dan Banu Muththalib kecuali Abu
Jahal.
Sejak saat itu, orang-orang Quraisy mencaci maki dan menyiksa
kaum muslimin dan tidak terkecuali nabi sendiri. Peristiwa yang paling terkenal
adalah penyiksaan Bilal (seorang budak dari Abisinia). Ia dipaksa untuk
melepaskan agama, dicambuk, dicampakkan di padang pasir, dan dadanya ditindih
dengan batu yang lebih besar dari badannya. Dalam siksaan semacam itu, Bilal
tetap teguh dengan keyakinannya; mulutnya terus mengucapkan Ahad, Ahad
(Allah Maha Esa, Allah Maha Esa). Bilal
terus menerus mengalami siksaan hingga ia dibeli oleh Abu Bakar. Sebagai
seorang yang kaya, Abu Bakar banyak sekali memerdekakan budak di antaranya
adalah budak perempuan Umar bin Khattab. Nabi Muhammad meskipun telah mendapat
perlindungan dari Banu Hasyim dan Banu Muththalib masih juga mengalami siksaan.
Ummu Jamil, isteri Abu Lahab, melemparkan najis ke depan rumahnya. Demikian
juga Abu Jahal yang melemparkan isi perut kambing kepada nabi Muhammad ketika
ia sedang shalat. Intimidasi dan penyiksaan yang dialami oleh nabi Muhammad dan
para pengikutnya berlangsung dalam kurun waktu yang cukup panjang. Kian hari
kian keji dan menyakitkan siksaan yang mereka terima. Namun demikian, nabi
Muhammad dan para sahabatnya tetap tabah dan terus memelihara dan meningkatkan
keyakinan dan keimanan mereka.
Demikianlah, setiap hari jumlah pengikut nabi Muhammad terus
bertambah. Kenyataan ini menyesakkan dada kaum Quraisy. Oleh karena itu mereka
mengutus Utbah bin Rabi’ah untuk bertemu dengan nabi Muhammad. Dalam
pertemuannya dengan nabi Muhammad ia mengatakan: “wahai anakku, dari segi
keturunan engkau mempunyai tempat (bermartabat) di kalangan kami. Kini engkau
membawa perkara besar yang menyebabkan kaum Quraisy terpecah belah. Kini
dengarkanlah, kami akan menawarkan beberapa hal. Kalau engkau menginginkan
harta, kami siap mengumpulkan harta kami, sehingga engkau menjadi yang terkaya
di antara kami. Jika engkau menginginkan pangkat atau jabatan, kami akan angkat
engkau menjadi pemimpin kami; kami tak akan memutus satu perkara tanpa
persetujuanmu. Kalau kedudukan raja yang engkau cari, kami akan nobatkan engkau
menjadi raja. Jika engkau mengidap penyakit syaraf yang tidak dapat engkau
sembuhkan, akan kami usahakan penyembuhannya dengan biaya yang kami tanggung
sendiri hingga engkau sembuh”. Mendengar tawaran itu, nabi Muhammad membacakan
surat al Sajdah kepada Utbah. Ia terdiam dan tertegun serta insaf bahwa
ia berhadapan dengan seorang yang tidak gila harta, tidak berambisi pada
kekuasaan dan bukan pula orang yang gila.
Utbah kembali kepada Quraisy dan menceritakan pengalamannya
ketika bertemu dengan nabi Muhammad serta menyarankan agar mereka membiarkan
nabi Muhammad berhubungan secara bebas dengan semua orang Arab. Ushul Utbah
tentu tidak dapat mereka terima. Sebab mereka belum merasa puas jika belum
mengalahkan nabi Muhammad. Karena itu, mereka meningkatkan penyiksaan baik
kepada nabi Muhammad maupun kepada para pengikutnya.
3. Hamzah
dan Umar bin Khattab Masuk Islam
Suatu ketika, nabi Muhammad bertemu dengan Abu Jahal. Ia mencaci maki nabi Muhammad dan ajaran
agama yag dibawanya. Ketika Hamzah, paman nabi dan saudara sepesusuannya
merupakan seorang yang kuat dan ditakuti,
mendengar peristiwa ini ia segera mencari Abu Jahal di Ka’bah.
Sesampainya di sana ia langsung masuk ke mesjid menemui Abu Jahal dan memukul
kepalanya dengan busur. Sejak peristiwa itu, Hamzah menyatakan keislamannya dan
berjanji kepada nabi Muhammad akan membelanya dan akan berkorban di jalan Allah
sampai akhir hayatnya.
Umar bin Khattab pada waktu masih amat muda, berusia
kira-kira 30 – 35 tahun. Tubuhnya tegap dan kuat, emosional dan cepat naik
darah, ia senang berfoya-foya dan mabuk-mabukan. Meski demikian ia seorang yang
bijaksana dan lembut pada keluarga. Di antara kaum Quraisy Umar merupakan salah
seorang yang paling keras menentang nabi dan kaum muslimin. Setelah peristiwa hijrah
ke Abisinia, Umar merasa sedih dan kesepian. Ia membayangkan betapa sedih dan
pilu hati mereka berpisah dengan keluarga, sahabat, dan tanah air mereka.
Ketika Umar mengetahui nabi Muhammad sedang mengadakan
pertemuan di sebuah rumah di Safa bersama Hamzah, Ali, Abu Bakar, dan yang
lainnya, iapun pergi ke sana untuk membunuh Muhammad. Namun di tengah
perjalanan ia bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah dan berkata kepadanya: “Umar,
kamu menipu diri sendiri. Apakah anda kira keluarga Abdul Manaf aakan membiarkan
anda setelah membunuh Muhammad? Lebih baik kamu pulang dan uruslah keluargamu
sendiri!” ketika itu, tanpa diketahui oleh Umar seorang saudara perempuannya
bernama Fatimah bersama suaminya Sa’id bin Zaid telah memeluk Islam. Setelah
peristiwa itu diceritakan oleh Nu’aim, Umar buru-buru pulang dan menemui suami
isteri tersebut. Sampai di depan pintu Umar mendengar suara orang membaca al
Quran. Merasa ada yang datang, orang yang membaca itu bersembunyi dan Fatimah
menyembunyikan lembaran yang dibaca.
Saya mendengar suara orang membaca sesuatu, bacaan apa itu?
Tanya Umar. Karena tidak ada jawaban, Umar membentuk dengan lantang: “saya
sudah tahu kamu menjadi pengikut Muhammad dan menganut agamanya!” sembari
memukul Sa’id dengan keras. Fatimah berusaha menghalangi namun iapun terkena
pukulan Umar. Kedua suami isteri itu bercucuran darah, sambil menahan sakit dan
marah kedua menjawab: “ ya, kami sudah masuk Islam, sekarang lakukanlah apa
saja sekehendakmu!”. Melihat darah bercucuran Umar gelisah, menyesal dan iba.
Dimintanya lembaran yang dibaca oleh Fatimah dan suaminya. Setelah membaca
lembaran itu, wajah Umar berubah dan hatinya bergetar serta merasa ada seruan
yang demikian luhur.
Setelah itu Umar keluar rumah dengan hati dan jiwa yang
tenang. Ia langsung menuju ke tempat nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya
mengadakan pertemuan di Safa. Setelah meminta izin dan masuk, iapun menyatakan
dirinya menjadi pengikut nabi, menjadi seorang muslim dihadapan nabi dan
sahabat-sahabatnya. Peristiwa ini sangat menggembirakan nabi dan
sahabat-sahabatnya. Dengan Islamnya Hamzah dan Umar kaum muslimin mendapatkan
kekuatan yang besar, dan kedudukan Quraisy mulai lemah dan berkurang.
4. Hijrah
ke Abisinia (Habsyi)
Untuk menghindari bahaya penyiksaan, nabi Muhammad
menyarankan kepada para pengikutnya untuk hijrah ke Abisinia (Habsyi). Para
sahabat pergi ke Abisinia dengan dua kali hijrah. Hijrah pertama sebanyak 15
orang; sebelas orang laki-laki dan empat orang perempuan. Mereka berangkat
secara sembunyi-sembunyi dan sesampainya di sana mereka mendapatkan
perlindungan yang baik dari Najasyi (sebutan untuk raja Abisinia). Ketika
mendengar keadaan Mekah telah aman merekapun kembali lagi. Namun mereka kembali
mendapatkan siksaan melebihi dari sebelumnya. Karena itu, mereka kembali hijrah
untuk yang kedua kalinya ke Abisinia (tahun kelima dari kenabian atau tahun 615
M). kali ini mereka berangkat sebanyak 80 orang
laki-laki, dipimpin oleh Ja’far bin Abi Thalib. Mereka tinggal di sana
hingga sesudah nabi hijrah ke Yasrib (Madinah). Peristiwa hijrah ke Abisinia
ini dipandang sebagai hijrah pertama dalam Islam.
Peristiwa hijrah ke Abisinia ini sungguh tidak menyenangkan
kaum Quraisy dan menimbulkan kekhawatiran yang sangat besar. Ada dua hal yang
dikhawatirkan oleh kaum Quraisy, yaitu: pertama, kaum muslimin akan
dapat menjalin hubungan yang luas dengan masyarakat Arab; dan kedua,
kaum muslimin akan menjadi kuat dan kembali ke Mekah untuk menuntut balas. Oleh
karena itu, mereka mengutus Amr bin ‘Ash dan Abdullah bin Rabi’ah kepada
Najasyi agar sudi menyerahkan kaum muslimin yang berhijrah ke sana. Dengan
mempersembahkan hadiah yang besar kepada Najasyi kedua utusan itu berkata:
“paduka raja, mereka yang datang ke negeri tuan ini adalah budak-budak kami
yang tidak punya malu. Mereka meninggalkan agama nenek moyang mereka dan tidak
pula menganut agama paduka (Kristen); mereka membawa agama yang mereka ciptakan
sendiri, yang tidak kami kenal dan tidak juga paduka. Kami diutus oleh
pemimpin-pemimpin mereka, orang-orang tua mereka, paman-paman mereka, dan
keluarga-keluarga mereka supaya paduka sudi mengembalikan orang-orang itu
kepada pemimpin-pemimpin kami. Mereka lebih tahu betapa orang-orang itu
mencemarkan dan mencerca agama mereka”.
Najasyi kemudian memanggil kaum muslimin dan bertanya kepada
mereka: “agama apa ini yang sampai membuat tuan-tuan meninggalkan masyarakat
tuan-tuan sendiri?” Kaum muslimin yang diwakili oleh Ja’far bin Abi Thalib
menjawab: “paduka raja, masyarakat kami masyarakat yang bodoh, menyembah
berhala, memakan bangkai, melakukan berbagai macam kejahatan, memutuskan
hubungan dengan kerabat, tidak baik dengan tetangga; yang kuat menindas yang
lemah. Demikianlah keadaan masyarakat kami hingga Allah mengutus seorang rasul
dari kalangan kami sendiri yang kami kenal asal usulnya, jujur, dapat
dipercaya, dan bersih. Ia mengajak kami hanya menyembah kepada Allah Yang Maha
Esa, meninggalkan batu-batu dan patung-patung yang selama ini kami dan nenek
moyang kami sembah. Ia melarang kami berdusta, menganjurkan untuk berlaku
jujur, menjalin hubungan kekerabatan, bersikap baik kepada tetangga, dan
menghentikan pertumpahan darah. Ia melarang kami melakukan segala perbuatan
jahat, menggunakan kata-kata dusta dan keji, memakan harta anak yatim, dan
mencemarkan nama baik perempuan yang tak bersalah. Ia meminta kami menyembah
Allah dan tidak mempersekutukanNya…. Jadi yang kami sembah hanya Allah Yang
Tunggal, tidak mempersekutukanNya dengan apa dan siapa pun. Segala yang
diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan kami lakukan. Karena itulah kami dimusuhi,
dipaksa meninggalkan agama kami,… Oleh karena mereka memaksa kami, menganiaya
dan menekan kami, maka kamipun keluar menuju negeri paduka ini. Padukalah yang
menjadi pilihan kami. Senang sekali kami berada di dekat paduka, dengan harapan
di sini tidak ada penganiayaan”.
Kemudian paduka Najasyi bertanya lagi: “adakah ajaran Tuhan
yang dibawa oleh nabi itu yang dapat anda bacakan kepada kami?”. “ya” jawab
Ja’far, lalu ia membacakan Surat Maryam, 19: 29 – 33):
فأشارت اليه قالوا
كيف نكلم من كان فى المهد صبيا قال اني
عبد الله أتاني الكتاب و جعلني نبيا و
جعلني مباركا اين ما كنت و أوصاني بالصلاة والزكاة ما دمت حيا و برا بوالدتي ولم يجعلني جبارا شقيا و السلام علي يوم ولدت و يوم أموت و يوم أبعث
حيا
“Maka ia menunju kepada bayinya. Mereka berkata: ‘bagaimana
kami akan berbicara dengan anak yang masih dalam buaian?’ Dia (Isa) berkata:
‘sesungguhnya aku ini hamba Allah, Ia (Allah) memberiku al Kitab dan
menjadikanku seorang nabi, memberkati aku di manapun aku berada,
memerintahkanku untuk mendirikan shalat, dan mengeluarkan zakat selama aku
masih hidup. Ia juga memerintahkanku untuk berbakti kepada ibuku, tidak
bersikap sewenang-wenang dan durhaka. Slam sejahtera bagiku, baik ketika aku
dilahirkan, pada saat aku mati, dan pada saat aku dibangkitkan hidup kembali’”.
Mendengar jawaban tersebut, para pemuka agama Abisinia
terkejut seraya menyatakan “kata-kata tersebut keluar dari sumber yang sama
seperti yang dikeluarkan oleh Isa”. Kemudian Najasyi berkata: “kata-kata ini
sama dengan yang dibawa Musa, keluar dari sumber cahaya yang sama. Tuan-tuan
(kepada utusan Quraisy) pergilah, kami tak akan menyerahkan mereka (kaum
muslimin) kepada tuan-tuan!”.
Keesokan harinya, Amar bin ‘Ash kembali menghadap Najasyi dan
mengatakan bahwa kaum muslimin telah melakukan tuduh yang sangat keji kepada
Isa bin Maryam. Najasyi memanggil kaum muslimin dan menanyakan tentang Isa bin
Maryam. Atas pertanyaan ini, Ja’far menjawab: “tentang Isa, menurut nabi kami,
dia adalah hamba Allah dan utusanNya. RohNya dan firmanNya yang disampaikan
kepada perawan Maryam”. Mendengar jawaban ini Najasyi mengambil sebatang kayu
dan menggoreskannya di tanah. Dengan wajah berseri gembira Najasyi mengatakan:
“antara agama tuan-tuan dan agama kami sebenarnya tidak lebih dari garis ini”.
Setelah itu, Najasyi meminta Amar bin ‘Ash untuk kembali ke Mekah.
5. Quraisy
Membekot Kaum Muslimin
Setelah berbagi cara dilakukan oleh kaum Quraisy untuk
menghentikan dakwah nabi -bujukan, negosiasi, dan intimidasi- mengalami
kegagalan maka kaum Quraisy bersepakat melakukan pembekotan terhadap nabi dan
kaum muslimin. Kaum Quraisy memutuskan segala bentuk hubungan –perkawinan dan
perdagangan- dengan bani Hasyim. Persetujuan pembekotan ini dibuat dalam bentuk
piagam, ditandatangani bersama dan digantungkan di Ka’bah. Peristiwa ini
terjadi pada tahun ke-7 kenabian dan berlangsung selama tiga tahun. Pembekotan
ini mengakibatkan kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan bagi kaum muslim.
Untuk meringankan penderitaan kaum muslimin, mereka pindah ke suatu lembah di
luar kota Mekah.
Hisyam bin Amar salah seorang dari Quraisy yang bersimpati
terhadap nabi Muhammad dan kaum muslimin kerap mengirimkan bahan makanan di
waktu tengah malam dengan mengirimkan unta yang sarat dengan bahan makanan ke
celah-celah bukit tempat nabi dan kaum muslimin berada. Tak tega melihat dampak
pembekotan itu, ia menemui Zuhair bin Abi Umayyah (bani Makhzum) dan berkata
kepadanya: “anda menikmati makanan yang lezat, berpakaian yang indah, dan
mengawini perempuan-perempuan cantik, padahal keluarga ibu menderita; mereka
tidak boleh berhubungan dengan orang, jual beli, dan melakukan hubungan
perkawinan. Aku bersumpah, jika itu keluarga ibuku, aku pasti menolak
pembekotan!”
Keduanya kemudian sepakat untuk membatalkan piagam pembekotan
dan mereka meminta dukungan Mut’im bin Adi (kabilah Naufal), Abu al Bakhtari
bin Hisyam dan Zam’ah bin al Aswad (kabilah Asad). Keesokan harinya, setelah
melakukan tawaf, Zuhair bin Abi Umayyah berseru kepada orang banyak: “hai penduduk
Mekah! Kamu semua enak-enak makan dan berpakaian yang bagus-bagus sementara
itu, banu hasyim binasa, tidak boleh melakukan hubungan perdagangan. Demi
Allah, saya tidak akan duduk sebelum piagam yang kejam itu dirobek!” mendengar
seruan itu, Abu jahal berteriak: “bohong, kita tidak akan merobek piagam itu!”.
Setelah itu, terdengar suara Zam’ah, Abu al Bakhtari, Mut’im, dan Amr bin
Hisyam menolak Abu jahal dan mendukung Zuhair. Melihat suasana yang tidak
menguntungkan Abu Jahal pun pergi. Ketika Mut’im hendak merobek piagam itu, ia
melihat piagam itu telah dimakan rayap, kecuali bagian pembukaannya saja yang
berbunyi: “dengan namuMu ya Allah ….” Sejak peristiwa itu pembekotan berakhir.
Nabi Muhammad beserta pengikutnya berkesempatan keluar dari celah-celah bukit
dan kembali ke Mekah. Kesempatan melakukan jual beli dengan Quraisy pun
terbuka, meski sikap saling curiga menyelimuti kedua belah pihak.
6. Perjanjian
Aqabah
Keras penolakan dan
perlawanan Quraaisy, mendorong nabi Muhammad melancarkan dakwahnya kepada
kabilah-kabilah Arab di luar suku Quraisy. Dalam melakukan dakwah ini, nabi
Muhammad tidak saja menemuimu mereka di Ka’bah pada saat musim haji, namun ia
mendatangi perkampungan dan tempat tinggal para kepala suku. Tanpa diketahui
oleh seorangpun, nabi Muhammad pergi ke Taif. Di sana ia menemui Sakif dengan
harapan agar ia dan masyarakatnya mau menerimanya dan memeluk Islam. Sakif dan
masyarakatnya menolak nabi dengan kejam. Meski demikian nabi berlapang dada dan
meminta Sakif untuk tidak menceritakan kedatangannya ke Taif agar ia tidak
mendapat malu dari orang Quraisy. Permintaan itu tidak dihiraukan oleh Sakif,
bahkan ia menghasut masyarakatnya untuk mengejek, menyoraki, mengusir dan
melempari nabi. Selain itu nabi mendatangi bani Kindah, bani Kalb, bani
Hanifah, dan bani Amir bin Sa‘sa’ah ke rumah-rumah mereka. Tak seorangpun dari
mereka yang mau menyambut dan mendengar dakwah nabi. Bahkan, bani Hanifah
menolok dengan cara yang sangat buruk sekali. Sedangkan Amir menunjukkan
ambisinya, ia mau menerima jakan nabi dengan syarat jika nabi memperoleh
kemenangan maka kekuasaan harus berada di tangannya.
Pengalaman di atas
mendorong nabi Muhammad berkesimpulan bahwa tidak mungkin lagi mendapat
dukungan dari Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya. Karena itu, nabi
Muhammad mengalihkan dakwahnya kepada kabilah-kabilah lain yang ada di sekitar
Mekah yang datang berziarah setiap tahun ke Mekah. Jika musim ziarah tiba, nabi
Muhammadpun mendatangi kabilah-kabilah itu dan mengajak mereka untuk memeluk
Islam. Tak berapa lama kemudian, tanda-tanda kemenangan datang dari Yasrib
(Madinah). Nabi Muhammad sesungguhnya punya hubungan emosional dengan Yasrib.
Di sanalah ayahnya dimakamkan, di sana pula terdapat famili-familinya dari bani
Najjar yang merupakan keluarga kakeknya, Abdul Muththalib dari pihak ibu.
Karena itu, tidak mengherankan apabila di tempat ini kelak nabi Muhammad
mendapat kemenangan dan Islam berkembang dengan amat pesat.
Yasrib merupakan kota
yang dihuni oleh orang Yahudi dan Arab dari suku Aus dan Khazraj. Kedua suku
ini selalu berperang merebut kekuasaan di sana. Hubungan Aus dan Khazraj dengan
Yahudi membuat mereka memiliki pengetahuan tentang agama samawi. Inilah salah
satu fator yang menyebabkan kedua suku Arab tersebut lebih mudah menerima
kehadiran nabi Muhammad. Ketika yahudi mengalami kekalahan, suku Aus dan
Khazraj menjadi penguasa di Yasrib. Yahudi tidak tinggal diam, mereka berusaha
mengadu domba Aus dan Khazraj yang akhirnya menimbulkan perang saudara yang
dimenangkan oleh Aus. Sejak saat itu, orang-orang Yahudi yang sebelumnya
terusir dapat kembali tinggal di Yasrib. Aus dan Khazraj menyadari derita
kerugian yang mereka alami akibat permusuhan mereka. Oleh karena itu, mereka
sepakat mengangkat Abdullah bin Muhammad dari suku Khazraj sebagai pemimpin.
Namun hal itu tidak terlaksana disebabkan beberapa orang Khazraj pergi ke Mekah
pada musim ziarah (haji).
Kedatangan orang-orang
Khazraj ke Mekah diketahui oleh nabi Muhammad dan iapun segera menemui mereka.
Setelah nabi berbicara dan mengajak mereka untuk memeluk agama Islam, merekapun
saling berpandangan dan salah seorang dari mereka berkata: “sungguh inilah nabi
yang pernah dijanjikan oleh orang-orang Yahudi kepada kita, dan jangan sampai
mereka (yahudi) mendahului kita.” Setelah itu, mereka kembali ke Yasrib dan
menyampaikan berita kenabian Muhammad dan mereka menyatakan kepada
masyarakatnya bahwa mereka telah menganut Islam. Berita dan pernyataan yang
mereka sampaikan mendapat sambutan yang baik dari masyarakat mereka. Pada musim
ziarah tahun berikutnya, datanglah 12 orang penduduk yasrib menemui nabi
Muhammad di Aqabah. Di tempat ini mereka berikrar kepada nabi yang kemudian
dikenal dengan perjanjian Aqabah Pertama. Pada perjanjian Aqabah Pertama ini
orang- orang Yasrib berjanji kepada nabi untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak
mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan memfitnah,
baik di depan atau di belakang. Jangan menolak berbuat kebaikan. Barang siapa
mematuhi semua itu ia mendapat paha surge, dan kalau ada yang melanggar, maka
soalnya kembali kepada Allah. Allah berkuasa menyiksa, juga berkuasa mengampuni
segala dosa.
Selanjutnya nabi
menugaskan Mus’ab bin Umair untuk membacakan al Quran, mengajarkan Islam serta
seluk-beluk agama Islam kepada penduduk Yasrib. Sejak itu, Mus’ab tinggal di
yasrib dan jika musim ziarah tiba, iapun berangkat ke Mekah dan menemui nabi Muhammad.
Dalam pertemuan itu, Mus’ab menceritakan perkembangan masyarakat muslim Yasrib
yang tangguh dan kuat. Berita ini sungguh menggembirakan nabi dan menimbulkan
keinginan dalam hati nabi untuk hijrah ke sana.
Pada tahun 622 M,
jumlah peziarah Yasrib yang datang ke Mekah berjumlah 75 lima orang, dua orang
di antaranya perempuan. Kesempatan ini digunakan nabi melakukan pertemuan
rahasia dengan para pemimpin mereka. Pertemuan nabi dengan para pemimpin Yasrib
yang berziarah ke Mekah disepakati di Aqabah pada tengah malam pada hari-hari
Tasyriq (tidak sama dengan hari tasyriq yang sekarang). Malam itu, nabi
Muhammad ditemani oleh pamannya Abbas bin Abdul Muththalib (masih memeluk agama
nenek moyangnya) menemui orang-orang Yasrib, pertemuan malam itu kemudian dikenal
dalam sejarah sebagai perjanjian Aqabah Kedua. Pada malam itu mereka berikrar
kepada nabi sebagai berikut: “kami berikrar, bahwa kami sudah mendengar dan
setia di waktu suka dan duka, di waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan
berkata yang benar di mana saja kami berada, dan di jalan Allah ini kami tidak
gentar terhadap ejekan dan celaan siapapun.”
Setelah masyarakat
Yasrib menyatakan ikrar mereka, nabi berkata kepada mereka: “pilihkan buat saya
dua belas orang pemimpin dari kalangan kalian yang menjadi penanggung jawab
masyarakatnya”. Mereka memilih Sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang dari
Aus. Kepada dua belas orang itu nabi mengatakan: “kalian adalah penanggung
jawab masyarakat kalian seperti pertangungjawaban pengikut-pengikut Isa bin Maryam.
Terhadap masyarakat saya, sayalah tang bertangung jawab”. Setelah ikrar
selesai, tiba-tiba terdengar teriakan yang ditujukan kepada kaum Quraisy,
“Muhammad dan orang-orang murtad itu sudah berkumpul akan memerangi kamu!”.
Semua kaget dan terdiam, tiba-tiba Abbas bin Ubadah, salah seorang peserta
ikrar, berkata kepada nabi: “demi Allah yang mengutus anda berdasarkan
kebenaran, jika nabi mengizinkan, besok penduduk Mina akan kami habisi dengan
pedang kami”. Lalu nabi Muhammad menjawab: “Kita tidak diperintahkan untuk
itu,kembalilah ke kemah kalian”. Keesokan harinya, mereka bangun pagi-pagi
sekali dan segera bergegas pulang ke Yasrib.
7. Hijrah
ke Madinah
Peristiwa ikrar Aqabah Kedua ini diketahui oleh orang-orang
Quraisy. Sejak itu tekanan, intimidasi dan siksaan terhadap kaum muslimin
semakin meningkat. Kenyataaan ini mendorong nabi segera memerintahkan
sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Yasrib. Dalam waktu dua bulan saja, hampir
seluruh kaum muslimin, sekitar 150 orang telah berangkat ke Yasrib. Hanya Abu
bakar dan Ali yang masih menjaga dan membela nabi di Mekah. Akhirnya, nabipun
hijrah setelah mendengar rencana Quraisy yang ingin membunuhnya.
Nabi Muhammad dengan ditemani oleh Abu bakar berhijrah ke
Yasrib. Sesampai di Quba, 5 km dari Yasrib, nabipun beristirahat dan tinggal di
sana beberapa hari lamanya. Nabi menginap di rumah umi Kalsum bin Hindun. Di
halaman rumah ini nabi membangun sebuah mesjid. Inilah mesjid pertama yang di
bangun pada masa Islam yang kemudian dikenal dengan masjid Quba. Tak lama
kemudian Ali datang menyusul nabi, setelah ia menyelesaikan amanah orang-orang
kepada nabi yang diserahkan nabi kepadanya pada saat berangkat hijrah.
Ketika nabi memasuki Yasrib, ia dielu-elukan oleh penduduk
kota itu dan menyambut kedatangannya dengan penuh kegembiraan. Sejak itu, nama
Yasrib diganti dengan Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut
dengan Madinatun Munawwarah (Kota yang Bercahaya). Dikatakan demikian karena
memang dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh penjuru dunia.
0 komentar:
Posting Komentar