Contoh
Kasus-kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia :
1. Tragedi Semanggi
Tragedi
Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap pelaksanaan
dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil. Kejadian
pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998,
masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil.
Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September
1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di
seluruh jakarta serta menyebabkan 217 korban luka - luka.
Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan. Saat itu juga beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal seketika di jalan. Salah satunya adalah Teddy Wardhani Kusuma, mahasiswa Institut Teknologi Indonesia yang merupakan korban meninggal pertama di hari itu.
Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan seklaligus masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan penembakan ke dalam kampus Atma Jaya.
Semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu sehingga jumlah korban yang meninggal mencapai 17 orang. Korban lain yang meninggal dunia adalah: Sigit Prasetyo (YAI), Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta), Muzammil Joko (Universitas Indonesia), Uga Usmana, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, Sidik, Hadi.
Jumlah korban yang didata oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan berjumlah 17 orang korban, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta, 2 orang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat keamanan dari POLRI, seorang anggota Satpam Hero Swalayan, 4 orang anggota Pam Swakarsa dan 3 orang warga masyarakat. Sementara 456 korban mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tembakan senjata api dan pukulan benda keras, tajam/tumpul. Mereka ini terdiri dari mahasiswa, pelajar, wartawan, aparat keamanan dan anggota masyarakat lainnya dari berbagai latar belakang dan usia, termasuk Ayu Ratna Sari, seorang anak kecil berusia 6 tahun, terkena peluru nyasar di kepala.
Pada 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa.
Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB.
Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan Universitas Atma Jaya.
Jumlah masyarakat dan mahasiswa yang bergabung diperkirakan puluhan ribu orang dan sekitar jam 3 sore kendaraan lapis baja bergerak untuk membubarkan massa membuat masyarakat melarikan diri, sementara mahasiswa mencoba bertahan namun saat itu juga terjadilah penembakan membabibuta oleh aparat ketika ribuan mahasiswa sedang duduk di jalan. Saat itu juga beberapa mahasiswa tertembak dan meninggal seketika di jalan. Salah satunya adalah Teddy Wardhani Kusuma, mahasiswa Institut Teknologi Indonesia yang merupakan korban meninggal pertama di hari itu.
Mahasiswa terpaksa lari ke kampus Universitas Atma Jaya untuk berlindung dan merawat kawan-kawan seklaligus masyarakat yang terluka. Korban kedua penembakan oleh aparat adalah Wawan, yang nama lengkapnya adalah Bernardus Realino Norma Irmawan, mahasiswa Fakultas Ekonomi Atma Jaya, Jakarta, tertembak di dadanya dari arah depan saat ingin menolong rekannya yang terluka di pelataran parkir kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta. Mulai dari jam 3 sore itu sampai pagi hari sekitar jam 2 pagi terus terjadi penembakan terhadap mahasiswa di kawasan Semanggi dan penembakan ke dalam kampus Atma Jaya.
Semakin banyak korban berjatuhan baik yang meninggal tertembak maupun terluka. Gelombang mahasiswa dan masyarakat yang ingin bergabung terus berdatangan dan disambut dengan peluru dan gas airmata. Sangat dahsyatnya peristiwa itu sehingga jumlah korban yang meninggal mencapai 17 orang. Korban lain yang meninggal dunia adalah: Sigit Prasetyo (YAI), Heru Sudibyo (Universitas Terbuka), Engkus Kusnadi (Universitas Jakarta), Muzammil Joko (Universitas Indonesia), Uga Usmana, Abdullah/Donit, Agus Setiana, Budiono, Doni Effendi, Rinanto, Sidik, Kristian Nikijulong, Sidik, Hadi.
Jumlah korban yang didata oleh Tim Relawan untuk Kemanusiaan berjumlah 17 orang korban, yang terdiri dari 6 orang mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Jakarta, 2 orang pelajar SMA, 2 orang anggota aparat keamanan dari POLRI, seorang anggota Satpam Hero Swalayan, 4 orang anggota Pam Swakarsa dan 3 orang warga masyarakat. Sementara 456 korban mengalami luka-luka, sebagian besar akibat tembakan senjata api dan pukulan benda keras, tajam/tumpul. Mereka ini terdiri dari mahasiswa, pelajar, wartawan, aparat keamanan dan anggota masyarakat lainnya dari berbagai latar belakang dan usia, termasuk Ayu Ratna Sari, seorang anak kecil berusia 6 tahun, terkena peluru nyasar di kepala.
Pada 24 September 1999, untuk yang kesekian kalinya tentara melakukan tindak kekerasan kepada aksi-aksi mahasiswa.
Kala itu adanya pendesakan oleh pemerintahan transisi untuk mengeluarkan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (UU PKB) yang materinya menurut banyak kalangan sangat memberikan keleluasaan kepada militer untuk melakukan keadaan negara sesuai kepentingan militer. Oleh karena itulah mahasiswa bergerak dalam jumlah besar untuk bersama-sama menentang diberlakukannya UU PKB.
Mahasiswa dari Universitas Indonesia, Yun Hap meninggal dengan luka tembak di depan Universitas Atma Jaya.
Upaya pencegahan dari kasus ini adalah
selalu menjaga perdamaian dan kebersamaan satu sama lain.
Ø Upaya mengatasinya :
·
Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Peristiwa
Semanggi I dan Semanggi II.
·
Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II
didasarkan atas:
1.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak AsasiManusia.
2.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
3.Keputusan Rapat Paripurna Komnas HAM tanggal 5 Juni 2001.
4.Keputusan Ketua Komnas HAM Nomor 034/KOMNAS HAM/VII/2001 tanggal 27Agustus 2001 tentang Pembentukan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak AsasiManusia peristiwa Trisakti, Semanggi I & II.
·
Pembenahan akan jiwa pemerintah agar menghargai hak-hak asasi dari
warga Indonesia, melalui mengusahakn secara maksimal agar hak mereka untuk
hidup dijunjung tinggi, begitu pula hak asasi lain seperti hak mereka untuk
memperoleh penghidupan yang layak, perekonomian yang baik, kebebasab individu
diakui sesuai nilai Pancasila yangberkembang dalam masyarakat. Maka pemerintah
Indonesia harus memperbaiki hidup bangsa ini.
2. Kasus Marsinah
Marsinah
(10 April 1969?–Mei 1993) adalah seorang aktivis dan buruh pabrik PT. Catur
Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur yang diculik dan kemudian
ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga hari.
Mayatnya ditemukan di hutan di Dusun Jegong Kecamatan Wilangan Nganjuk, dengan
tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah, Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya), menyimpulkan, Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama.Kasus ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713.
Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.
Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo.
Dua orang yang terlibat dalam otopsi pertama dan kedua jenazah Marsinah, Haryono (pegawai kamar jenazah RSUD Nganjuk) dan Prof. Dr. Haroen Atmodirono (Kepala Bagian Forensik RSUD Dr. Soetomo Surabaya), menyimpulkan, Marsinah tewas akibat penganiayaan berat.Marsinah memperoleh Penghargaan Yap Thiam Hien pada tahun yang sama.Kasus ini menjadi catatan ILO (Organisasi Buruh Internasional), dikenal sebagai kasus 1713.
Awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Himbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahannya beban pengeluaran perusahaan. Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong membahas Surat Edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250.
Marsinah adalah salah seorang karyawati PT. Catur Putera Perkasa yang aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Keterlibatan Marsinah dalam aksi unjuk rasa tersebut antara lain terlibat dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggul Angin Sidoarjo.
3
Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja. Komando Rayon Militer
(Koramil) setempat turun tangan mencegah aksi buruh.
4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.
Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.
Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.
Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.
Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI.
Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".
4 Mei 1993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250. Tunjangan tetap Rp 550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.
Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Marsinah menjadi salah seorang dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap.
Mulai tanggal 6,7,8, keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.
Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den Intel Brawijaya.
Delapan petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, termasuk Mutiari selaku Kepala Personalia PT CPS dan satu-satunya perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah. Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.
Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, Trimoelja D. Soerjadi, mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.
Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI.
Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".
Upaya
yang dilakukan agar kejadian ini tidak terulang kembali adalah menerima
pendapat dengan lapang dada dan sabar dan berusaha menentukan pilihan terbaik
tanpa melakukan perbuatan keji.
3.
Kasus Munir ( Pejuang
HAM )
Munir
Said Thalib (lahir di Malang, Jawa Timur, 8 Desember 1965 – meninggal di
Jakarta jurusan ke Amsterdam, 7 September 2004 pada umur 38 tahun) adalah pria
keturunan Arab yang juga seorang aktivis HAM Indonesia. Jabatan terakhirnya
adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia
Imparsial.
Saat menjabat Koordinator Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.Jenazah Munir dimakamkan di Taman Pemakaman Umum, Kota Batu.
Istri Munir, Suciwati, bersama aktivis HAM lainnya terus menuntut pemerintah agar mengungkap kasus pembunuhan ini.
Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.
Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.
Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.
Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya.Namun demikian, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa
Saat menjabat Koordinator Kontras namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Ketika itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. Setelah Soeharto jatuh, penculikan itu menjadi alasan pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto dan diadilinya para anggota tim Mawar.Jenazah Munir dimakamkan di Taman Pemakaman Umum, Kota Batu.
Istri Munir, Suciwati, bersama aktivis HAM lainnya terus menuntut pemerintah agar mengungkap kasus pembunuhan ini.
Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.
Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.
Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.
Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang dekat Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya.Namun demikian, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa
Upaya
yang dapat dilakukan agar kejadian ini tidak terulang kmbali adalah dengan
tidak menaruh dendam kepada orang lain.
\
4. Kasus Babeh
Baekuni
Nama
Bakeuni alias Babe, mendadak terkenal. Setelah ditangkap polisi, lelaki berusia
50 tahun itu diduga menjadi pelaku pembunuhan dan mutilasi anak-anak jalanan di
Jakarta. Ada yang dibuang di Jakarta, sebagian “dikubur” di sawah milik
keluarganya di tepi Kali Gluthak Desa Mranggen, Magelang, Jawa Tengah. Babe
memang berasal dari desa itu.
Sebelum namanya terkenal karena kasus pembunuhan itu, nama Babe sebetulnya hanya dikenal di kalangan terbatas: Anak-anak jalanan dan beberapa penggiat anak-anak jalanan. Di mata anak-anak itu, yang sebagian kini beranjak dewasa, Babe adalah dewa penolong. Bukan saja dia menyediakan tempat menginap di kontrakannya di Gang Mesjid RT 06/02, Pulogadung, Jakarta Timur tapi Babe juga melindungi anak-anak itu. “Pernah suatu hari, teman saya bernama Diki, dipalak laki-laki bernama Gomgom. Laki-laki itu lebih tua dan lebih besar dibandingkan Diki.
Ketika Diki mengadu ke Babe, Gomgom langsung didatangi Babe dan diancam,” kata Anggi Setiawan, 17 tahun, yang pernah ikut dan tinggal bersama Babe. Perkenalan Anggi dengan Babe terjadi 10 tahun silam, saat usia Anggi baru tujuh tahun. Anggi ingat, saat itu dia sedang mengamen di pintu tol Cakung, ketika melihat banyak anak-anak pengamen lainnya akrab dengan seorang pria penjual rokok. “Anak-anak itu memanggilnya Babe,” kenang Anggi.
Sejak itu Anggi kemudian tinggal di rumah Babe. Di kontrakan itu, setiap hari empat hingga lima anak jalanan menginap. Kalau akhir pekan, jumlahnya bisa bertambah hingga 15 anak. Kata Anggi, semua anak diperlakukan sama. Anggi ingat, Babe selalu memotong pendek, rambut anak-anak jalanan itu. Potongannya seragam: Bagian depan dibiarkan panjang, dan dipangkas habis di bagian belakang. Karena air untuk mandi terbatas, bergiliran anak-anak itu dimandikan Babe.
Biasanya kata Anggi, dimulai dengan guyuran dari atas lalu tangan anak-anak itu direntangkan. Babe kemudian menyabuni tubuh anakanak dengan deterjen. Sabun cuci itu juga digunakan sebagai sampo. “Nunduk, nunduk,” Anggi masih ingat kata-kata Babe saat 10 tahun lalu memandikannya. Ketika anak-anak itu sudah terlelap, jam dua pagi, Babe biasanya bangun dan mencuci baju anakanak. Dia keluar rumah sekitar jam lima pagi untuk berjualan rokok, dan kembali ke rumah sekitar jam 10 pagi untuk membangunkan anakanak. Sarapan pagi sudah disediakan Babe.
Menunya menu ikan cuek goreng, sayur sawi dan satu baskom sambal. Malam hari, Babe mengajak patungan membeli mi instan. “Dia juga memasak nasi goreng untuk kami,” kata Anggi. Begitu seterusnya, setiap hari. Kalau misalnya ada anak yang sakit, Babe pula yang mengobati mereka. Biasanya, kata Anggi, Babe ngerokin anak-anak itu. “Dia disayangi anakanak, dan saya menganggap sebagai orang tua sendiri,” kata Anggi yang masih punya orang tua, dan tinggal di Tanjung Priok. Sumber Unicef Deni 13 tahun yang juga pernah tinggal di kontrakan Babe bercerita, Babe selalu mengajarkan anak-anak itu agar uang hasil mengamen dikumpulkan dan diberikan kepada orang tua masing-masing.
Sebagian anak-anak jalanan yang tinggal di rumah Babe, memang masih memiliki orang tua, termasuk Anggi. Kalau anak-anak itu tidak menurut, misalnya, Babe mengancam mereka agar tidak tinggal bersamanya. Sering pula Babe mengajak anakanak itu ke Magelang, tempat asal Babe. Sebelum berangkat, Babe meminta mereka menabung, untuk bekal ongkos. Sehari lima ribu rupiah. “Saya pernah ikut Babe, Desember lalu, setelah menabung selama satu bulan,” kata Deni.
Mungkin karena semua perhatiannya kepada anak-anak itu, beberapa tahun lalu Babe pernah menjadi sumber Unicef. Badan PBB itu mencoba mengangkat kehidupan anakanak jalanan termasuk yang ada di Jakarta dan di tempat Babe. Kini semua berubah. Babe ditangkap polisi dan diduga sebagai pelaku pembunuhan terhadap anak-anak jalanan itu. Kepada polisi, Babe mengaku membunuh 10 anak sejak 1995 tapi Arist Merdeka Sirait meragukan keterangannya. Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak itu menduga korban Babe bisa lebih 15 orang. Alasan Arist, ada sekitar 15 foto anak jalanan yang dikoleksi Babe.
“Menurut keterangan anak jalanan, foto-foto yang disimpan itu yang disenangi dia (Babe),” kata Arist. Benarkah Babe yang melakukan semua pembunuhan sadis itu? “Polisi menunjukkan foto-foto korban. Babe enggak mengakui kalau memang tidak kenal. Dia akan bilang enggak kenal,” kata Rangga B. Rikuser, pengacara Babe. Mengutip keterangan Babe, Rangga bercerita, Babe membunuh anakanak itu dengan cara dijerat menggunakan tali plastik. Biasanya, Babe membelakangi korban, lalu leher mereka dikalungi tali plastik. Tangan kanan Babe kemudian mendorong kepala korban ke depan, dan tangan kirinya menarik tali ke belakang.
“Dia menikmati erangan bocah-bocah yang dijerat lehernya itu. Detik-detik bocah itu meregang nyawa menjadi sensasi tersendiri bagi Babe,” kata Rangga. Jika korban sudah meninggal, barulah Babe menggauli bocah-bocah itu. “Korbannya pasti berkulit bersih dan putih, karena sewaktu anak-anak, kulit Babe juga bersih,” kata Rangga. Babe bukan tidak menyesal melakukan pembunuhan itu. Masih menurut Rangga, usai memotong tubuh korbannya, Babe selalu menyesal tapi dia juga sulit menghentikan nafsunya. Babe, karena itu, juga seolah selalu memberi tanda ke polisi agar kelakuannya segera terungkap.
Caranya, setiap korban yang dibunuh, selalu dia letakkan dalam kardus air mineral. “Sehari-hari dia kan berdagang rokok, dan air mineral,” kata Rangga. Dan tanda dari Babe itu baru diketahui polisi, awal Januari silam: Sebuah kardus air mineral ditemukan berisi potongan tubuh seorang bocah, yang belakangan diketahui bernama Ardiansyah 10 tahun. Babe atau yang dikenal juga dengan sebutan Bungkih ditangkap dan diduga sebagai pelakunya. Dari mulut Babe, belakangan muncul pengakuan, jumlah korban yang dibunuhnya bisa lebih 10 orang. Semuanya dimasukkan dalam kardus air mineral. “Saya percaya dan tidak percaya dia jadi pembunuh,” kata Anggi. _ rangga prakoso.
Sebelum namanya terkenal karena kasus pembunuhan itu, nama Babe sebetulnya hanya dikenal di kalangan terbatas: Anak-anak jalanan dan beberapa penggiat anak-anak jalanan. Di mata anak-anak itu, yang sebagian kini beranjak dewasa, Babe adalah dewa penolong. Bukan saja dia menyediakan tempat menginap di kontrakannya di Gang Mesjid RT 06/02, Pulogadung, Jakarta Timur tapi Babe juga melindungi anak-anak itu. “Pernah suatu hari, teman saya bernama Diki, dipalak laki-laki bernama Gomgom. Laki-laki itu lebih tua dan lebih besar dibandingkan Diki.
Ketika Diki mengadu ke Babe, Gomgom langsung didatangi Babe dan diancam,” kata Anggi Setiawan, 17 tahun, yang pernah ikut dan tinggal bersama Babe. Perkenalan Anggi dengan Babe terjadi 10 tahun silam, saat usia Anggi baru tujuh tahun. Anggi ingat, saat itu dia sedang mengamen di pintu tol Cakung, ketika melihat banyak anak-anak pengamen lainnya akrab dengan seorang pria penjual rokok. “Anak-anak itu memanggilnya Babe,” kenang Anggi.
Sejak itu Anggi kemudian tinggal di rumah Babe. Di kontrakan itu, setiap hari empat hingga lima anak jalanan menginap. Kalau akhir pekan, jumlahnya bisa bertambah hingga 15 anak. Kata Anggi, semua anak diperlakukan sama. Anggi ingat, Babe selalu memotong pendek, rambut anak-anak jalanan itu. Potongannya seragam: Bagian depan dibiarkan panjang, dan dipangkas habis di bagian belakang. Karena air untuk mandi terbatas, bergiliran anak-anak itu dimandikan Babe.
Biasanya kata Anggi, dimulai dengan guyuran dari atas lalu tangan anak-anak itu direntangkan. Babe kemudian menyabuni tubuh anakanak dengan deterjen. Sabun cuci itu juga digunakan sebagai sampo. “Nunduk, nunduk,” Anggi masih ingat kata-kata Babe saat 10 tahun lalu memandikannya. Ketika anak-anak itu sudah terlelap, jam dua pagi, Babe biasanya bangun dan mencuci baju anakanak. Dia keluar rumah sekitar jam lima pagi untuk berjualan rokok, dan kembali ke rumah sekitar jam 10 pagi untuk membangunkan anakanak. Sarapan pagi sudah disediakan Babe.
Menunya menu ikan cuek goreng, sayur sawi dan satu baskom sambal. Malam hari, Babe mengajak patungan membeli mi instan. “Dia juga memasak nasi goreng untuk kami,” kata Anggi. Begitu seterusnya, setiap hari. Kalau misalnya ada anak yang sakit, Babe pula yang mengobati mereka. Biasanya, kata Anggi, Babe ngerokin anak-anak itu. “Dia disayangi anakanak, dan saya menganggap sebagai orang tua sendiri,” kata Anggi yang masih punya orang tua, dan tinggal di Tanjung Priok. Sumber Unicef Deni 13 tahun yang juga pernah tinggal di kontrakan Babe bercerita, Babe selalu mengajarkan anak-anak itu agar uang hasil mengamen dikumpulkan dan diberikan kepada orang tua masing-masing.
Sebagian anak-anak jalanan yang tinggal di rumah Babe, memang masih memiliki orang tua, termasuk Anggi. Kalau anak-anak itu tidak menurut, misalnya, Babe mengancam mereka agar tidak tinggal bersamanya. Sering pula Babe mengajak anakanak itu ke Magelang, tempat asal Babe. Sebelum berangkat, Babe meminta mereka menabung, untuk bekal ongkos. Sehari lima ribu rupiah. “Saya pernah ikut Babe, Desember lalu, setelah menabung selama satu bulan,” kata Deni.
Mungkin karena semua perhatiannya kepada anak-anak itu, beberapa tahun lalu Babe pernah menjadi sumber Unicef. Badan PBB itu mencoba mengangkat kehidupan anakanak jalanan termasuk yang ada di Jakarta dan di tempat Babe. Kini semua berubah. Babe ditangkap polisi dan diduga sebagai pelaku pembunuhan terhadap anak-anak jalanan itu. Kepada polisi, Babe mengaku membunuh 10 anak sejak 1995 tapi Arist Merdeka Sirait meragukan keterangannya. Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak itu menduga korban Babe bisa lebih 15 orang. Alasan Arist, ada sekitar 15 foto anak jalanan yang dikoleksi Babe.
“Menurut keterangan anak jalanan, foto-foto yang disimpan itu yang disenangi dia (Babe),” kata Arist. Benarkah Babe yang melakukan semua pembunuhan sadis itu? “Polisi menunjukkan foto-foto korban. Babe enggak mengakui kalau memang tidak kenal. Dia akan bilang enggak kenal,” kata Rangga B. Rikuser, pengacara Babe. Mengutip keterangan Babe, Rangga bercerita, Babe membunuh anakanak itu dengan cara dijerat menggunakan tali plastik. Biasanya, Babe membelakangi korban, lalu leher mereka dikalungi tali plastik. Tangan kanan Babe kemudian mendorong kepala korban ke depan, dan tangan kirinya menarik tali ke belakang.
“Dia menikmati erangan bocah-bocah yang dijerat lehernya itu. Detik-detik bocah itu meregang nyawa menjadi sensasi tersendiri bagi Babe,” kata Rangga. Jika korban sudah meninggal, barulah Babe menggauli bocah-bocah itu. “Korbannya pasti berkulit bersih dan putih, karena sewaktu anak-anak, kulit Babe juga bersih,” kata Rangga. Babe bukan tidak menyesal melakukan pembunuhan itu. Masih menurut Rangga, usai memotong tubuh korbannya, Babe selalu menyesal tapi dia juga sulit menghentikan nafsunya. Babe, karena itu, juga seolah selalu memberi tanda ke polisi agar kelakuannya segera terungkap.
Caranya, setiap korban yang dibunuh, selalu dia letakkan dalam kardus air mineral. “Sehari-hari dia kan berdagang rokok, dan air mineral,” kata Rangga. Dan tanda dari Babe itu baru diketahui polisi, awal Januari silam: Sebuah kardus air mineral ditemukan berisi potongan tubuh seorang bocah, yang belakangan diketahui bernama Ardiansyah 10 tahun. Babe atau yang dikenal juga dengan sebutan Bungkih ditangkap dan diduga sebagai pelakunya. Dari mulut Babe, belakangan muncul pengakuan, jumlah korban yang dibunuhnya bisa lebih 10 orang. Semuanya dimasukkan dalam kardus air mineral. “Saya percaya dan tidak percaya dia jadi pembunuh,” kata Anggi. _ rangga prakoso.
5.
Kontroversi G30S PKI
Di antara kasus-kasus pelang garan berat HAM, perkara seputar peristiwa G30S bagi KKR
bakal menjadi kasus kontroversial. Dilema bisa muncul dengan terlibatnya KKR
untuk memangani kasus pembersihan para aktivis PKI.
Peneliti LIPI Asvi Marwan Adam melihat, kalau pembantaian sebelum 1 Oktober 1965 yang memakan banyak korban dari pihak Islam, karena pelakunya sama-sama sipil, lebih mudah rekonsiliasi. ”Anggaplah kasus ini selesai,” jelasnya. Persoalan muncul ketika KKR mencoba menyesaikan pembantaian yang terjadi pasca G30S.
Asvi menjelaskan, begitu Soeharto pada 1 Oktober 1965 berhasil menguasai keadaan, sore harinya keluar pengumuman Peperalda Jaya yang melarang semua surat kabar terbit –kecuali Angkatan Bersenjata (AB) dan Berita Yudha. Dengan begitu, seluruh informasi dikuasai tentara.
Berita yang terbit oleh kedua koran itu kemudian direkayasa untuk mengkambinghitamkan PKI sebagai dalang G30S yang didukung Gerwani sebagai simbol kebejatan moral. Informasi itu kemudian diserap oleh koran-koran lain yang baru boleh terbit 6 Oktober 1965.
Percobaan kudeta 1 Oktober, kemudian diikuti pembantaian massal di Indonesia. Banyak sumber yang memberitakan perihal jumlah korban pembantaian pada 1965/1966 itu tidak mudah diketahui secara persis. Dari 39 artikel yang dikumpulkan Robert Cribb (1990:12) jumlah korban berkisar antara 78.000 sampai dua juta jiwa, atau rata-rata 432.590 orang.
Cribb mengatakan, pembantaian itu dilakukan dengan cara sederhana. ”Mereka menggunakan alat pisau atau golok,” urai Cribb. Tidak ada kamar gas seperti Nazi. Orang yang dieksekusi juga tidak dibawa ke tempat jauh sebelum dibantai. Biasanya mereka terbunuh di dekat rumahnya. Ciri lain, menurutnya, ”Kejadian itu biasanya malam.” Proses pembunuhan berlangsung cepat, hanya beberapa bulan. Nazi memerlukan waktu bertahun-tahun dan Khmer Merah melakukannya dalam tempo empat tahun.
Cribb menambahkan, ada empat faktor yang menyulut pembantaian masal itu. Pertama, budaya amuk massa, sebagai unsur penopang kekerasan. Kedua, konflik antara golongan komunis dengan para pemuka agama islam yang sudah berlangsung sejak 1960-an. Ketiga, militer yang diduga berperan dalam menggerakkan massa. Keempat, faktor provokasi media yang menyebabkan masyarakat geram.
Peran media militer, koran AB dan Berita Yudha, juga sangat krusial. Media inilah yang semula menyebarkan berita sadis tentang Gerwani yang menyilet kemaluan para Jenderal. Padahal, menurut Cribb, berdasarkan visum, seperti diungkap Ben Anderson (1987) para jenazah itu hanya mengalami luka tembak dan memar terkena popor senjata atau terbentur dinding tembok sumur. Berita tentang kekejaman Gerwani itu memicu kemarahan massa.
Karena itu, Asvi mengingatkan bahwa peristiwa pembunuhan massal pada 1965/66 perlu dipisahkan antara konflik antar masyarakat dengan kejahatan yang dilakukan oleh negara. Pertikaian antar masyarakat, meski memakan banyak korban bisa diselesaikan. Yang lebih parah adalah kejahatan yang dilakukan negara terhadap masyarakat, menyangkut dugaan keterlibatan militer (terutama di Jawa Tengah) dalam berbagai bentuk penyiksaan dan pembunuhan.
Menurut Cribb, dalam banyak kasus, pembunuhan baru dimulai setelah datangnya kesatuan elit militer di tempat kejadian yang memerintahkan tindakan kekerasan. ”Atau militer setidaknya memberi contoh,” ujarnya. Ini perlu diusut. Keterlibatan militer ini, masih kata Cribb, untuk menciptakan kerumitan permasalahan. Semakin banyak tangan yang berlumuran darah dalam penghancuran komunisme, semakin banyak tangan yang akan menentang kebangkitan kembali PKI dan dengan demikian tidak ada yang bisa dituduh sebagai sponsor pembantaian.
Sebuah sarasehan Generasi Muda Indonesia yang diselenggarakan di Univesitas Leuwen Belgia 23 September 2000 dengan tema ”Mawas Diri Peristiwa 1965: Sebuah Tinjauan Ulang Sejarah”, secara tegas menyimpulkan agar dalam memandang peristiwa G30S harus dibedakan antara peristiwa 1 Oktober dan sesudahnya, yaitu berupa pembantaian massal yang dikatakan tiada taranya dalam sejarah modern Indonesia, bahkan mungkin dunia, sampai hari ini.
Peritiwa inilah, simpul pertemuan itu, merupakan kenyataan gamblang yang pernah disaksikan banyak orang dan masih menjadi memoar kolektif sebagian mereka yang masih hidup.
Hardoyo, seorang mantan anggota DPRGR/MPRS dari Fraksi Golongan Karya Muda, satu ide dengan hasil pertemuan Belgia. ”Biar adil mestinya langkah itu yang kita lakukan.”
Mantan tahanan politik 1966-1979 ini kemudian bercerita. “saya pernah mewawancarai seorang putera dari sepasang suami-isteri guru SD di sebuah kota di Jawa Tengah. Sang ayah yang anggota PGRI itu dibunuh awal November 1965. Sang ibu yang masih hamil tua sembilan bulan dibiarkan melahirkan putera terakhirnya, dan tiga hari setelah sang anak lahir ia diambil dari rumah sakit persalinan dan langsung dibunuh.”
Menurut pengakuan sang putera yang pada 1965 berusia 14 tahun, keluarga dari pelaku pembunuhan orang tuanya itu mengirim pengakuan bahwa mereka itu terpaksa melakukan pembunuhan karena diperintah atasannya. Sedangkan Ormas tertentu yang menggeroyok dan menangkap orang tuanya mengatakan bahwa mereka diperintah oleh pimpinannya karena jika tidak merekalah yang akan dibunuh. Pimpinannya itu kemudian mengakui bahwa mereka hanya meneruskan perintah yang berwajib.
Hardoyo menambahkan: kemudian saya tanya, ”Apakah Anda menyimpan dendam?” Sang anak menjawab, ”Semula Ya.” Tapi setelah kami mempelajari masalahnya, dendam saya hilang. ”Mereka hanyalah pelaksana yang sebenarnya tak tahu menahu masalahnya.” Mereka, tambah Hardoyo, juga bagian dari korban sejarah dalam berbagai bentuk dan sisinya.
Bisa jadi memang benar, dalam soal G30S atau soal PKI pada umumnya, peran KKR kelak harus memilah secara tegas, pasca 1 Oktober versus sebelum 1 Oktober.
Peneliti LIPI Asvi Marwan Adam melihat, kalau pembantaian sebelum 1 Oktober 1965 yang memakan banyak korban dari pihak Islam, karena pelakunya sama-sama sipil, lebih mudah rekonsiliasi. ”Anggaplah kasus ini selesai,” jelasnya. Persoalan muncul ketika KKR mencoba menyesaikan pembantaian yang terjadi pasca G30S.
Asvi menjelaskan, begitu Soeharto pada 1 Oktober 1965 berhasil menguasai keadaan, sore harinya keluar pengumuman Peperalda Jaya yang melarang semua surat kabar terbit –kecuali Angkatan Bersenjata (AB) dan Berita Yudha. Dengan begitu, seluruh informasi dikuasai tentara.
Berita yang terbit oleh kedua koran itu kemudian direkayasa untuk mengkambinghitamkan PKI sebagai dalang G30S yang didukung Gerwani sebagai simbol kebejatan moral. Informasi itu kemudian diserap oleh koran-koran lain yang baru boleh terbit 6 Oktober 1965.
Percobaan kudeta 1 Oktober, kemudian diikuti pembantaian massal di Indonesia. Banyak sumber yang memberitakan perihal jumlah korban pembantaian pada 1965/1966 itu tidak mudah diketahui secara persis. Dari 39 artikel yang dikumpulkan Robert Cribb (1990:12) jumlah korban berkisar antara 78.000 sampai dua juta jiwa, atau rata-rata 432.590 orang.
Cribb mengatakan, pembantaian itu dilakukan dengan cara sederhana. ”Mereka menggunakan alat pisau atau golok,” urai Cribb. Tidak ada kamar gas seperti Nazi. Orang yang dieksekusi juga tidak dibawa ke tempat jauh sebelum dibantai. Biasanya mereka terbunuh di dekat rumahnya. Ciri lain, menurutnya, ”Kejadian itu biasanya malam.” Proses pembunuhan berlangsung cepat, hanya beberapa bulan. Nazi memerlukan waktu bertahun-tahun dan Khmer Merah melakukannya dalam tempo empat tahun.
Cribb menambahkan, ada empat faktor yang menyulut pembantaian masal itu. Pertama, budaya amuk massa, sebagai unsur penopang kekerasan. Kedua, konflik antara golongan komunis dengan para pemuka agama islam yang sudah berlangsung sejak 1960-an. Ketiga, militer yang diduga berperan dalam menggerakkan massa. Keempat, faktor provokasi media yang menyebabkan masyarakat geram.
Peran media militer, koran AB dan Berita Yudha, juga sangat krusial. Media inilah yang semula menyebarkan berita sadis tentang Gerwani yang menyilet kemaluan para Jenderal. Padahal, menurut Cribb, berdasarkan visum, seperti diungkap Ben Anderson (1987) para jenazah itu hanya mengalami luka tembak dan memar terkena popor senjata atau terbentur dinding tembok sumur. Berita tentang kekejaman Gerwani itu memicu kemarahan massa.
Karena itu, Asvi mengingatkan bahwa peristiwa pembunuhan massal pada 1965/66 perlu dipisahkan antara konflik antar masyarakat dengan kejahatan yang dilakukan oleh negara. Pertikaian antar masyarakat, meski memakan banyak korban bisa diselesaikan. Yang lebih parah adalah kejahatan yang dilakukan negara terhadap masyarakat, menyangkut dugaan keterlibatan militer (terutama di Jawa Tengah) dalam berbagai bentuk penyiksaan dan pembunuhan.
Menurut Cribb, dalam banyak kasus, pembunuhan baru dimulai setelah datangnya kesatuan elit militer di tempat kejadian yang memerintahkan tindakan kekerasan. ”Atau militer setidaknya memberi contoh,” ujarnya. Ini perlu diusut. Keterlibatan militer ini, masih kata Cribb, untuk menciptakan kerumitan permasalahan. Semakin banyak tangan yang berlumuran darah dalam penghancuran komunisme, semakin banyak tangan yang akan menentang kebangkitan kembali PKI dan dengan demikian tidak ada yang bisa dituduh sebagai sponsor pembantaian.
Sebuah sarasehan Generasi Muda Indonesia yang diselenggarakan di Univesitas Leuwen Belgia 23 September 2000 dengan tema ”Mawas Diri Peristiwa 1965: Sebuah Tinjauan Ulang Sejarah”, secara tegas menyimpulkan agar dalam memandang peristiwa G30S harus dibedakan antara peristiwa 1 Oktober dan sesudahnya, yaitu berupa pembantaian massal yang dikatakan tiada taranya dalam sejarah modern Indonesia, bahkan mungkin dunia, sampai hari ini.
Peritiwa inilah, simpul pertemuan itu, merupakan kenyataan gamblang yang pernah disaksikan banyak orang dan masih menjadi memoar kolektif sebagian mereka yang masih hidup.
Hardoyo, seorang mantan anggota DPRGR/MPRS dari Fraksi Golongan Karya Muda, satu ide dengan hasil pertemuan Belgia. ”Biar adil mestinya langkah itu yang kita lakukan.”
Mantan tahanan politik 1966-1979 ini kemudian bercerita. “saya pernah mewawancarai seorang putera dari sepasang suami-isteri guru SD di sebuah kota di Jawa Tengah. Sang ayah yang anggota PGRI itu dibunuh awal November 1965. Sang ibu yang masih hamil tua sembilan bulan dibiarkan melahirkan putera terakhirnya, dan tiga hari setelah sang anak lahir ia diambil dari rumah sakit persalinan dan langsung dibunuh.”
Menurut pengakuan sang putera yang pada 1965 berusia 14 tahun, keluarga dari pelaku pembunuhan orang tuanya itu mengirim pengakuan bahwa mereka itu terpaksa melakukan pembunuhan karena diperintah atasannya. Sedangkan Ormas tertentu yang menggeroyok dan menangkap orang tuanya mengatakan bahwa mereka diperintah oleh pimpinannya karena jika tidak merekalah yang akan dibunuh. Pimpinannya itu kemudian mengakui bahwa mereka hanya meneruskan perintah yang berwajib.
Hardoyo menambahkan: kemudian saya tanya, ”Apakah Anda menyimpan dendam?” Sang anak menjawab, ”Semula Ya.” Tapi setelah kami mempelajari masalahnya, dendam saya hilang. ”Mereka hanyalah pelaksana yang sebenarnya tak tahu menahu masalahnya.” Mereka, tambah Hardoyo, juga bagian dari korban sejarah dalam berbagai bentuk dan sisinya.
Bisa jadi memang benar, dalam soal G30S atau soal PKI pada umumnya, peran KKR kelak harus memilah secara tegas, pasca 1 Oktober versus sebelum 1 Oktober.
Upaya
yang dilakukan agar kejadian ini tidak terjadi lagi adalah dengan menjaga perdamaian dan kebersamaan
antara satu sama lain.
6.
Bom Bali I ( 12 Oktober 2002 )
Faktor
utama penyebab kegiatan terorisme akan semakin marak di sekitar kita karena
kejahatan tersebut merupakan kejahatan yang bisa dibilang sangat kompleks.
Banyak sekali faktor penyebab yang dapat mendasari dan melatarbelakangi
seseorang untuk menjadi teroris. Inilah yang menyebabkan sulitnya pencegahan
terorisme. Pada saat seperti sekarang ini, kegiatan-kegiatan terorisme hampir
seluruhnya dikaitkan dengan islam. Islam dipandang sebagai salah satu agama
yang keras dan menggunakan cara-cara seperti aksi terorisme untuk menjalankan
beberapa tujuan misalnya jihad. Dengan dalih menjalankan syariat Islam, terror
demi terror dilakukan. Sama seperti terror yang dilakukan oleh pelaku Bom Bali
I maupun Bom Bali II yang samasama mengatasnamakan agama sebagai alasan
untuk melakukan aksi terror. Mereka bertujuan untuk mencelakai turis
mancanegara yang mereka anggap sebgai musuh mereka, karena dianggap tidak
sepaham dengan ajaran yang mereka miliki.Bom Bali terjadi pada malam hari
tanggal 12 Oktober 2002 di kota kecamatan Kuta di pulau Bali,
Indonesia, mengorbankan 202 orang dan mencederakan 209 yang lain, kebanyakan
merupakan wisatawan asing. Peristiwa ini sering dianggap sebagai peristiwa
terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.
Beberapa orang Indonesia telah dijatuhi hukuman mati karena peranan mereka dalam pengeboman tersebut. Abu Bakar Baashir, yang diduga sebagai salah satu yang terlibat dalam memimpin pengeboman ini, dinyatakan tidak bersalah pada Maret 2005 atas konspirasi serangan bom ini, dan hanya divonis atas pelanggaran keimigrasian.
Korban Bom Bali I :
Beberapa orang Indonesia telah dijatuhi hukuman mati karena peranan mereka dalam pengeboman tersebut. Abu Bakar Baashir, yang diduga sebagai salah satu yang terlibat dalam memimpin pengeboman ini, dinyatakan tidak bersalah pada Maret 2005 atas konspirasi serangan bom ini, dan hanya divonis atas pelanggaran keimigrasian.
Korban Bom Bali I :
*
Australia 88
* Indonesia 38 (kebanyakan suku Bali)
* Britania Raya 26
* Amerika Serikat 7
* Jerman 6
* Swedia 5
* Belanda 4
* Perancis 4
* Denmark 3
* Selandia Baru 3
* Swiss 3
* Brasil 2
* Kanada 2
* Jepang 2
* Afrika Selatan 2
* Korea Selatan 2
* Ekuador 1
* Yunani 1
* Italia 1
* Polandia 1
* Portugal 1
* Taiwan 1
* Indonesia 38 (kebanyakan suku Bali)
* Britania Raya 26
* Amerika Serikat 7
* Jerman 6
* Swedia 5
* Belanda 4
* Perancis 4
* Denmark 3
* Selandia Baru 3
* Swiss 3
* Brasil 2
* Kanada 2
* Jepang 2
* Afrika Selatan 2
* Korea Selatan 2
* Ekuador 1
* Yunani 1
* Italia 1
* Polandia 1
* Portugal 1
* Taiwan 1
Pelaku Bom Bali I :
*
Abdul Goni, didakwa seumur hidup
* Abdul Hamid (kelompok Solo)
* Abdul Rauf (kelompok Serang)
* Abdul Aziz alias Imam Samudra, terpidana mati
* Achmad Roichan
* Ali Ghufron alias Mukhlas, terpidana mati
* Ali Imron alias Alik, didakwa seumur hidup
* Amrozi bin Nurhasyim alias Amrozi, terpidana mati
* Andi Hidayat (kelompok Serang)
* Andi Oktavia (kelompok Serang)
* Arnasan alias Jimi, tewas
* Bambang Setiono (kelompok Solo)
* Budi Wibowo (kelompok Solo)
* Dr Azahari alias Alan (tewas dalam penyergapan oleh polisi di Kota Batu tanggal 9 November 2005)
* Dulmatin
* Feri alias Isa, meninggal dunia
* Herlambang (kelompok Solo)
* Hernianto (kelompok Solo)
* Idris alias Johni Hendrawan
* Junaedi (kelompok Serang)
* Makmuri (kelompok Solo)
* Mohammad Musafak (kelompok Solo)
* Mohammad Najib Nawawi (kelompok Solo)
* Umar Kecil alias Patek
* Utomo Pamungkas alias Mubarok, didakwa seumur hidup
* Zulkarnaen
* Abdul Hamid (kelompok Solo)
* Abdul Rauf (kelompok Serang)
* Abdul Aziz alias Imam Samudra, terpidana mati
* Achmad Roichan
* Ali Ghufron alias Mukhlas, terpidana mati
* Ali Imron alias Alik, didakwa seumur hidup
* Amrozi bin Nurhasyim alias Amrozi, terpidana mati
* Andi Hidayat (kelompok Serang)
* Andi Oktavia (kelompok Serang)
* Arnasan alias Jimi, tewas
* Bambang Setiono (kelompok Solo)
* Budi Wibowo (kelompok Solo)
* Dr Azahari alias Alan (tewas dalam penyergapan oleh polisi di Kota Batu tanggal 9 November 2005)
* Dulmatin
* Feri alias Isa, meninggal dunia
* Herlambang (kelompok Solo)
* Hernianto (kelompok Solo)
* Idris alias Johni Hendrawan
* Junaedi (kelompok Serang)
* Makmuri (kelompok Solo)
* Mohammad Musafak (kelompok Solo)
* Mohammad Najib Nawawi (kelompok Solo)
* Umar Kecil alias Patek
* Utomo Pamungkas alias Mubarok, didakwa seumur hidup
* Zulkarnaen
Upaya
mengatasi kejadian ini adalah dengan
menyadarkan apa arti jihad sebenarnya dan mengurangi tempat-tempat yang
biasanya menjadi tempat berbuat maksiat
7. Bom Bali II ( 1
Oktober 2005 )
Pengeboman
Bali 2005 adalah sebuah seri pengeboman yang terjadi di Bali pada 1 Oktober
2005. Terjadi tiga pengeboman, satu di Kuta dan dua di Jimbaran dengan
sedikitnya 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka.
Pada acara konferensi pers, presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan telah mendapat peringatan mulai bulan Juli 2005 akan adanya serangan terorisme di Indonesia. Namun aparat mungkin menjadi lalai karena pengawasan adanya kenaikan harga BBM, sehingga menjadi peka.
Tempat-tempat yang dibom:
* Kafé Nyoman
* Kafé Menega
* Restoran R.AJA’s, Kuta Square
Pada acara konferensi pers, presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan telah mendapat peringatan mulai bulan Juli 2005 akan adanya serangan terorisme di Indonesia. Namun aparat mungkin menjadi lalai karena pengawasan adanya kenaikan harga BBM, sehingga menjadi peka.
Tempat-tempat yang dibom:
* Kafé Nyoman
* Kafé Menega
* Restoran R.AJA’s, Kuta Square
Menurut
Kepala Desk Antiteror Kantor Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan
(Menko Polhukam), Inspektur Jenderal (Purn.) Ansyaad Mbai, bukti awal
menandakan bahwa serangan ini dilakukan oleh paling tidak tiga pengebom bunuh
diri dalam model yang mirip dengan pengeboman tahun 2002. Serpihan ransel dan
badan yang hancur berlebihan dianggap sebagai bukti pengeboman bunuh diri.
Namun ada juga kemungkinan ransel-ransel tersebut disembunyikan di dalam
restoran sebelum diledakkan.
Komisioner Polisi Federal Australia Mick Keelty mengatakan bahwa bom yang digunakan tampaknya berbeda dari ledakan sebelumnya yang terlihat kebanyakan korban meninggal dan terluka diakibatkan oleh shrapnel (serpihan tajam), dan bukan ledakan kimia. Pejabat medis menunjukan hasil sinar-x bahwa ada benda asing yang digambarkan sebagai "pellet" di dalam badan korban dan seorang korban melaporkan bahwa bola bearing masuk ke belakang tubuhnya
Korban Bom Bali II
23 korban tewas terdiri dari:
* 15 warga Indonesia Flag of Indonesia.svg
* 1 warga Jepang Flag of Japan.svg
* 4 warga Australia Flag of Australia.svg
* tiga lainnya diperkirakan adalah para pelaku pengeboman.
Pelaku Bom Bali II
Inspektur Jenderal Polisi Ansyaad Mbai, seorang pejabat anti-terorisme Indonesia melaporkan kepada Associated Press bahwa aksi pengeboman ini jelas merupakan "pekerjaan kaum teroris".
Serangan ini "menyandang ciri-ciri khas" serangan jaringan teroris Jemaah Islamiyah, sebuah organisasi yang berhubungan dengan Al-Qaeda, yang telah melaksanakan pengeboman di hotel Marriott, Jakarta pada tahun 2003, Kedutaan Besar Australia di Jakarta pada tahun 2004, Bom Bali 2002, dan Pengeboman Jakarta 2009. Kelompok teroris Islamis memiliki ciri khas melaksanakan serangan secara beruntun dan pada waktu yang bertepatan seperti pada 11 September 2001.
Pada 10 November 2005, Polri menyebutkan nama dua orang yang telah diidentifikasi sebagai para pelaku:
* Muhammad Salik Firdaus, dari Cikijing, Majalengka, Jawa Barat - pelaku peledakan di Kafé Nyoman
* Misno alias Wisnu (30), dari Desa Ujungmanik, Kecamatan Kawunganten, Cilacap, Jawa Tengah - pelaku peledakan di Kafé Menega.
Kemudian pada 19 November 2005, seorang lagi pelaku bernama Ayib Hidayat (25), dari Kampung Pamarikan, Ciamis, Jawa Barat diidentifikasikan.
Komisioner Polisi Federal Australia Mick Keelty mengatakan bahwa bom yang digunakan tampaknya berbeda dari ledakan sebelumnya yang terlihat kebanyakan korban meninggal dan terluka diakibatkan oleh shrapnel (serpihan tajam), dan bukan ledakan kimia. Pejabat medis menunjukan hasil sinar-x bahwa ada benda asing yang digambarkan sebagai "pellet" di dalam badan korban dan seorang korban melaporkan bahwa bola bearing masuk ke belakang tubuhnya
Korban Bom Bali II
23 korban tewas terdiri dari:
* 15 warga Indonesia Flag of Indonesia.svg
* 1 warga Jepang Flag of Japan.svg
* 4 warga Australia Flag of Australia.svg
* tiga lainnya diperkirakan adalah para pelaku pengeboman.
Pelaku Bom Bali II
Inspektur Jenderal Polisi Ansyaad Mbai, seorang pejabat anti-terorisme Indonesia melaporkan kepada Associated Press bahwa aksi pengeboman ini jelas merupakan "pekerjaan kaum teroris".
Serangan ini "menyandang ciri-ciri khas" serangan jaringan teroris Jemaah Islamiyah, sebuah organisasi yang berhubungan dengan Al-Qaeda, yang telah melaksanakan pengeboman di hotel Marriott, Jakarta pada tahun 2003, Kedutaan Besar Australia di Jakarta pada tahun 2004, Bom Bali 2002, dan Pengeboman Jakarta 2009. Kelompok teroris Islamis memiliki ciri khas melaksanakan serangan secara beruntun dan pada waktu yang bertepatan seperti pada 11 September 2001.
Pada 10 November 2005, Polri menyebutkan nama dua orang yang telah diidentifikasi sebagai para pelaku:
* Muhammad Salik Firdaus, dari Cikijing, Majalengka, Jawa Barat - pelaku peledakan di Kafé Nyoman
* Misno alias Wisnu (30), dari Desa Ujungmanik, Kecamatan Kawunganten, Cilacap, Jawa Tengah - pelaku peledakan di Kafé Menega.
Kemudian pada 19 November 2005, seorang lagi pelaku bernama Ayib Hidayat (25), dari Kampung Pamarikan, Ciamis, Jawa Barat diidentifikasikan.
8. Pembantaian di
Indonesia 1965–1966
Pembantaian
di Indonesia 1965–1966 adalah peristiwa pembantaian terhadap
orang-orang yang dituduh komunis di Indonesia pada masa setelah terjadinya Gerakan
30 September di Indonesia. Diperkirakan lebih dari setengah juta orang
dibantai dan lebih dari satu juta orang dipenjara dalam peristiwa tersebut.
Pembersihan ini merupakan peristiwa penting dalam masa transisi ke Orde Baru: Partai Komunis Indonesia (PKI) dihancurkan, pergolakan mengakibatkan
jatuhnya presiden Soekarno, dan kekuasaan selanjutnya diserahkan kepada Soeharto.
Kudeta yang gagal menimbulkan
kebencian terhadap komunis karena kesalahan dituduhkan kepada PKI. Komunisme dibersihkan dari kehidupan politik, sosial,
dan militer, dan PKI dinyatakan sebagai partai terlarang. Pembantaian dimulai
pada Oktober 1965 dan memuncak selama sisa tahun sebelum akhirnya mereda pada
awal tahun 1966. Pembersihan dimulai dari ibu kota Jakarta, yang kemudian menyebar ke Jawa Tengah dan Timur, lalu Bali. Ribuanvigilante (orang yang menegakkan hukum dengan caranya
sendiri) dan tentara angkatan darat menangkap dan membunuh orang-orang yang
dituduh sebagai anggota PKI. Meskipun pembantaian terjadi di seluruh Indonesia,
namun pembantaian terburuk terjadi di basis-basis PKI di Jawa Tengah, Timur,Bali, dan Sumatera
Utara.
Usaha Soekarno yang ingin
menyeimbangkan nasionalisme, agama, dan komunisme melalui Nasakom telah usai. Pilar pendukung utamanya, PKI,
telah secara efektif dilenyapkan oleh dua pilar lainnya-militer dan Islam
politis; dan militer berada pada
jalan menuju kekuasaan. Pada Maret 1967, Soekarno dicopot dari kekuasaannya
oleh Parlemen Sementara, dan Soeharto menjadi Presiden Sementara. Pada Maret 1968 Soeharto secara resmi terpilih
menjadi presiden.
Pembantaian ini hampir tidak pernah
disebutkan dalam buku sejarah Indonesia, dan hanya memperoleh sedikit perhatian dari
orang Indonesia maupun warga internasional.[3][4][5] Penjelasan memuaskan untuk kekejamannya telah
menarik perhatian para ahli dari berbagai prespektif ideologis. Kemungkinan
adanya pergolakan serupa dianggap sebagai faktor dalam konservatisme politik
"Orde Baru" dan kontrol ketat terhadap sistem politik. Kewaspadaan
terhadap ancaman komunis menjadi ciri dari masa kepresidenan Soeharto. Di
Barat, pembantaian dan pembersihan ini digambarkan sebagai kemenangan atas komunisme pada Perang
Dingin.
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis terbesar ketiga
di dunia. Kadernya berjumlah sekitar 300.000, sementara
anggotanya diperkirakan sebanyak dua juta orang. Selain itu PKI juga mengatur
serikat-serikat buruh.
Dukungan terhadap kepresidenan
Soekarno bergantung pada koalisi "Nasakom" antara militer, kelompok agama, dan
komunis. Perkembangan pengaruh dan kemilitanan PKI, serta dukungan Soekarno
terhadap partai tersebut, menumbuhkan kekhawatiran pada kelompok Muslim dan militer. Ketegangan mulai menyelimuti
perpolitikan Indonesia pada awal dan pertengahan tahun 1960-an. Upaya PKI untuk
mempercepat reformasi tanah menggusarkan tuan-tuan tanah dan mengancam posisi
sosial para kyai.
Pada sore tanggal 30 September dan 1 Oktober
1965, enam jenderal dibunuh oleh kelompok yang menyebut diri mereka Gerakan
30 September.
Maka pemimpin-pemimpin utama militer Indonesia tewas atau hilang, sehingga
Soeharto mengambil alih kekuasaan angkatan bersenjata. Pada 2 Oktober, ia
mengendalikan ibu kota dan mengumumkan bahwa upaya kudeta telah gagal. Angkatan
bersenjata menuduh PKI sebagai dalang peristiwa tersebut. Pada tanggal 5 Oktober, jenderal-jenderal yang
tewas dimakamkan. Propaganda militer mulai disebarkan, dan menyerukan
pembersihan di seluruh negeri. Propaganda ini berhasil meyakinkan orang-orang
Indonesia dan pemerhati internasional bahwa dalang dari semua peristiwa ini
adalah PKI. Penyangkalan PKI sama
sekali tidak berpengaruh. Maka
ketegangan dan kebencian yang terpendam selama bertahun-tahun pun meledak.
9. Tanjung Priok
Peristiwa
Tanjung Priok adalah peristiwa kerusuhan yang terjadi pada 12 September 1984 di Tanjung
Priok, Jakarta, Indonesia yang mengakibatkan sejumlah korban tewas dan
luka-luka serta sejumlah gedung rusak terbakar. Sekelompok massa melakukan
defile sambil merusak sejumlah gedung dan akhirnya bentrok dengan aparat yang
kemudian menembaki mereka. Setidaknya
9 orang tewas terbakar dalam kerusuhan tersebut dan 24 orang tewas oleh
tindakan aparat. Pada tahun 1985,
sejumlah orang yang terlibat dalam defile tersebut diadili dengan tuduhan
melakukan tindakan subversif, lalu pada tahun 2004 sejumlah aparat militer
diadili dengan tuduhan pelanggaran hak
asasi manusia pada peristiwa tersebut.[4]
Peristiwa ini berlangsung dengan latar
belakang dorongan pemerintah Orde Baru waktu itu agar semua organisasi masyarakat
menggunakan azas tunggal Pancasila . Penyebab dari peristiwa ini adalah tindakan
perampasan brosur yang mengkritik pemerintah di salahsatu mesjid di kawasan
Tanjung Priok dan penyerangan oleh massa kepada aparat.
Tanjung Priok merupakan daerah paling
padat, di mana setiap meter persegi dihuni oleh sembilan orang. Apakah sensus
ini benar atau salah, yang pasti daerah ini dipadati oleh penduduk yang
aktivitasnya non stop dua puluh empat jam. Warung-warung dan barbar buka setiap
malam. Koja, sebuah lokasi di mana peristiwa Tanjung Priok terjadi, merupakan daerah hunian kaum buruh galangan kapal, buruh-buruh pabrik, bangunan dan buruh-buruh harian yang dikenal dengan “pekerja serabutan”. Kerja perbaikan kapal merupakan kerja pokok di tempat ini. Tanjung Priok sangat terpengaruh oleh gejolak ekonomi dan mudah sekali tersulut berbagai issu. Penduduknya yang sangat padat, perputaran barang-barang keluar masuk yang dikirim ke tempat-tempat lain di pulau Jawa demikian banyak. Selain itu, tempat yang sangat miskin ini berdampingan pula dengan rumah-rumah mewah yang dijaga oleh anjing-anjing galak. Padahal daerah ini dihuni oleh berbagai golongan penduduk yang berbeda-beda kulturnya, seperti Banten, Jawa Barat, Madura, Bugis, Sulawesi. Dan semua daerah yang telah disebutkan, sangat dipengaruhi oleh kultur Islam.
Di daerah semacam Tanjung Priok, masjid merupakan barometer kehidupan, tempat berkumpulnya orang-orang tua dan anak-anak serta tempat melepas lelah dari kepenatan kerja di jalan-jalan dan lorong-lorong. Segala keruwetan masalah menjadi pusat pembicaraan dan omongan diantara para jama’ah masjid. Pada pertengahan 1984, beredar issu tentang RUU organisasi sosial yang mengharuskan penerimaan asas tunggal. Hal ini menimbulkan implikasi yang luas. Di antara pengunjung masjid di daerah ini, terdapat seorang muballigh terkenal, menyampaikan ceramah pada para jama’ahnya dengan menjadikan masalah tersebut sebagai topik pembahasan, sebab rancangan undang-undang tersebut telah lama menjadi masalah yang kontroversial.
10. Peristiwa
Kekerasan di Timor Timur
Peristiwa kekerasan di Timor Timur sekitar tahun 1999, akibat adanya jajak
pendapat bagi masyarakat disana untuk menentukan nasib sendiri.
berdasarkan hasil jajak pendapat, sebagian masyarakat Timor Timur menginginkan
Provinsi termuda Indonesia itu untuk membentuk negara yang merdeka dan berdaulat.Militer
Indonesia yang telah bertahun-tahun bertugas di sana marah dengan melakukan
berbagai tindakan anarki berupa penghangusan bangunan dan kekerasan bagi
masyarakat di sana.
Aksi Militer Indonesia tersebut mendapat reaksi dan kecaman dari
negara lain serta PBB.Media asing dari berbagai penjuru dunia pun
ikut memberitakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Timor Timur.
Karena dianggap telah melanggar hak asasi manusia. PBB awal Misi Bantuan
ke Timor Timur (UNAMET) sejak September 1999 mencatat bahwa anggota
milisi menteror dan membunuh warga sipil tak bersenjata, rumah terbakar,
menggusur sejumlah besar orang. anggota staf UNAMET menyaksikan 'milisi
bertindak dengan kekerasan dalam tampilan penuh bersenjata, polisi dan personel
militer yang baik berdiri dan menyaksikan atau secara aktif membantu milisi.
Laporan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia pada bulan September 1999
menemukan bukti bahwa Timor Timor telah melihat kampanye yang disengaja dan
sistematis merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia.
Pelanggaran-pelanggaran tersebut disertakan.:
· pembunuhan sadis,
termasuk penargetan pendukung pro-kemerdekaan, tokoh masyarakat dan anggota
klerus;
· Pengusiran yang
disengaja dan sudah lama direncanakan secara paksa antara 120.000 dan 200.000
orang (meskipun perkiraan kemudian setinggi 500.000 orang pengungsi, atau
hampir 60 persen dari populasi, 250.000 dari mereka yang menjadi pengungsi) ;
· kekerasan terhadap,
dan intimidasi dan penyiksaan, mahasiswa, intelektual dan aktivis;
· pemerkosaan
dan kekerasan seksual terhadap perempuan;
· penghilangan
paksa, dan pemisahan anggota keluarga;
· intimidasi dan
kekerasan terhadap pengungsi di kamp-kamp pengungsian;
· perekrutan
paksa orang muda Timor Timur ke dalam milisi, dan
· perusakan dan
penjarahan harta benda (Human Rights
Watch) kemudian memperkirakan bahwa 70 persen bangunan di Timor
Timur hancur).
Laporan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia merekomendasikan pembentukan
sebuah komisi internasional untuk mengumpulkan dan menganalisis bukti kejahatan
yang dilakukan. Para Sekretaris Jenderal PBB yang didirikan Komisi Penyelidik
Internasional mengenai Timor Timur untuk mengumpulkan informasi tentang
kemungkinan pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hukum kemanusiaan
internasional yang dilakukan di Timor Timur sejak Januari
1999.
11. Kasus terbunuhnya wartawan Udin
dari harian umum bernas (1996)
Empat Belas tahun lalu, tepatnya tanggal 16 Agustus 1996, wartawan
BERNAS Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin meninggal dunia di RS Bethesda
Yogyakarta. Udin meninggal setelah dianiaya orang tidak dikenal pada 13 Agustus
1996 malam, dirumahnya dusun Samalo Jl Parangtritis KM 13 Patalan Bantul
Yogyakarta. Orang tidak dikenal yang berlagak sebagai tamu itu menghantam
kepala Udin dengan sebatang besi satu kali. Namun, walaupun dengan sekali
hantam, ternyata Udin mengalami cidera yang cukup parah pada kepalanya. Analisa
dari berbagai kalangan menyimpulkan bahwa pembunuh Udin adalah orang terlatih
yang paham betul dengan titik-titik mematikan pada anatomi tubuh seseorang.
Banyak pihak meyakini bahwa kematian Udin berkaitan dengan berita
yang diwartakannya melalui harian BERNAS. Namun dalam proses selanjutnya, Dwi
Sumaji alias Iwik didudukkan sebagai tersangka pembunuh Udin karena motif
asmara atau perselingkuhan. Pengadilan akhirnya mampu membongkar rekayasa ini,
dan Iwik dibebaskan dari segala tuntutan. Namun hingga saat ini, kasus
pembunuhan Udin masih belum dapat diungkap dan menjadi X File. Bahkan berita
yang dilansir Kompas.com tanggal 16 Agustus 2010 kemarin, menunjukkan adanya
niatan sementara pihak yang menghendaki kasus Udin dinyatakan kedaluwarsa.
Kisah Udin di atas adalah penggalan perjalanan seorang jurnalis
yang mencoba mewartakan kebenaran, dalam rangka memberikan kontribusi bagi
penegakan hukum. Banyak pihak meyakini bahwa kematian Udin disebabkan berita
yang ditulisnya.
12. Kasus
POSO
Tahun
1997 indonesia dilanda krisis moneter disertai dengan fluktuasi kondisi ekonomi
dan politik yang tidak menentu, telah mengiring indonesia menuju konflik
nasional, baik secara struktural maupun horizontal. semenjak runtuhnya rezim
orde baru tahun 1998 yang di gantikan oleh oleh B.H habibie yang diharapakan
dapat menata sisitem politik yang demokrasi berkeadilan.
Pada waktu itu indonesia sangat rentan dengan perpecahan, terjadi berbagai gejolak konflik di berbagai daerah, salah satunya konflik yang terjadi di poso yang di sinyalir oleh banyak kalangan adalah konflik bernuansa SARA. Adalah pertikaian suku dan pemeluk agama islam dan kristen. Peristiwa kerusuhan diawali dengan pertikaian antardua pemuda yang berbeda agama sehingga belarut dan berhujung dengan terjadinya kerusuhan. Impliksasi – implikasi kepentingan politik elite nasional, elite lokal dan miiter militer juga diduga menyulut terjadinya konflik horizonttal sehingga sulit mencari penyelesaian yang lebih tepat. Bahkan, terkesan pihak keamanan porli lamban menangani konflik tersebut. Sehigga konflik terjadi belarut – larut yang memakan korban jiwa dan harta.
Secara umum konflik di poso sudah berkangsung tiga kali. Peristiwa pertama terjadi akhir 1998, kerusuhan pertama ini denga cepat di atasi pihak keamanan setempat kemudian di ikuti oleh komitmen kedua belah pihak yang berseteru agar tidak terulang lagi. Kan tetapi berselang kurang lebih 17 bulan kemudian tepatnya pada 16 april 2000 konflik kedua pun pecah. Pada kerusuhan ini ada dugaan bahwa ada oknum yang bermain di belakang peristiwa ini yaitu : Herman Parimo dan Yahya Patiro yang beragama kristen. Keduua oknum ini adalah termasuk elite politik dan pejabat pemerintah daerah kabupaten poso.
Menjelang pemilihan kepala detrah pada waktu itu, kader – kader dari pihak umat kristiani yang bermunculan sebagai kandidat kuat yang menjadi rival buapati saat itu, Sekwan DPRD 1 Sulawaesi tengah dan Drs. Datlin Tamalagi Kahumas Pemda Sulawesi tengah. Keduan belah pihak memilki koneksi yang rill yang amat potensial sehingga sewaktu – waktu dapat dengan mudah muncul letupan ketidaksenangan yang akhirnya pada berhujung pada kerusuha. Oleh karena itu, potensi – potensi kerusuhan pada waktu itu boleh jadi karena kekecewaan dari elite politik yang beragama kristen yang merasa termarjinalisasi dalam hal politik.
Pada waktu itu indonesia sangat rentan dengan perpecahan, terjadi berbagai gejolak konflik di berbagai daerah, salah satunya konflik yang terjadi di poso yang di sinyalir oleh banyak kalangan adalah konflik bernuansa SARA. Adalah pertikaian suku dan pemeluk agama islam dan kristen. Peristiwa kerusuhan diawali dengan pertikaian antardua pemuda yang berbeda agama sehingga belarut dan berhujung dengan terjadinya kerusuhan. Impliksasi – implikasi kepentingan politik elite nasional, elite lokal dan miiter militer juga diduga menyulut terjadinya konflik horizonttal sehingga sulit mencari penyelesaian yang lebih tepat. Bahkan, terkesan pihak keamanan porli lamban menangani konflik tersebut. Sehigga konflik terjadi belarut – larut yang memakan korban jiwa dan harta.
Secara umum konflik di poso sudah berkangsung tiga kali. Peristiwa pertama terjadi akhir 1998, kerusuhan pertama ini denga cepat di atasi pihak keamanan setempat kemudian di ikuti oleh komitmen kedua belah pihak yang berseteru agar tidak terulang lagi. Kan tetapi berselang kurang lebih 17 bulan kemudian tepatnya pada 16 april 2000 konflik kedua pun pecah. Pada kerusuhan ini ada dugaan bahwa ada oknum yang bermain di belakang peristiwa ini yaitu : Herman Parimo dan Yahya Patiro yang beragama kristen. Keduua oknum ini adalah termasuk elite politik dan pejabat pemerintah daerah kabupaten poso.
Menjelang pemilihan kepala detrah pada waktu itu, kader – kader dari pihak umat kristiani yang bermunculan sebagai kandidat kuat yang menjadi rival buapati saat itu, Sekwan DPRD 1 Sulawaesi tengah dan Drs. Datlin Tamalagi Kahumas Pemda Sulawesi tengah. Keduan belah pihak memilki koneksi yang rill yang amat potensial sehingga sewaktu – waktu dapat dengan mudah muncul letupan ketidaksenangan yang akhirnya pada berhujung pada kerusuha. Oleh karena itu, potensi – potensi kerusuhan pada waktu itu boleh jadi karena kekecewaan dari elite politik yang beragama kristen yang merasa termarjinalisasi dalam hal politik.
Wapres
menjelaskan bahwa kasus Poso terjadi bukan karena masalah agama namun adanya
rasa ketidak adilan. awal mula terjadinya konflik karena adanya demokrasi yang
secara tiba-tiba terbuka dan membuat siapapun pemenangnya akan ambil semua
kekuasaan. Padahal, pada masa sebelumnya melalui muspida setempat selalu
diusahakan adanya keseimbangan. contohnya, jika Bupatinya berasal dari kalangan
Kristen maka Wakilnya akan dicarikan dari Islam. Begitu pula sebaliknya. Dengan
demikian terjadi harmonisasi, namun dengan demokrasi tiba-tiba the winner take
all," kata Wapres. Karena pemenang mengambil alih semua kekuasaan, tambah
Wapres maka pihak yang kalah merasa telah terjadi ketidak adilan.
Keluar dari pendapat Wapres, konflik sosial yang terjadi di poso adalah bagian dari konflik individu yang dalam masyarakat yang secara dinamis tidak dapat dipisahkan dan bertalian satu sama lain. Pendapat mengenai akar dari masalah yang bertumpu pada subsistem budaya dalam hal ini menyangkut soal suku dan agama.
Argumen yang mengemuka bahwa adanya unsur suku dan agama yang mendasari konflik sosial itu adalah sesuai dengan fakta yaitu bahwa asal mula kerusuhan poso 1 berawal dari :
a) Pembacokan Ahmad yahya oleh Roy tuntuh bisalembah didalam masjid pesantren Darusalam pada bulan ramadhan.
b) Pemusnahan dan pengusiran terhadap suku – suku pendatang seperti bugis, jawa, dan gorontalo, serta kaili pada kerusuhan ke III.
c) Pemaksaan agama kristen kepada masyarakat muslim di daerah pedalaman kabupaten terutama di daerah tentena dusun III salena, sangira, toinase, Boe, dan meko yang memperkuat dugaan bahwa kerusuhan ini merupakan gerakan kristenisasi secara paksa yang mengindikasikan keterlibatan Sinode GKSD tentena.
d) Peneyerangan kelompok merah dengan bersandikan simbol – simbol perjuangan ke agamaan kristiani pada kerusuhan ke III.
e) Pembakaran rumah – rumah penduduk muslim oleh kelompok merah pada kerusuhan III. Pada kerusuhan ke I dan II terjadi aksi saling bakar ruamh penduduk antara pihak kristen dan islam.
f) Terjadi pembakaran rumah ibdah gereja dan masjid, sarana pendidikan ke dua belah pihak, pembakaran rumah penduduk asli poso di lombogia, sayo, kasintuvu.
g) Adanya pengerah anggota pasukan merah yang berasal dari suku flores, toraja dan manado.
h) Adanya pelatihan militer kristen di desa kelei yang berlangsung 1 tahun 6 bulan sebelum meledak kerusuhan III.
Keluar dari pendapat Wapres, konflik sosial yang terjadi di poso adalah bagian dari konflik individu yang dalam masyarakat yang secara dinamis tidak dapat dipisahkan dan bertalian satu sama lain. Pendapat mengenai akar dari masalah yang bertumpu pada subsistem budaya dalam hal ini menyangkut soal suku dan agama.
Argumen yang mengemuka bahwa adanya unsur suku dan agama yang mendasari konflik sosial itu adalah sesuai dengan fakta yaitu bahwa asal mula kerusuhan poso 1 berawal dari :
a) Pembacokan Ahmad yahya oleh Roy tuntuh bisalembah didalam masjid pesantren Darusalam pada bulan ramadhan.
b) Pemusnahan dan pengusiran terhadap suku – suku pendatang seperti bugis, jawa, dan gorontalo, serta kaili pada kerusuhan ke III.
c) Pemaksaan agama kristen kepada masyarakat muslim di daerah pedalaman kabupaten terutama di daerah tentena dusun III salena, sangira, toinase, Boe, dan meko yang memperkuat dugaan bahwa kerusuhan ini merupakan gerakan kristenisasi secara paksa yang mengindikasikan keterlibatan Sinode GKSD tentena.
d) Peneyerangan kelompok merah dengan bersandikan simbol – simbol perjuangan ke agamaan kristiani pada kerusuhan ke III.
e) Pembakaran rumah – rumah penduduk muslim oleh kelompok merah pada kerusuhan III. Pada kerusuhan ke I dan II terjadi aksi saling bakar ruamh penduduk antara pihak kristen dan islam.
f) Terjadi pembakaran rumah ibdah gereja dan masjid, sarana pendidikan ke dua belah pihak, pembakaran rumah penduduk asli poso di lombogia, sayo, kasintuvu.
g) Adanya pengerah anggota pasukan merah yang berasal dari suku flores, toraja dan manado.
h) Adanya pelatihan militer kristen di desa kelei yang berlangsung 1 tahun 6 bulan sebelum meledak kerusuhan III.
Dampak
kerusuhan poso dapat di bedakan dalam beberapa segi :
1. Budaya dampak sosial yang terjadi adalah :
Ø di anut kembali budaya “pengayau” dari masyarakat pedalaman (suku pamona dan suku mori).
Ø Dilanggarnya ajaran agama dari kedua kelompok yang bertikai dalam mencapai tujuan politiknya.
Ø Runtuhnya nilai – nilai kesepakatan bersama sintuwu maroso yang menjadi bingkai dalam hubungan sosial masyarakat poso yang pluralis.
2. Hukum dampak sosial yang terjadi adalah :
Ø Terjadinya disintegrasi dalam masyarakat poso ke dalam dua kelompok yaitu kelompok merah dan kelompok putih.
Ø Tidak dapat di pertahankan nilai- nilai kemanusiaan akibat terjdi kejahatan terhadap manusia seperti pembunuhan, pemerkosaan dan penganiayaan terhadap anak serta orang tua dan pelecehan seksual.
Ø Runtuhnya stabilitas keamanan, ketertiban, dan kewibawaan hulum di masyarakat kabupaten poso.
Ø Muculnya perasaan dendam dari korban – korban kerusuhan terhadap pelaku.
3. Politik dampak sosial yang terjadi adalah :
Ø Terhentinya roda pemerintahan.
Ø Jatuhnya kewibawaan pemerintah daerah terhadap masyarakat.
Ø Hilanggnya sikap demokratis dan penghormatan terhadap perbedaan pendapat masing – masing kelompok kepentingan.
Ø Legalisasi pemaksaan kehendak kelompok kepentingan dalam pencapaian tujuannya.
4. Ekonomi dampak sosial yang terjadi adalah :
Ø Lepas dan hilangnya faktor dan sumber produksi ekonomi masyarakat, seperti sawah, tanaman kebun, mesin gilingan padi, traktor tangan, rumah makan, hotel dan lain sebagainya.
Ø Eksodus besar – besaran penduduk muslim poso.
Ø Terhentinya roda perekonomian.
Ø Rawan pangan.
Ø Munculnya pengangguran dan kelangkaankesempatan kerja.
1. Budaya dampak sosial yang terjadi adalah :
Ø di anut kembali budaya “pengayau” dari masyarakat pedalaman (suku pamona dan suku mori).
Ø Dilanggarnya ajaran agama dari kedua kelompok yang bertikai dalam mencapai tujuan politiknya.
Ø Runtuhnya nilai – nilai kesepakatan bersama sintuwu maroso yang menjadi bingkai dalam hubungan sosial masyarakat poso yang pluralis.
2. Hukum dampak sosial yang terjadi adalah :
Ø Terjadinya disintegrasi dalam masyarakat poso ke dalam dua kelompok yaitu kelompok merah dan kelompok putih.
Ø Tidak dapat di pertahankan nilai- nilai kemanusiaan akibat terjdi kejahatan terhadap manusia seperti pembunuhan, pemerkosaan dan penganiayaan terhadap anak serta orang tua dan pelecehan seksual.
Ø Runtuhnya stabilitas keamanan, ketertiban, dan kewibawaan hulum di masyarakat kabupaten poso.
Ø Muculnya perasaan dendam dari korban – korban kerusuhan terhadap pelaku.
3. Politik dampak sosial yang terjadi adalah :
Ø Terhentinya roda pemerintahan.
Ø Jatuhnya kewibawaan pemerintah daerah terhadap masyarakat.
Ø Hilanggnya sikap demokratis dan penghormatan terhadap perbedaan pendapat masing – masing kelompok kepentingan.
Ø Legalisasi pemaksaan kehendak kelompok kepentingan dalam pencapaian tujuannya.
4. Ekonomi dampak sosial yang terjadi adalah :
Ø Lepas dan hilangnya faktor dan sumber produksi ekonomi masyarakat, seperti sawah, tanaman kebun, mesin gilingan padi, traktor tangan, rumah makan, hotel dan lain sebagainya.
Ø Eksodus besar – besaran penduduk muslim poso.
Ø Terhentinya roda perekonomian.
Ø Rawan pangan.
Ø Munculnya pengangguran dan kelangkaankesempatan kerja.
Konflik
sosial yang terjadi di poso ini sangat berdampak pada masyarakat khususnya
masyarakat poso itu sendiri, Mulai dari segi Budaya, Hukum, Politik, Ekonomi,
selain kehilangan nyawa dan harta benda, secara psikologis juga bendampak besar
bagi mereka yang mengalami kerusuhan itu.
Cara yang mesti kita lakukan adalah melakukan kerja sama mulai dari kalangan pengusaha hingga tingkat mahasiswa harus ikut berperan menangani konflik yang terjadi di Poso dengan melakukan tindakan nyata agar masyarakat setempat tidak hanya terfokus pada masalah politik. “Jangan hanya bergantung pada aparat keamanan. Tetapi pengusaha, ekonom, budayawan, anggota masyarakat, mahasiswa harus bersatu membangun secara paralel.
Cara yang mesti kita lakukan adalah melakukan kerja sama mulai dari kalangan pengusaha hingga tingkat mahasiswa harus ikut berperan menangani konflik yang terjadi di Poso dengan melakukan tindakan nyata agar masyarakat setempat tidak hanya terfokus pada masalah politik. “Jangan hanya bergantung pada aparat keamanan. Tetapi pengusaha, ekonom, budayawan, anggota masyarakat, mahasiswa harus bersatu membangun secara paralel.
13.
Kerusuhan Sambas
Kerusuhan
Sambas adalah
pecahnya kerusuhan antar etnis di wilayah Kabupaten
Sambas dan sekitarnya. Kerusuhan di Sambas sudah
berlangsung sekitar tujuh kali sejak 1970, namun yang terakhir ini (tahun 1999) merupakan terbesar dan akumulasi dari
kejengkelan suku Dayak dan Melayu terhadap ulah oknum-oknum pendatang dari
Madura. Akibatnya, orang-orang keturunan Madura yang sudah bermukim di Sambas
sejak awal 1900-an itu ikut menanggung dosa perusuh. Korban akibat kerusuhan Sambas terdiri
dari: 1.189 orang tewas, 168 orang luka berat, 34 orang luka ringan, 3.833
rumah dibakar dan dirusak, 12 mobil dan 9 motor dibakar/dirusak, 8
masjid/madrasah dirusak/dibakar, 2 sekolah dirusak, 1 gudang dirusak, dan
29.823 warga Madura mengungsi.
Awal peristiwa dilatar belakangi kasus
pencurian ayam oleh seorang warga suku Madura yang ditangkap dan dianiaya oleh
warga masyarakat suku melayu. Peristiwa berkembang dengan bergabungnya ratusan
warga suku Madura dan menyerang warga suku Melayu yang berakibat 3 orang suku
Melayu meninggal dunia dan 2 orang luka-luka.Selain itu terjadi pula kasus
perkelahian antara kenek angkot warga suku Melayu dengan penumpang angkot warga
suku Madura yang tidak mau membayar ongkos. Akibatnya terjadi saling balas
membalas antara warga suku Melayu dibantu suku Dayak menghadapi warga suku
Madura dalam bentuk perkelahian, penganiayaan dan pengrusakan. Peristiwa
berkembang dengan terjadinya kerusuhan, pembakaran, pengrusakan, perkelahian,
penganiayaan dan pembunuhan antara warga suku Melayu dibantu warga suku Dayak
menghadapi warga suku Madura, yang meluas sampai kedaerah sekitarnya.Telah
terjadi pengungsian warga suku Madura secara besar-besaran. Kemudian isu ini
dieksploitir oleh kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingannya.Peristiwa ini
adalah kejadian yang kesepuluh sejak tahun 1977 dan juga pernah terjadi
terhadap etnis yang lain.
Berikut proses terjadinya kerusuhan Sambas:
Pada tanggal 17 Januari 1999 pukul 01.30 WIB
telah ditangkap dan dianiaya pelaku pencurian ayam warga suku Madura oleh warga
suku Melayu. Pada tanggal 19 Januari 1999 sekitar 200 orang suku madura dari
suatu desa menyerang warga suku Melayu desa lainnya. Hari berikutnya terjadi
perkelahian antara warga suku Madura dan warga suku Melayu karena tidak
membayar ongkos angkot. Kejadian ini berkembang menjadi perkelahian antara
kelompok dan antara desa yang disertai pembakaran, pengrusakan dan tindak
kekerasan lainnya.Warga suku Melayu dibantu suku Dayak melakukan penyerangan,
pembakaran, pengrusakan, penganiayaan dan pembunuhan terhadap warga suku Madura
dan selanjutnya saling membalas. Peristiwa berkembang dengan terjadinya
pengungsian warga Madura dalam jumlah cukup besar menuju Singkawang dan
Pontianak.
Tindakan aparat keamanan antara
lain :
- Melokalisir dan mencegah meluasnya
kejadian,
- Membantu mengevakuasi para
pengungsi, melakukan pencarian dan penyelamatan suku Madura yang melarikan diri
kehutan,
- Membantu para pengungsi ditempat
penampungan,
- Mengadakan dialog dengan tokoh
masyarakat dan pemuka agama, serta
- Melakukan upaya penegakan hukum
terhadap para pelaku kriminal.
Pelaku yang ditangkap 208 orang dan
dalam proses peradilan sebanyak 59 orang, yang terdiri dari suku Madura 13
orang, suku Melayu 42 orang dan suku Dayak 4 orang. Barang bukti disita 607
pucuk senjata api rakitan, 2.336 senjata tajam, 76 bom molotov, 86 ketapel, 969
anak panah, 8 botol dan 8 toples obat mesiu, 443 butir peluru timah, 79 peluru
pipa besi, 349 butir peluru setandard ABRI dan 441 butir peluru gotri.
14.
Konflik Sampit
Konflik
Sampit adalah
pecahnya kerusuhan antar etnis di Indonesia, berawal pada Februari 2001 dan berlangsung
sepanjang tahun itu. Konflik ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan
Tengah dan meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu
kota Palangka Raya. Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran Madura dari pulau Madura.[1] Konflik tersebut pecah pada 18 Februari2001 ketika dua warga Madura diserang oleh sejumlah
warga Dayak.[2] Konflik Sampit mengakibatkan lebih dari 500
kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal.[3] Banyak warga Madura yang juga ditemukan dipenggal
kepalanya oleh suku Dayak
Konflik Sampit tahun 2001 bukanlah
insiden yang terisolasi, karena telah terjadi beberapa insiden sebelumnya
antara warga Dayak dan Madura. Konflik besar terakhir terjadi antara Desember
1996 dan Januari 1997 yang mengakibatkan 600 korban tewas.[5] Penduduk Madura pertama tiba di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah kolonial
Belanda dan dilanjutkan oleh pemerintah Indonesia.[6] Tahun 2000, transmigran membentuk 21% populasi
Kalimantan Tengah.[3] Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan
yang terus datang dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum baru
telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri
komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan.
Ada sejumlah cerita yang menjelaskan
insiden kerusuhan tahun 2001. Satu versi mengklaim bahwa ini disebabkan oleh
serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Rumor mengatakan bahwa kebakaran
ini disebabkan oleh warga Madura dan kemudian sekelompok anggota suku Dayak
mulai membakar rumah-rumah di permukiman Madura.
Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat
Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan demi mempertahankan
diri setelah beberapa anggota mereka diserang. Selain itu, juga dikatakan bahwa seorang warga
Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di
desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000. Versi lain mengklaim bahwa
konflik ini berawal dari percekcokan antara murid dari berbagai ras di sekolah
yang sama.
Sedikitnya 100 warga Madura dipenggal
kepalanya oleh suku Dayak selama konflik ini. Suku Dayak memiliki sejarah
praktik ritual pemburuan
kepala (Ngayau), meski praktik ini dianggap musnah pada awal
abad ke-20.Skala pembantaian membuat militer dan polisi sulit mengontrol situasi di Kalimantan Tengah.
Pasukan bantuan dikirim untuk membantu pasukan yang sudah ditempatkan di
provinsi ini. Pada 18 Februari, suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Polisi
menahan seorang pejabat lokal yang diduga sebagai salah satu otak pelaku di
belakang serangan ini. Orang yang ditahan tersebut diduga membayar enam orang
untuk memprovokasi kerusuhan di Sampit. Polisi juga menahan sejumlah perusuh
setelah pembantaian pertama. Kemudian, ribuan warga Dayak mengepung kantor
polisi di Palangkaraya sambil meminta pelepasan para tahanan. Polisi memenuhi
permintaan ini dan pada 28 Februari, militer berhasil membubarkan massa Dayak
dari jalanan,[11] namun kerusuhan sporadis terus berlanjut
sepanjang tahun.
15.
Peristiwa 27 Juli
Peristiwa 27 Juli 1996, disebut sebagai Peristiwa Kudatuli (akronim
dari KERUSUHAN DUA PULUH TUJUH JULI) atau Peristiwa Sabtu Kelabu (karena
memang kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu) adalah peristiwa pengambilalihan
secara paksa kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jl Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang
saat itu dikuasai pendukung Megawati
Soekarnoputri.
Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh aparat dari kepolisian dan TNI.Peristiwa
ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro,
Salemba, Kramat. Beberapa kendaraan dan gedung terbakar.
Pemerintah saat itu menuduh aktivis PRD sebagai penggerak kerusuhan. Pemerintah Orde
Baru kemudian memburu dan menjebloskan para aktivis PRD ke penjara. Budiman
Sudjatmikomendapat
hukuman terberat, yakni 13 tahun penjara. Peristiwa ini terjadi disebabkan Soeharto dan pembantu militernya merekayasa Kongres PDI
di Medan dan mendudukkan kembali Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI. Rekayasa
pemerintahan Orde Baru untuk menggulingkan Megawati itu dilawan pendukung
Megawati dengan menggelar mimbar bebas di Kantor DPP PDI. Mimbar bebas yang
menghadirkan sejumlah tokoh kritis dan aktivis penentang Orde Baru, telah mampu
membangkitkan kesadaran kritis rakyat atas perilaku politik Orde Baru. Sehingga
ketika terjadi pengambilalihan secara paksa, perlawanan dari rakyat pun
terjadi.
Hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia: 5 orang meninggal dunia, 149 orang (sipil
maupun aparat) luka-luka, 136 orang ditahan. Komnas HAM juga menyimpulkan telah
terjadi sejumlah pelanggaran hak
asasi manusia.
Dokumen dari Laporan Akhir Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia menyebut pertemuan tanggal 24 Juli 1996 di Kodam Jaya dipimpin oleh Kasdam Jaya Brigjen Susilo Bambang Yudhoyono. Hadir pada rapat itu adalah Brigjen Zacky Anwar Makarim, Kolonel Haryanto, Kolonel Joko Santoso, dan Alex Widya Siregar. Dalam rapat itu, Susilo Bambang Yudhoyono
memutuskan penyerbuan atau pengambilalihan kantor DPP PDI oleh Kodam Jaya. Dokumen
tersebut juga menyebutkan aksi penyerbuan adalah garapan Markas Besar ABRI c.q.
Badan Intelijen ABRI bersama Alex Widya S. Diduga, Kasdam Jaya menggerakkan
pasukan pemukul Kodam Jaya, yaitu Brigade Infanteri 1/Jaya Sakti/Pengamanan Ibu
Kota pimpinan Kolonel Inf. Tri Tamtomo untuk melakukan penyerbuan. Seperti
tercatat di dokumen itu, rekaman video peristiwa itu menampilkan pasukan
Batalion Infanteri 201/Jaya Yudha menyerbu dengan menyamar seolah-olah massa
PDI pro-Kongres Medan. Fakta serupa terungkap dalam dokumen Paparan Polri
tentang Hasil Penyidikan Kasus 27 Juli 1996, di Komisi I dan II DPR RI, 26 Juni
2000.[1]
16. Kasus Sum Kuning (1970)
Gambar 4.1
Buku tentang Sum Kuning
Kasus
Sum Kuning adalah kasus getir dan pahit dari seorang gadis muda bernama
Sumarijem seorang gadis muda dari kelas bawah seorang penjual telur dari Godean
Yogyakarta yang diperkosa oleh segerombolan anak pejabat dan orang terpandang
di kota Yogyakarta kala itu. Kasus ini merebak menjadi berita besar ketika
pihak penegak hukum terkesan mengalami kesulitan untuk membongkar kasusnya
hingga tuntas. Pertama-tama Sum Kuning disuap agar tidak melaporkan kasus ini
kepada polisi. Belakangan oleh polisi tuduhan Sum Kuning dinyatakan sebagai
dusta. Seorang pedagang bakso keliling dijadikan kambing hitam dan dipaksa
mengaku sebagai pelakunya. Tanggal 18 September 1970 Sumarijem yang saat
itu berusia 18 tahun tengah menanti bus di pinggir jalan dan tiba-tiba diseret
masuk kedalam sebuah mobil oleh beberapa pria, didalam mobil Sumarijem (Sum
Kuning) diberi bius (Eter) hingga tak sadarkan diri, Ia dibawa ke sebuah rumah
di daerah Klaten dan diperkosa bergilir hingga tak sadarkan diri. Kasus
ini cukup pelik karena menurut Jendral Pur Hoegeng mantan Kapolri bahwa para
pelaku pemerkosaan adalah anak-anak pejabat dan salah seorang diantaranya
adalah anak seorang pahlawan revolusi (Hoegeng-Oase menyejukkan di tengah
perilaku koruptif para pemimpin bangsa, penerbit Bentang). Dalam bukunya
juga disebutkan bahwa Sum Kuning ditinggalkan ditepi jalan, Gadis malang ini
pun melapor ke polisi. Bukannya dibantu, Sum malah dijadikan tersangka dengan
tuduhan membuat laporan palsu. Dalam pengakuannya kepada wartawan, Sum
mengaku disuruh mengakui cerita yang berbeda dari versi sebelumnya. Dia diancam
akan disetrum jika tidak mau menurut. Sum pun disuruh membuka pakaiannya,
dengan alasan polisi mencari tanda palu arit di tubuh wanita malang itu.Karena
melibatkan anak-anak pejabat yang berpengaruh, Sum malah dituding anggota
Gerwani. Saat itu memang masa-masanya pemerintah Soeharto gencar menangkapi
anggota PKI dan underbouw-nya, termasuk Gerwani.Kasus Sum disidangkan di
Pengadilan Negeri Yogyakarta. Sidang perdana yang ganjil ini tertutup untuk
wartawan. Belakangan polisi menghadirkan penjual bakso bernama Trimo. Trimo
disebut sebagai pemerkosa Sum. Dalam persidangan Trimo menolak mentah-mentah.
Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan dan satu tahun percobaan. Tapi majelis
hakim menolak tuntutan itu. Dalam putusan, Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan
Sum tak terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus
dibebaskan.Dalam putusan hakim dibeberkan pula nestapa Sum selama ditahan
polisi. Dianiaya, tak diberi obat saat sakit dan dipaksa mengakui berhubungan
badan dengan Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya
saat diperiksa polisi. Hoegeng terus memantau perkembangan kasus ini.
Sehari setelah vonis bebas Sum, Hoegeng memanggil Komandan Polisi Yogyakarta
AKBP Indrajoto dan Kapolda Jawa Tengah Kombes Suswono. Hoegeng lalu
memerintahkan Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja
yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum Kuning."Perlu diketahui bahwa
kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak," tegas
Hoegeng.Hoegeng membentuk tim khusus untuk menangani kasus ini. Namanya 'Tim
Pemeriksa Sum Kuning', dibentuk Januari 1971. Kasus Sum Kuning terus membesar
seperti bola salju. Sejumlah pejabat polisi dan Yogyakarta yang anaknya disebut
terlibat, membantah lewat media massa.Belakangan Presiden Soeharto sampai turun
tangan menghentikan kasus Sum Kuning. Dalam pertemuan di istana, Soeharto
memerintahkan kasus ini ditangani oleh Team pemeriksa Pusat Kopkamtib. Hal ini
dinilai luar biasa. Kopkamtib adalah lembaga negara yang menangani masalah
politik luar biasa. Masalah keamanan yang dianggap membahayakan negara. Kenapa
kasus perkosaan ini sampai ditangani Kopkamtib?? Dalam kasus persidangan
perkosaan Sum, polisi kemudian mengumumkan pemerkosa Sum berjumlah 10 orang.
Semuanya anak orang biasa, bukan anak penggede alias pejabat negara. Para
terdakwa pemerkosa Sum membantah keras melakukan pemerkosaan ini. Mereka
bersumpah rela mati jika benar memerkosa. Kapolri Hoegeng sadar. Ada
kekuatan besar untuk membuat kasus ini menjadi bias. Tanggal 2 Oktober
1971, Hoegeng dipensiunkan sebagai Kapolri. Beberapa pihak menilai Hoegeng
sengaja dipensiunkan untuk menutup kasus ini. Sum sendiri kemudian bekerja
di Rumah Sakit Tentara di Semarang. Dia kemudian menikah dengan seorang pria
yang sudah dikenalnya saat masih dirawat. Tapi siapakah pelaku pemerkosaan
sebenarnya dari Sum Kuning masih menjadi tanda tanya besar sampai saat ini
sebab baik Sum Kuning tetap pada pendiriannya bahwa pemerkosanya adalah
sekumpulan anak pejabat maupun 10 pemuda anak orang biasa yang diajukan ke
pengadilan dan membantah habis-habisan tuduhan yang diajukan kepada mereka dan
dijadikan sebagai kambing hitam untuk menutupi para pelaku sebenarnya.
17. Menghilangnya 13 Aktifis menjelang
Reformasi
Menjelang
Reformasi di tahun 1998 ada sekitar 13 orang aktivis yang diculik paksa oleh
militer dan hingga kini keberadaan mereka masih menjadi misteri, jika mereka
sudah meninggal dimanakah mereka dikuburkan dan alasan apa yang menyebabkan
sehingga militer menculik ke-13 orang aktivis ini. Mereka adalah Yanni Afri,
Sonny, Herman Hendrawan, Dedy Umar, Noval Alkatiri, Ismail, Suyat, Ucok
Munandar Siahaan, Petrus Bima Anugerah, Widji Tukul, Hendra Hambali, Yadin
Muhidin dan Abdun Nasser. Pasukan Kopassus dari tim mawar dianggap
bertanggung jawab atas peristiwa menghilangnya ke-13 aktivis tersebut dimana
ada 24 orang yang diculik namun 9 orang berhasil bebas yakni Aan Rusdiyanto,
Andi Arief, Desmon J Mahesa, Faisol Reza, Haryanto Taslam, Mugiyanto, Nezar
Patria, Pius Lustrilanang dan Raharja Waluya Jati. Sementara 1 orang lagi
yakni Leonardus Nugroho (Gilang) yang sempat dinyatakan hilang lalu 3 hari kemudian
ditemukan telah meninggal dunia di Magetan dengan luka tembak
dikepalanya. Karena kasus ini sempat membuat heboh di tahun 1998 dan atas
desakan berbagai pihak didalam maupun luar negri pada tanggal 3 Agustus 1998
Panglima ABRI saat itu, Jend Wiranto membentuk Dewan Kehormatan Perwira yang
diketuai oleh Jend TNI Soebagyo HS yang saat itu menjabat sebagai KSAD, dan
wakil ketua terdiri dari Let Jen TNI Fahrur Razi (Kasum ABRI), Let Jen Yusuf
Kartanegara (Irjen Dephankam) dan anggota yang terdiri dari : Let Jen Soesilo
Bambang Yudhoyono yang kini menjadi Presiden RI (Kassospol ABRI), Let Jen Agum
Gumelar (Gubernur Lemhanas), Let Jen Djamiri Chaniago (Pangkostrad) dan Laksdya
Achmad Sutjipto (Danjen AKABRI). Pada tanggal 24 Agustus 1998 Letnan
Jendral Prabowo Subianto selaku Panglima Komando Cadangan Strategis
(Pangkostrad) diberhentikan dari dinas kemiliteran. Menindaklanjuti
keputusan dari Menteri Pertahana/Panglima ABRI Jendral Wiranto, dilakukan
penyelidikan oleh PUSPOM ABRI dan selanjutnya diketahui bahwa tim mawar dari
Kopassus diduga bertanggung jawab terhadap kasus penculikan dan penghilangan
secara paksa para aktivis 1998 tersebut. 11 anggota Kopassus diadili
secara militer namun KONTRAS dalam siaran pers nya menyebutkan :"Proses
peradilan terhadap 11 anggota Kopassus terdakwa penculikan itu tidak lebih
hanya sebuah rekayasa hukum untuk memutus pertanggung jawaban Letnan Jendral
Prabowo Subianto yang sebenarnya paling bertanggung jawab atas operasi ini. Hal
tersebut jelas bertolak belakang dengan hasil pemeriksaan DKP yang membuktikan
bahwa Letjen Prabowo lah yang bertanggung jawab atas penculikan itu, karena
itulah akhirnya ia dipensiunkan. Jadi secara keseluruhan kami berkesimpulan
bahwa persidangan itu tidak lebih dari sebuah pertunjukan dagelan yang tidak
lucu. Oleh sebab itu KontraS bersama keluarga korban tetap menuntut Letjen
Prabowo Subianto, Mayjen Muchdi PR serta Kolonel Chairawan segera diseret ke
pengadilan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas kasus penculikan
ini”
Pembacaan putusan pengadilan Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) II Jakarta dengan nomor perkara PUT. 25 – 16 / K- AD / MMT – II/ IV/ 1999. Isi dari keputusan pengadilan menyatakan ;
Pembacaan putusan pengadilan Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) II Jakarta dengan nomor perkara PUT. 25 – 16 / K- AD / MMT – II/ IV/ 1999. Isi dari keputusan pengadilan menyatakan ; No Nama Terdakwa Vonis / Hukuman 1 Mayor (Inf) Bambang Kristiono 22 bulan / dipecat, 2 Kapten (Inf) F.S Multhazar 20 bulan / dipecat, 3 Kapten (Inf) Nugroho Sulistyo 20 bulan / dipecat, 4 Kapten (Inf) Yulius Stevanus 20 bulan / dipecat, 5 Kapten (Inf) Untung Budi Harto 20 bulan / dipecat, 6 Kapten (Inf) Dadang Hendra Yuda 16 bulan / dipecat, 7 Kapten (Inf) Djaka Budi Utama 16 bulan / dipecat, 8 Kapten (Inf) Fauka Noor Farid 16 bulan / dipecat, 9 Sersan Kepala Sunaryo 12 bulan / dipecat, 10 Sersan Kepala Sigit Sugianto 12 bulan / dipecat, 11 Sersan Satu Sukadi 12 bulan / dipecat Namun proses pengadilan tersebut tetap saja tidak memberikan kepastian dimanakah mereka menahan para aktivis tersebut dan jika sudah meninggal dimanakah mereka menguburkan atau membuang mayat ke-13 aktivis yang hilang tersebut.
Pembacaan putusan pengadilan Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) II Jakarta dengan nomor perkara PUT. 25 – 16 / K- AD / MMT – II/ IV/ 1999. Isi dari keputusan pengadilan menyatakan ;
Pembacaan putusan pengadilan Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) II Jakarta dengan nomor perkara PUT. 25 – 16 / K- AD / MMT – II/ IV/ 1999. Isi dari keputusan pengadilan menyatakan ; No Nama Terdakwa Vonis / Hukuman 1 Mayor (Inf) Bambang Kristiono 22 bulan / dipecat, 2 Kapten (Inf) F.S Multhazar 20 bulan / dipecat, 3 Kapten (Inf) Nugroho Sulistyo 20 bulan / dipecat, 4 Kapten (Inf) Yulius Stevanus 20 bulan / dipecat, 5 Kapten (Inf) Untung Budi Harto 20 bulan / dipecat, 6 Kapten (Inf) Dadang Hendra Yuda 16 bulan / dipecat, 7 Kapten (Inf) Djaka Budi Utama 16 bulan / dipecat, 8 Kapten (Inf) Fauka Noor Farid 16 bulan / dipecat, 9 Sersan Kepala Sunaryo 12 bulan / dipecat, 10 Sersan Kepala Sigit Sugianto 12 bulan / dipecat, 11 Sersan Satu Sukadi 12 bulan / dipecat Namun proses pengadilan tersebut tetap saja tidak memberikan kepastian dimanakah mereka menahan para aktivis tersebut dan jika sudah meninggal dimanakah mereka menguburkan atau membuang mayat ke-13 aktivis yang hilang tersebut.
18. Penembak Misterius (Petrus)
1982-1985
Petrus
atau juga dikenal sebagai operasi clurit dianggap oleh banyak orang sebagai
sebuah operasi rahasia dimasa pemerintahan Orde Baru untuk menghabisi para Gali
(Gabungan anak liar) dan Preman yang dianggap meresahkan dan mengganggu
keamanan dan ketentraman masyarakat kala itu. Hingga kini para pelaku
Petrus tidak pernah tertangkap dan tidak jelas siapa
pelakunya. Kemungkinan besar adanya operasi ini karena instruksi dari
Presiden Soeharto di tahun 1982 saat memberikan penghargaan kepada Kapolda
Metro Jaya, Anton Soedjarwo atas keberhasilannya membongkar kasus perampokan
yang meresahkan masyarakat, lalu ditahun yang sama Soeharto kembali meminta
Polisi dan ABRI dihadapan RAPIM ABRI untuk mengambil langkah pemberantasan yang
efektif dalam menekan angka kriminalitas.Karena permintaan atau perintah
Soeharto disampaikan pada acara kenegaraan yang istimewa, sambutan yang
dilaksanakan oleh petinggi aparat keamanan pun sangat serius. Permintaan
Soeharto itu sontak disambut oleh Pangkopkamtib Laksamana Soedomo melalui rapat
koordinasi bersama Pangdam Jaya, Kapolri, Kapolda Metro Jaya dan Wagub DKI
Jakarta yang berlangsung di Markas Kodam Metro Jaya 19 Januari 1983. Dalam
rapat yang membahas tentang keamanan di ibukota itu kemudian diputuskan untuk
melaksanakan operasi untuk menumpas kejahatan bersandi Operasi Celurit di
Jakarta dan sekitarnya. Operasi Celurit itu selanjutnya diikuti oleh Polri/ABRI
di masing-masing kota serta provinsi lainnya. Para korban Operasi Celurit pun
mulai berjatuhan. Petrus pada awalnya beraksi secara rahasia namun lambat
laun aksi mereka seperti sebuah teror menakutkan bagi para bromocorah dan
preman di kota-kota besar, pada tahun 1983 berhasil menumbangkan 532
orang yang dituduh sebagai pelaku kriminal. Dari semua korban yang terbunuh,
367 orang di antaranya tewas akibat luka tembakan. Tahun 1984 korban Petrus
(Penembak Misterius) yang tewas sebanyak 107 orang, tapi hanya 15 orang yang
tewas oleh tembakan. Sementara tahun 1985, tercatat 74 korban Petrus (Penembak
Misterius) tewas dan 28 di antaranya tewas karena tembakan. Secara umum para
korban Petrus saat ditemukan dalam kondisi tangan dan leher terikat. Kebanyakan
korban dimasukkan ke dalam karung dan ditinggal di tepi jalan, di depan rumah,
dibuang ke sungai, hutan-hutan, dan kebun. Yang pasti pelaku Petrus terkesan
tidak mau bersusah-susah membuang korbannya karena bila mudah ditemukan efek
shock therapy yang disampaikan akan lebih efektif. Sedangkan pola pengambilan
para korban kebanyakan diculik oleh orang tak dikenal atau dijemput aparat
keamanan. Akibat berita yang demikian gencar mengenai Petrus yang berhasil
membereskan ratusan penjahat, para petinggi negara pun akhirnya
berkomentar.ketika berita serupa hampir tiap hari muncul di seantero Jakarta
dan massa mulai membicarakan masalah penembakan misterius, Benny Moerdani
sebagai Panglima Kopkamtib seusai menghadap Presiden Soeharto lalu memberi
pernyataan kepada pers bahwa penembakan gelap yang terjadi mungkin timbul
akibat perkelahiaan antar geng bandit. “Seiauh ini belum pernah ada perintah
tembak di tempat bagi peniahat yang ditangkap” komentar Benny. Dan tak ada
seorang pun wartawan yang saat itu berani melaniutkan pertanyaan kepada
jenderal yang dikenal sangat tegas dan garang itu. Kepala Bakin saat itu,
Yoga Soegama juga memberikan pernyataan yang bernada enteng bahwa masyarakat
tak perlu mempersoalkan para penjahat yang mati secara misterius. Tapi
pernyataan yang dilontarkan man-tan Wapres H. Adam Malik justru bertolak
belakang sehingga membuat kasus penembakan misterius tetap merupakan peristiwa
serius dan harus diperhatikan oleh pemerintah RI yang selalu menjunjung tinggi
hukum. “Jangan mentangmentang penjahat dekil langsung ditembak, bila perlu
diadili hari ini langsung besoknya dieksekusi mati. Jadi syarat sebagai negara
hukum sudah terpenuhi,” kecam Adam Malik sambil menekankan, “Setiap usaha yang
bertentangan dengan hukum akan membawa negara ini pada
kehancuran.” Tindakan tegas para Penembak Misterius (Petrus) pada akhirnya
memang menyulut pro dan kontra. Pendapat yang pro, Petrus pantas diterapkan
kepada target yang memang jelas-jelas penjahat. Sebaliknya pendapat yang kontra
menyatakan keberatannya jika sasaran Petrus hanya penjahat kelas teri atau
mereka yang hanya memiliki tato tapi bukan penjahat beneran. Pendapat atau komentar
yang cukup kontroversial adalah yang dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri
Belanda, Hans van den Broek, yang secara kebetulan sedang berkunjung ke Jakarta
pada awal Januari tahun 1984. Setelah bertemu dengan Menlu Mochtar
Kusumaatmadja, Broek secara mengejutkan berharap bahwa pembunuhan yang telah
mejnakan korban jiwa sebanyak 3.000 orang itu pada waktu mendatang diakhiri dan
Indonesia juga diharapkan dapat melaksanakan konstitusi dengan tertib hukum.
Menlu Mochtar sendiri menjawab bahwa peristiwa pembunuhan misterius itu terjadi
akibat meningkatnya angka kejahatan yang mendekati tingkat terorisme sehingga
masyarakat merasa tidak aman dan main hakim sendiri. Atas pernyataan Menlu
Belanda itu, Benny yang merasa kebakaran jenggot sekali lagi harus tampil untuk
meluruskan tuduhan tadi. Ia kembali menegaskan bahwa pembunuhan yang terjadi
karena perkelahian antar geng. “Ada orang-orang yang mati dengan luka peluru,
tetapi itu akibat melawan petugas. Yang berbuat itu bukan pemerintah.
Pembunuhan itu bukan kebijaksanaan pemerintah,” tegasnya. Namun persoalan
penembakan itu akhirnya tidak lagi misterius meskipun para pelakunya hingga
saat ini tetap misterius dan tidak terungkap. Beberapa tahun kemudian Presiden
Soeharto justru memberikan uraian tentang latar belakang permasalahannya dimana
ia mengatakan Tindakan keamanan tersebut memang terpaksa dilakukan sesudah aksi
kejahatan yang terjadi di kota-kota besar Indonesia semakin brutal dan makin
meluas. Seperti tertulis dalam bukunya Benny Moerdani hal 512-513 Pak Harto
berujar : “Dengan sendirinya kita harus mengadakan treatment therapy, tindakan
yang tegas. Tindakan tegas bagaimana? Ya harus dengan kekerasan. Tetapi
kekerasan itu bukan lantas dengan tembakan, dor-dor! Begitu saja. Bukan! Tetapi
yang melawan, ya mau tidak mau harus ditembak. Karena melawan, maka mereka
ditembak. Lalu ada yang mayatnya ditinggalkan begitu saja. Itu untuk shock
therapy, terapi goncangan. Supaya orang banyak mengerti bahwa terhadap
perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu
dilakukan supaya bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampui batas
perikemanusiaan. Maka kemudian redalah kejahatan-kejahatan yang menjijikkan
itu”Namun jika para petinggi militer maupun presiden sendiri menyatakan bahwa
penembakan terhadap para preman karena melawan saat hendak ditangkap bagaimana
Moerdani menjelaskan para korban Penembakan Misterius yang ditemukan dalam
goni-goni dengan tangan terikat atau yang dihanyutkan di sungai? atas kordinasi
siapakah para Penembak Misterius itu menjalankan perintah?
19. Kasus Kematian Peragawati Terkenal
Dietje Diera
tahun
1980an ada seorang peragawati ternama yang cantik bernama Dietje yang bernama
lengkap Dietje (Dice) Budimulyono/Dice Budiarsih, ia tewas dibunuh dengan
tembakan berulang kali oleh seorang yang ahli dalam menembak kemudian mayat nya
dibuang disebuah kebun karet dibilangan kalibata yang sekarang menjadi komplek
perumahan DPR. Setelah kasus tersebut marak di media massa, Polisi akhirnya
menangkap seorang tua renta yang nama aslinya tidak diketahui dan hanya dikenal
dengan panggilan Pakde dikenal juga sebagai Muhammad Siradjudin, konon ia
adalah seorang dukun. Yang entah dengan alasan dan motif apa yang tidak jelas
ia dianggap sebagai pembunuh Dietje. Bagi Polis Motif tidak begitu penting
karena Polisi mengungkapkan bahwa "katanya" mereka "Memiliki
bukti yang kuat". Pak De membantah sebagai pembunuh Ditje seperti
yang tercantum dalam BAP yang dibuat polisi. Pengakuan itu, menurut Pak De dibuat
karena tak tahan disiksa polisi termasuk anaknya yang menderita patah rahang.
Ketika itu, Pak De mengajukan alibi bahwa Senin malam ketika pembunuhan
terjadi, dia berada di rumah bersama sejumlah rekannya. Saksi-saksi yang
meringankan untuk memperkuat alibi saat itu juga hadir di pengadilan. Namun,
saksi dan alibi yang meringankan itu tak dihiraukan majelis
hakim. Akhirnya Pakde dijatuhi hukuman penjara seumur hidup namun publik
saat itu sudah mengetahui rumor bahwa Dietje menjalin hubungan asmara dengan
menantu dari orang paling berkuasa di Indonesia saat itu. Dan tentu saja kasus
seperti ini tidak akan pernah terungkap dengan benar. Karena pemilik informasi
satu-satunya kepada media atau publik berasal dari polisi. Dan bisa jadi,
publik digiring dengan sekuat tenaga, untuk ‘meyakini’ bahwa benarlah yang
membunuh Dietje adalah Pakde. Dietje disebutkan dipakai sebagai
"Jasa" oleh seorang eks petinggi militer yang terjun ke dunia usaha
dan untuk memuluskan bisnisnya Dietje dipakai oleh sang eks petinggi militer
untuk menyenangkan menantu orang paling berkuasa di Indonesia, Hasil dari
jasa Dietje, sang ‘jenderal’ pengusaha mendapat satu kontrak besar pembangunan
sebuah bandar udara modern. Tapi hubungan Dietje berlanjut jauh dengan sang
menantu. Ketika perselingkuhan itu ‘bocor’ ke keluarga besar, keluar perintah
memberi pelajaran kepada Dietje, hanya saja ‘kebablasan’ menjadi suatu
pembunuhan. Dietje ditembak di bagian kepala pada suatu malam tatkala mengemudi
sendiri mobilnya di jalan keluar kompleks kediamannya di daerah Kalibata. Pak
‘De’ Siradjuddin yang dikenal sebagai guru spiritualnya dikambinghitamkan,
ditangkap, dipaksa mengakui sebagai pelaku, diadili dijatuhi hukuman seumur
hidup dan sempat dipenjara bertahun-tahun lamanya, Hingga akhirnya Pak De
mendapat grasi dari Presiden BJ Habibi dimana hukuman Pak De dirubah dari
seumur hidup menjadi 20 tahun di tahun 1999.Akhirnya 27 Desember 2000 Pak De
dapat meninggalkan hotel prodeo setelah pemerintah memberikan kebebasan
bersyarat. Setelah menghirup udara bebas, Pak De lebih sering mengurusi
ayam-ayamnya. Tubuhnya telah lama layu. Kumis tebalnya juga sudah berwarna
kelabu. Kepada setiap orang kembali Pak De menyatakan: “Pak De tidak membunuh Ditje". Pak De dalam kasus pembunuhan
itu merasa menjadi kambing hitam oleh polisi dan Polda Metro Jaya. "Sebenarnya saat itu polisi tahu pembunuhnya,"
kata Pak De. Siapakah pelakunya? Pak De menyebut-nyebut sejumlah nama yang saat
itu dekat dengan kekuasaan. Entahlah, sebab di negeri ini keadilan tidak
berlaku bagi rakyat kecil.
20. Kasus Menghilangnya Edy Tansil
Edy
Tansil adalah seorang pengusaha keturunan yang memiliki nama asli Tan Tjoe
Hong/Tan Tju Fuan yang menjadi narapidana dan harus mendekam selama 20 tahun di
penjara Cipinang atas kasus kredit macet Bank Bapindo yang merugikan negara
senilai 565 juta dollar (1.5 T rupiah dengan kurs dollar saat itu). Edy Tansil
dilaporkan kabur dari penjara pada tanggal 4 Mei 1996 dan 20 petugas LP
Cipanang dijadikan tersangka karena dianggap membantu Edy Tansil melarikan diri
dan sejak itu keberadaan dari Edy Tansil seperti raib ditelan bumi. Sebuah
LSM pengawas anti-korupsi bernama Gempita melaporkan bahwa Edy Tansil tengah
menjalankan bisnis sebuah perusahaan bir yang mendapat lisensi dari perusahaan
bir Jerman bernama Becks Beer Company di kota Pu Tian Provinsi Fujian
China. Di tahun 2007 Tempo interactive melaporkan bahwa tim pemburu
koruptor (TPK) berdasarkan temuan dari PPATK menyatakan akan segera memburu Edy
Tansil dimana PPATK menemukan bukti bahwa buronan tersebut telah melakukan
transfer uang ke Indonesia setahun sebelumnya. Namun hingga kini keberadaan Edy
Tansil tetap masih menjadi misteri. Ada beberapa koruptor yang juga
melarikan diri ke luar negri dan hingga kini keberadaan mereka tidak terungkap
atau belum tertangkap seperti Adelin Lis, Sjamsul Nursalim, David Nusa Wijaya,
Maria Pauline, Djoko S Tjandra, Marimutu Sinivasan, Hendra Rahardja, Sukanto
Tanoto dan masih banyak lainnya.
Holocaust adalah genosida terhadap kira-kira enam juta penganut Yahudi Eropa selama Perang Dunia II, suatu program pembunuhan sistematis yang didukung oleh negara Jerman Nazi, dipimpin oleh Adolf Hitler, dan berlangsung di seluruh wilayah yang dikuasai oleh Nazi. Dari sembilan juta Yahudi yang tinggal di Eropa sebelum Holocaust, sekitar dua pertiganya tewas. Secara khusus, lebih dari satu juta anak Yahudi tewas dalam Holocaust, serta kira-kira dua juta wanita Yahudi dan tiga juta pria Yahudi.
Beberapa pakar berpendapat bahwa definisi Holocaust harus meliputi pula genosida Nazi terhadap jutan orang dalam kelompok lain selain Yahudi, di antaranya orang Rom, komunis, tawanan perang Soviet, warga Polandia dan Soviet, homoseksual, orang cacat, Saksi Yehuwa dan musuh politik dan keagamaan lainnya, yang menjadi korban terlepas apakah mereka berasal dari etnis Jerman atau bukan.Ini adalah definisi yang paling umum digunakan sejak akhir Perang Dunia II hingga tahun 1960-an jumlah keseluruhan korban Holocaust adalah 11 hingga 17 juta jiwa.
Nazi memerintahkan orang Yahudi dan Rom untuk dikurung di ghetto sebelum dipindahkan dengan kereta barang ke kamp pemusnahan. Di sana, jika mereka selamat dalam perjalanan, sebagian besar dari mereka secara sistematis dibunuh di dalam kamar gas.
22. Pembunuhan Holly
Nama Holly, wanita cantik yang
meninggal dunia akibat pembunuhan kejam di Apartemen Kalibata, ternyata menjadi
korban pembunuhan berencana dari suaminya. Kasubdit Jatanras Ditreskrimum
Polda Metro Jaya AKBP Herry Heryawan, Rabu (16/10/2013) menyatakan
"Berdasarkan hasil gelar perkara para penyidik Subdit Jatanras, Gatot pada
hari ini sudah kita tingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka,"
katanya.
Gatot Supiartono yang kemudian
diketahui sebagai suaminya adalah pejabat eselon I Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) itu kini resmi menjadi tersangka atas dugaan keterlibatannya dalam
pembunuhan Holly Angela Ayu (37). (Foto yang dirilis Polda Metro Jaya Rabu,
16/10/2013 merupakan foto pernikahan, sumber; detik.com). Nama Gatot yang
diselidiki muncul setelah salah satu dari empat tersangka, Surya Hakim (45)
ditangkap polisi di Karawang pada tanggal 7 Oktober lalu. Dia mengaku kenal
baik dengan Gatot dan sering menjadi sopir pribadinya.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda
Metro Jaya, Kombes Pol Slamet Riyanto di Mapolda Metro Jaya menyatakan
bahwa, "Korban (Holly) terlalu banyak menuntut mulai dari minta
apartemen, mobil, rumah." Selain menuntut Gatot dengan soal harta, Slamet
Riyanto menyebutkan dari keterangan saksi-saksi, bahwa Holly juga
menuntut agar Gatot menceraikan isteri pertamanya.
Setelah dirinya dijadikan tersangka,
Gatot dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana jo Pasal 338
KUHP tentang pembunuhan jo Pasal 55 KUHP.
Dari kasus yang berakhir dengan
pembunuhan suami terhadap isteri mudanya, secara psikologis kemungkinan besar
disebabkan karena kemarahan Gatot sebagai akibat tertekan dengan demikian
banyaknya permintaan Holly. Yang fatal dan kemudian menyebabkan terjadinya
perencanaan dan eksekusi pembunuhan, adalah terutama saat Holly meminta Gatot
menceraikan isteri pertamanya. Ini sebuah pelajaran dimana apabila bermain
dengan cinta dan cinta itu sudah merasuk kedalam jiwa seorang wanita, kemudian
dia menjadi pendamping resmi, maka si pria harus siap dengan segala
konsekwensinya. Si Isteri muda yang benar-benar kasmaran akan menuntut jantung
hatinya selalu berada disebelahnya.
Didalam pelajaran sekolah pengamanan
personil, kasus pernikahan kedua atau mengambil isteri muda adalah kasus khusus
yang harus didalami oleh analis. Karena biasanya banyak terjadi rasa
bersaing dari yang muda kepada yang tua. Dari beberapa kasus dahulu yang
penulis selidiki, penyebab pernikahan kedua terjadi diantaranya karena isteri
berubah setelah sekian tahun menjalani pernikahan, misalnya menjadi galak,
terlalu mengatur, pencuriga berat, parno dan menyebabkan rasa tidak nyaman.
Atau bisa juga, si pria menemukan wanita yang lebih muda dan lebih menarik,
yang menggoda hatinya, kemudian dia jatuh hati. Dan banyak lagi penyebab
lainnya.
Bagi para suami yang kemudian nekat
mengambil isteri kedua, selama dia mampu, maka permintaan isteri keduanya
meminta harta atau lainnya masih akan dipenuhi. Tetapi pada umumnya mereka akan
marah apabila isteri mudanya meminta untuk menceraikan isteri pertamanya. Pada
umumnya si suami sudah mempunyai anak, sehingga akan berat memenuhi permintaan
tersebut. Hubungan akan menjadi berbahaya apabila si isteri muda terus memaksa
dan terus menuntut, terlebih dengan marah atau emosional. Maka bisa saja
terjadi seperti kasus Gatot dan Holly ini. Ini yang perlu diingat bagi kedua
belah pihak.
Pesan moralnya, penyesalan tidak
pernah di depan tetapi selalu berada di belakang, karena itu berfikirlah dahulu
sebelum bertindak terlebih soal cinta. Wanita apabila jatuh cinta akan sulit
disadarkan, pria apabila disentuh ketenangan hidupnya berumah tangga bisa
menggila dan bertindak nekat, itulah yang terjadi.
23. Pelanggaran HAM di Mesir
Gambar 6.3 Salah satu contoh pelanggaran HAM di
Mesir Mantan
presiden Mesir
Rezim Hosni Mubbarak yang sudah beumur lebih dari
empat dekade akhirnya harus terhenti di tangan rakyat mesir sendiri. Selama
berminggu-minggu ratusan ribu warga Mesir turun ke jalan dan menyerukan
pencopotan Mubbarak dari jabatannya sebagai presiden Mesir. Hal ini dipicu oleh
ketidak puasan warga karena krisis ekonomi dan politik yang dialami Mesir.
Presiden ini dianggap oleh sebagian warga Mesir sebagai presiden yang baik
karena selalu memperhatikan rakyat kecil. Namun sikap glamor dan otoriternya
membuat sebagian besar lainnya tidak menghendaki Mubbarak memimpin Mesir lagi.
Selama berminggu-minggu ratusan warga menjadi korban, banyak dari mereka yang
akhirnya meninggal dunia. Tentara membubarkan domonstrasi dengan pasukan
berkuda, menabrakan mobil kearah dan menembakkan peluru tajam pengunjuk rasa.
Namun akhirnya, wilayah-wilayah yang dikuasai pemerintah dapat diambil alih
oleh demonstran setelah militer membelot untuk membela oposisi di banding
membela Mubbarak. Tak lama Hosni Mubbarak yang terkepung oleh ratusan warga
Mesir dan bersembunyi di dalam selokan ditemukan warga dan akhirnya meninggal
di tangan rakyat yang pernah ia pimpin sendiri.
Dalam kasus ini terdapat dua pelanggaran HAM, yang pertama pelanggaran oleh presiden Mesir sendiri dan yang kesua adalah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rakyat Mesir karena tidak memberi kesempatan Mubbarak untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di hadapan hukum dengan menyiksa dan membunuhnya
Dalam kasus ini terdapat dua pelanggaran HAM, yang pertama pelanggaran oleh presiden Mesir sendiri dan yang kesua adalah pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rakyat Mesir karena tidak memberi kesempatan Mubbarak untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di hadapan hukum dengan menyiksa dan membunuhnya
24. pembantaian
Rawagede
Gambar 6.4 korban
Pembantaian Rawagede
Pembantaian
Rawagede adalah peristiwa pembantaian penduduk Kampung
Rawagede (sekarang terletak di Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang), di antara Karawang dan Bekasi, oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947 sewaktu melancarkan agresi militer pertama. Sejumlah 431 penduduk menjadi korban
pembantaian ini.
Ketika tentara Belanda menyerbu
Bekasi, ribuan rakyat mengungsi ke arah Karawang. Pertempuran kemudian berkobar
di daerah antara Karawang dan Bekasi, mengakibatkan jatuhnya ratusan korban
jiwa dari kalangan sipil. Pada tanggal 4 Oktober 1948, tentara Belanda melancarkan pembersihan.
Dalam peristiwa ini 35 orang penduduk Rawagede dibunuh tanpa alasan jelas.
Peristiwa dikira menjadi inspirasi dari sajak terkenal Chairil Anwar berjudul Antara Karawang dan Bekasi, namun
ternyata dugaan tersebut tidak terbukti.
Pada 14 September 2011, Pengadilan Den
Haag menyatakan pemerintah Belanda harus bertanggung jawab dan membayar
kompensasi bagi korban dan keluarganya.
Di Jawa Barat, sebelum Perjanjian
Renville ditandatangani, tentara Belanda dari Divisi 1
yang juga dikenal sebagai Divisi 7 Desember melancarkan pembersihan unit
pasukan TNI dan laskar-laskar Indonesia yang masih
mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Pasukan Belanda yang ikut ambil bagian
dalam operasi di daerah Karawang. Sekitar 130.000 tentara Belanda dikirim ke
bekas Hindia Belanda, sekarang Indonesia.Dalam operasinya di daerah Karawang, tentara Belanda memburu Kapten Lukas Kustaryo, komandan kompi Siliwangi - kemudian menjadi
Komandan Batalyon Tajimalela/Brigade II Divisi
Siliwangi - yang berkali-kali berhasil menyerang patroli
dan pos-pos militer Belanda. Di wilayah Rawagede juga berkeliaran berbagai
laskar, bukan hanya pejuang Indonesia namun juga gerombolan pengacau dan
perampok.
Pada 9 Desember 1947, sehari setelah perundingan Renville
dimulai, tentara Belanda di bawah pimpinan seorang mayor mengepung Dusun
Rawagede dan menggeledah setiap rumah. Namun mereka tidak menemukan sepucuk
senjata pun. Mereka kemudian memaksa seluruh penduduk keluar rumah
masing-masing dan mengumpulkan di tempat yang lapang. Penduduk laki-laki
diperintahkan untuk berdiri berjejer, kemudian mereka ditanya tentang
keberadaan para pejuang Republik. Namun tidak satu pun rakyat yang mengatakan
tempat persembunyian para pejuang tersebut.
Pemimpin tentara Belanda kemudian
memerintahkan untuk menembak mati semua penduduk laki-laki, termasuk para
remaja belasan tahun. Beberapa orang berhasil melarikan diri ke hutan, walaupun
terluka kena tembakan. Saih, kini berusia 83 tahun menuturkan bahwa dia bersama
ayah dan para tetangganya sekitar 20 orang jumlahnya disuruh berdiri berjejer.
Ketika tentara Belanda memberondong dengan senapan
mesin –istilah penduduk setempat:
"didrèdèt"- ayahnya yang berdiri di sampingnya tewas kena tembakan,
dia juga jatuh kena tembak di tangan, namun dia pura-pura mati. Ketika ada
kesempatan, dia segera melarikan diri.
Hari itu tentara Belanda membantai 431
penduduk Rawagede. Tanpa ada pengadilan, tuntutan ataupun pembelaan. Seperti di Sulawesi Selatan, tentara Belanda di Rawagede juga melakukaneksekusi di tempat (standrechtelijke excecuties), sebuah tindakan yang jelas
merupakan kejahatan perang. Diperkirakan korban pembantaian lebih dari 431
jiwa, karena banyak yang hanyut dibawa sungai yang banjir karena hujan deras.
Seorang veteran tentara Belanda yang
tidak mau disebutkan namanya dari desa Wamel,
sebuah desa di propinsi Gerderland, Belanda Timur mengirim surat kebata korban
perang sebagai berikut: Dari arah Rawa Gedeh tentara Belanda ditembaki. Maka
diputuskanlah untuk menghajar desa ini untuk dijadikan pelajaran bagi desa-desa
lain.Saat malam hari Rawa Gedeh dikepung. Mereka yang mencoba meninggalkan
desa, dibunuh tanpa bunyi (diserang, ditekan ke dalam air sampai
tenggelam; kepala mereka dihantam dengan popor senjata dll)Jam setengah enam
pagi, ketika mulai siang, desa ditembaki dengan mortir. Pria, wanita dan
anak-anak yang mau melarikan diri dinyatakan patut dibunuh: semuanya ditembak
mati. Setelah desa dibakar, tentara Belanda menduduki wilayah itu. Penduduk
desa yang tersisa lalu dikumpulkan, jongkok, dengan tangan melipat di belakang
leher. Hanya sedikit yang tersisa. Belanda menganggap Rawa Gedeh telah menerima
pelajarannya.Semua lelaki ditembak mati oleh pasukan yang dinamai Angkatan
Darat Kerajaan. Semua perempuan ditembak mati, padahal Belanda negara demokratis. Semua anak ditembak mati.
Desa Wamel pada tanggal 20 September
1944 diserbu tentara Jerman. 14 warga sipil tewas dibunuh secara keji oleh tentara
Jerman. Nampaknya dari peristiwa Wamel ini, sang veteran menulis surat
penyesalan tersebut.
Hujan yang mengguyur mengakibatkan
genangan darah membasahi desa tersebut. Yang tersisa hanya wanita dan
anak-anak. Keesokan harinya, setelah tentara Belanda meninggalkan desa
tersebut, para wanita menguburkan mayat-mayat dengan peralatan seadanya.
Seorang ibu menguburkan suami dan dua orang putranya yang berusia 12 dan 15
tahun. Mereka tidak dapat menggali lubang terlalu dalam, hanya sekitar 50 cm
saja. Untuk pemakaman secara Islam, yaitu jenazah ditutup dengan potongan kayu,
mereka terpaksa menggunakan daun pintu, dan kemudian diurug tanah seadanya,
sehingga bau mayat masih tercium selama berhari-hari.
Pimpinan Republik kemudian mengadukan
peristiwa pembantaian ini kepada Committee of Good Offices for Indonesia
(Komisi Jasa Baik untuk Indonesia) dari PBB. Namun tindakan Komisi ini hanya
sebatas pada kritik terhadap aksi militer tersebut yang mereka sebut sebagai
“deliberate and ruthless”, tanpa ada sanksi yang tegas atas pelanggaran HAM,
apalagi untuk memandang pembantaian rakyat yang tak bedosa sebagai kejahatan
perang (war crimes).
25.
Krisis suriah di bawah pimpinan bassar al ashad
Gambar 6.5 Proses terjadinya krisis Suriah Korban dari krisis Suriah
Seperti halnya
di Mesir. Beberapa warga suriah ingin mereformasi pemerintahan yang mereka
anggap sudah tidak berjalan semestinya. Namun perjuangan rakyat terbilang
sangat sulit dan mustahil. Karena kali ini pemerintah benar-benar menguasai
militer. Oposisi yang memimpin aksipun kesulitan untuk melawan dan akhirnya
mereka terdesak dan keluar dari pusat kota. Kerusuhan ini berubah menjadi
sebuah perang saudara yang menurut penghitungan PBB telah menelan korban jiwa
lebih dari 60.000 warga suriah, dan sekitar 500 warga asing meninggal dunia.
Selain itu di pihak pemerintah sekitar 12.000 tentara meninggal dunia.
Perang saudara ini juga membuat negara lain ikut berperang seperti Turki yang telah kehilangan 2 pilot F-4 setelah pesawatnya ditembak. Kemudian Jordania yang ikut merasakan dampak perang dan mengancam akan menyerang Suriah. Sampai sekarang krisis yang sedang dihadapi Suriah sedang dalam perbincangan oleh bangsa Eropa dan Amerika. Mereka mengusahakan berbagai cara untuk menghentikan peperangan ini karena dianggap telah melanggar HAM rakyat Suriah.
Perang saudara ini juga membuat negara lain ikut berperang seperti Turki yang telah kehilangan 2 pilot F-4 setelah pesawatnya ditembak. Kemudian Jordania yang ikut merasakan dampak perang dan mengancam akan menyerang Suriah. Sampai sekarang krisis yang sedang dihadapi Suriah sedang dalam perbincangan oleh bangsa Eropa dan Amerika. Mereka mengusahakan berbagai cara untuk menghentikan peperangan ini karena dianggap telah melanggar HAM rakyat Suriah.
26. Pelanggaran HAM Israel di Palestina
Gambar 7.1 Peristiwa
terjadinya serangan dari Israel
Israel yang merupakan sebuah wilayah yang terbentuk dari perkumpulan orang-orang Yahudi yang mengungsi kewilayah palestina. Orang-orang Yahudi yang diterima baik oleh bangsa Palestina kemudian membentuk sebuah negara bernama Israel. Israel kemudian sedikit demi sedikit mulai memperluas wilayahnya dengan mengusir penduduk asli. Dengan bantuan Amerika Serikat sekarang Israel menguasai sebagian besar wilayah palestina, sedangkan palestina sendiri sekarang hanya memiliki wilayah kecil yang terletak ditengah negara Israel. Israel mengembargo Palestina dari segala bentuk bantuan dan komunikasi dengan luar. Israel beberapa kali melakukan penyerangan langsung terhadap Palestina.
Sudah ribuan bahkan ratusan ribu warga Palestian menjadi korban. Bahkan relawan yang ingin membantupun ikut menjadi korban. Palestina yang sekarang ini sedang berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari PBB sebagai suatu negara dan lemudian menjadi anggota PBB menghadapi sebuah kehidupan yang sangat memprihatinkan. Mulai dari anak-anak dan wanita yang seharusnya dilindungi menurut Hukum Internasional tentang peperangan kemudian ikut berperang.
27. Kasus Pembunuhan oleh Mujianto
Gambar 7.2 Mujianto ditangkap
Kasus pembunuhan berantai yang
dilakukan oleh Mujianto (MJ) dari Nganjuk yang diduga adalah seorang gay saat
ini menjadi perbincangan dimana-mana. Koran, majalah, surat kabar bahkan
stasiun televisi telah menempatkan berita ini menjadi headline berita mereka.
Kisah pembunuhan yang mirip dengan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Ryan
ini telah menelan korban minimal 15 orang sampai saat ini. Korban masih
dimungkinkan akan bertambah mengingat kasus ini belum selesai sampai saat ini
dan para tersangka terus bertambahn sejak Mujianto ditangkap beberapa waktu
yang lalu.
Aksi pembunuhan yang dilakukan oleh
Mujianto telah dimulai sejak 2011 dengan alasan karena cemburu, karena para
korban pembunuhan adalah merupakan orang dekat pasangan sesama jenisnya (gay). Dalam
melakukan aksinya, Mujianto menggunakan racun tikus yang dimasukkan ke dalam
makanan maupun minuman. Bahkan tak hanya itu saja, menurut pengakuannya,
Mujianto juga menyodomi para korbannya juga.
Pembunuhan berantai yang dilakukan
oleh Mujianto bisa terkuak ke permukaan setelah dua korban yang selamat
melaporkan kejadian yang baru saja menimpa mereka kepada pihak yang berwajib
yaitu M Faiz dan Sumartono. Keduanya menceritakan kepada polisi mengenai pelaku
yang belakangan diketahui adalah Mujianto (24) yang bekerja sebagai pembantu
rumah tangga.
Mujianto yang menjadi tersangka pun
kemudian ditangkap di rumah JS di Desa Sonopatik, Kecamatan Berbek, Nganjuk,
Jatim, pada Selasa malam 14 Februari 2012. Dan setelah penangkapan, diketahui
bahwa Mujianto adalah seorang penyuka sesama jenis atau gay. JS yang dalam hal
ini merupakan majikan Mujianto sekaligus menjadi kekasihnya. JS sendiri pernah
menikah dengan seorang perempuan pada tahun 1992-1996 namun tidak dikaruniai
anak.
Salah satu warga yang merupakan
tetangga JS mengungkapkan bahwa pada awalnya Mujianto merupakan PRT di rumah
JS. Tapi akhirnya mereka berpacaran. JS sebagai perempuannnya, sedangkan MJ
sebagai lelakinya. Keduanya sudah menjalin kisah asmara sesama jenis selama dua
tahun, sejak 2011. Namun, di tengah perjalanannya, tersangka MJ cemburu karena
JS diketahui memiliki banyak pacar yang juga pria.
Karena dibakar api cemburu, MJ nekat
mencari tahu nomor ponsel pacar-pacar JS melalui handphone milik JS. MJ
kemudian menghubungi korban-korban yang menurutnya pacar atau teman dekat JS.
Dihubungi dan diajak ketemuan di suatu tempat di Nganjuk, diajak mutar-mutar.
Lalu dikasih makan dan minum yang sudah diracuni, racun tikus timex.
Setelah korbannya pingsan, MJ kemudian
menitipkan para korban kepada masyarakat setempat dengan alasan akan mencari
pertolongan medis dan kemudian dia menghilang. Dari 6 korban (Ahyani 46 tahun,
Romadhon (55), Sudarno alias Basori (42) dan seorang lagi belum diketahui
identitasnya, pria berusia 32 tahun) yang
diracun pada tahun 2012, hanya dua yang masih hidup yakni, M Faiz dan Sumartono
dan keterangan kedua korban itulah kasus pembunuhan yang dilakukan MJ terkuak.
28. Penembakan Cebongan
Gambar 7.3
korban penembakan Cebongan
Penembakan
Cebongan adalah peristiwa penembakan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman,Daerah Istimewa Yogyakarta pada 23 Maret 2013. Penembakan dilakukan oleh
beberapa orang tak dikenal dan menyebabkan empat orang tewas.
Empat korban tewas merupakan pelaku
pengeroyokan seorang anggota Kopassus bernama Heru Santosa hingga tewas di Hugo’s
Café beberapa hari sebelumnya.
Pada Selasa, 19 Maret 2013, pukul
02.30 terjadi pengeroyokan yang dilakukan oleh beberapa orang terhadap seorang
sersan satu Kopassus Kandang Menjangan Kartasura bernama Heru Santosa
di tempat hiburan Hugo's Cafe di Jalan Adisucipto, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Heru Santosa tewas dalam pengeroyokan
tersebut.
Keributan itu sendiri terjadi antara
salah seorang pelaku dengan teman-temannya tak lama setelah Heru beserta rekan
rekannya sesama anggota Kopassus bernama Alen tiba di tempat hiburan tersebut
sekitar pukul 02.20 WIB. Awalnya, Heru beserta rekannya didatangi oleh
seseorang bernama Diki bersama sekitar tujuh temannya. Mereka bertanya asal
daerah korban. Heru menjawab bahwa dirinya adalah anggota Kopassus. Setelah
itu, tiba-tiba terjadi keributan antara Heru dengan kelompok Diki.
Perkelahian awalnya terjadi di halaman
cafe, namun karena tak kunjung selesai, keributan kembali terjadi di dalam
kafe. Beberapa orang sempat berupaya melerai. Akan tetapi, Heru tetap dikeroyok
dan tewas setelah ditikam dengan pecahan botol di bagian dadanya. Setelah Heru terkapar, para pelaku
segera melarikan diri. Dalam kondisi luka parah, Heru dilarikan ke Rumah Sakit Bethesda, namun meninggal dalam perjalanan.
Jenazah korban lalu diterbangkan ke kampung halamannya di Palembang.
Empat pelaku pengeroyokan berhasil
ditangkap oleh kepolisian. Sebagian pelaku ditangkap di sebuah asrama di
kawasan Lempuyangan, Yogyakarta, yang sering dijadikan tempat mangkal kelompok
tersebut. Para pelaku awalnya
ditahan di Mapolda DIY sebelum kemudian dipindahhkan Lembaga Pemasyarakatan
Cebongan pada Jumat 22 Maret 2013 siang dengan alasan sel di Mapolda DIY sedang
direnovasi.
Pada Sabtu 23 Maret 2013, sekitar
pukul 01.30 WIB, satu kelompok yang terdiri atas sekitar 17 orang tak dikenal
mendatangi Lapas Cebongan. Mereka berhasil masuk setelah mengancam petugas
lapas dengan senjata api. Pelaku juga melakukan tembakan ke udara agar sipir
dan napi yang lain tiarap. Mereka lalu meminta sipir menunjukkan sel di mana
terdapat tahanan yang terlibat kasus penganiayaan anggota Koppasus hingga tewas
di Hugo's Cafe. Mereka juga meminta sipir memberikan kunci sel tempat para
tersangka ditahan. Dalam prosesnya, mereka sempat melukai sipir,[4] dan melakukan ancaman dengan menunjukkan
granat. Akhirnya sipir memberitahu bahwa para tahanan tersebut ditempatkan di
sel 5A serta memberikan kunci selnya. Setelah
memperoleh informasi tersebut, kelompok itu kemudian pergi menuju sel para
tersangka.
Dalam prosesnya, ketika mereka semakin
mendekati sasaran, jumlah pelaku yang ikut serta semakin sedikit. Dari 17 orang
yang melakukan penyerangan, hanya satu orang yang melakukan penembakan. Begitu
tiba di sel 5A, mereka menyuruh para tahanan yang berada di sana untuk
berkumpul. Kemudian salah seorang pelaku bertanya di mana kelompok Diki. Ia
berkata, "Yang bukan kelompok Diki, minggir!". Sempat ada tahanan
yang berkata bahwa Diki tidak ada, namun pelaku mengancam bahwa mereka akan
menembak semua tahanan itu jika tidak diberitahu. Akhirnya para tahanan
memisahkan diri hingga tersisa tiga orang. Mereka disuruh untuk berkumpul,
kemudian langsung ditembak hingga tewas. Setelah itu, pelaku menembak satu
orang tahanan lagi.
Setelah menembak mati para tahanan,
para penembak memaksa sebanyak 31 tahanan di sel tersebut yang menyaksikan eksekusi
itu untuk bertepuk tangan. Begitu
selesai, para pelaku pun pergi meninggalkan sel. Untuk menghilangkan barang bukti,
mereka merusak kamera CCTV dan mengambil rekaman CCTV lapas.
Penyerangan berlangsung selama kurang
lebih 15 menit, sementara
penembakannya berlangsung selama 5 menit. Salah
satu saksi melaporkan bahwa, selama peristiwa berlangsung, ada seorang pelaku
yang terus-menerus melihat jam di tangannya.
29. Insiden Dili
Gambar 7.4 Proses terjadinya Insiden Dili
Insiden
Santa Cruz (juga dikenal sebagai Pembantaian Santa Cruz atau Peristiwa 12 November) adalah penembakan pemrotes Timor Timur di kuburan Santa Cruz di ibu kota Dili pada 12 November 1991.
Para pemrotes, kebanyakan mahasiswa,
mengadakan aksi protes mereka terhadap pemerintahan Indonesia pada penguburan rekan mereka, Sebastião Gomes,
yang ditembak mati oleh pasukan Indonesia sebulan sebelumnya. Para mahasiswa
telah mengantisipasi kedatangan delegasi parlemen dari Portugal, yang masih diakui oleh PBB secara legal sebagai penguasa administrasi
Timor Timur. Rencana ini dibatalkan setelah Jakarta keberatan karena hadirnya Jill Joleffe sebagai
anggota delegasi itu. Joleffe adalah seorang wartawan Australia yang dipandang mendukung gerakan kemerdekaan Fretilin.
Dalam prosesi pemakaman, para
mahasiswa menggelar spanduk untuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan,
menampilkan gambar pemimpin kemerdekaan Xanana
Gusmao. Pada saat prosesi tersebut memasuki
kuburan, pasukan Indonesia mulai menembak. Dari orang-orang yang berdemonstrasi
di kuburan, 271 tewas, 382 terluka, dan 250 menghilang. Salah satu yang
meninggal adalah seorang warga Selandia
Baru, Kamal Bamadhaj, seorang pelajar ilmu politik dan aktivis HAM
berbasis di Australia.
Pembantaian ini disaksikan oleh dua
jurnalis Amerika Serikat; Amy Goodman dan Allan Nairn; dan terekam dalam pita video oleh Max Stahl, yang diam-diam
membuat rekaman untuk Yorkshire Television di Britania
Raya. Para juru kamera berhasil
menyelundupkan pita video tersebut ke Australia. Mereka memberikannya kepada seorang wanita Belanda untuk menghindari penangkapan dan penyitaan
oleh pihak berwenang Australia, yang telah diinformasikan oleh pihak Indonesia
dan melakukan penggeledahan bugil terhadap para juru kamera itu ketika mereka tiba
di Darwin.
Video tersebut digunakan dalam dokumenter First Tuesday berjudul In
Cold Blood: The Massacre of East Timor, ditayangkan di ITV di Britania pada Januari 1992.
Tayangan tersebut kemudian disiarkan
ke seluruh dunia, hingga sangat mempermalukan permerintahan Indonesia. Di Portugal dan Australia, yang keduanya memiliki komunitas Timor Timur
yang cukup besar, terjadi protes keras.
Banyak rakyat Portugal yang menyesali
keputusan pemerintah mereka yang praktis telah meninggalkan bekas koloni mereka
pada 1975. Mereka terharu oleh siaran yang melukiskan
orang-orang yang berseru-seru dan berdoa dalam bahasa Portugis. Demikian pula,
banyak orang Australia yang merasa malu karena dukungan pemerintah mereka
terhadap rezim Soeharto yang menindas di Indonesia, dan apa yang
mereka lihat sebagai pengkhianatan bagi bangsa Timor Timur yang pernah berjuang
bersama pasukan Australia melawan Jepang pada Perang
Dunia II.
Meskipun hal ini menyebabkan
pemerintah Portugal meningkatkan kampanye diplomatik mereka, bagi pemerintah
Australia, pembunuhan ini, dalam kata-kata menteri luar negeri Gareth Evans, 'suatu penyimpangan'.
Pembantaian ini (yang secara halus
disebut Insiden Dili oleh
pemerintah Indonesia) disamakan dengan Pembantaian
Sharpeville di Afrika
Selatan pada 1960, yang menyebabkan penembakan mati sejumlah
demonstran yang tidak bersenjata, dan yang menyebabkan rezim apartheid mendapatkan kutukan internasional.
Kejadian ini kini diperingati sebagai Hari Pemuda oleh negara Timor Leste yang merdeka. Tragedi 12 November ini dikenang oleh bangsa Timor Leste sebagai
salah satu hari yang paling berdarah dalam sejarah mereka, yang memberikan
perhatian internasional bagi perjuangan mereka untuk merebut kemerdekaan.
30. Kasus
Penyiksaan TKI di Malaysia
Gambar 8.1 korban penyiksaan TKI di Malaysia
Kasus penyiksaan Nirmala Bonet, TKI asal
Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) di Malaysia, menjadi pemberitaan utama
sejumlah media .
Sebagian besar media cetak di Malaysia juga
memberitakan kasus itu, dan menampilkan foto Nirmala Bonet dengan wajah dan
dada terluka dan tampak ketakutan. Harian Kompas, Warta Kota, dan Republika edisi
hari ini (Jumat, 21/5) menampilkan berita dan foto Nirmala di halaman pertama.
Nirmala mengalami penyiksaan penganiayaan,
disetrika dan disiram air panas oleh majikannya di Malaysia. Kantor Berita AFP
dalam laporannya Kamis menyebutkan, penyiksaan yang dialami TKI berumur 19
tahun dan bekerja di rumah tangga tersebut dialaminya secara berulang-ulang
sejak dia bekerja di Malaysia lima bulan lalu.
Menurut laporan wartawan setempat, Nirmala
mengatakan semua itu dialaminya setelah memecahkan sebuah mangkok yang tengah
dicucinya. "Dia (majikan, red) kemudian menyiram air panas ke saya. Dia
pun pernah menyetrika dada saya dengan gosokan panas," katanya.
Kepolisian telah menahan majikan Nirmala,
seorang wanita berusia 35 tahun dan istri seorang direktur perusahaan, untuk
kepentingan penyelidikan kasus ini. Keterangan sementara yang diperoleh polisi,
wanita tersebut melakukan penyiksaan terhadap Nirmala setiap hari sejak lima
bulan lalu, seperti dibakar, disiram dengan air panas dan dipukuli.
Pada 2001, dilaporkan telah terjadi
serangkaian aksi protes terhadap Kedubes Malaysia di Indonesia atas kasus-kasus
pelecehan terhadap TKI. Di Malaysia ada sekitar 100 ribu TKW Indonesia. Mereka
banyak yang dipekerjakan sejak matahari terbit hingga malam dengan perlindungan
yang amat minim.
31. Genosida suku Indian atas
kedatangan orang berkulit putih
Gambar 8.2
Suasana genosida suku Indian
Sejak
kedatangan Colombus, orang-orang kulit putih berdatangan ke Amerika untuk
kemudian tinggal dan menetap di sana. Kedatangan orang-orang kulit putih ini
awalnya disambut baik oleh suku Indian. Mereka mengadakan penghormatan khusus
secara sakral atas keadatangan kaum kulit putih tersebut. Namun seiring
berjalannya waktu, orang-orang kulit putih mulai merampas tanah-tanah milik
orang Indian. Mereka diperlakukan tidak adil dan kejam, tak jarang terjadi
pertumpahan darah.Suku Indian dipaksa menyingkir dari tanah kelahirannya,
mereka sering dikejar dan diusir dari wilayah teritorialnya. Karena teribat
perang akhirnya suku Indian menyerah dan dibunuh sehingga populasi nya tinggal
hanya sekitar 11.000 jiwa saja.
32.
Kasus Kekerasan terhadap Penyandang Cacat
Gambar 8.2 Salah satu kekerasan terhadap
penyandang cacat
Hanya karena tak mau mempermalukan anak-anaknya
yang sehat, sepasang suami istri warga Tepi Barat, Palestina, menyembunyikan
dua anak mereka yang cacat selama 40 tahun.Hanya segelintir warga desa kecil Beit Awwa yang tahu soal Bassam Musalmeh (38) dan kakak perempuannya, Nawal (42). Mereka berdua dikurung di dalam ruang berdinding beton yang kotor dan bau pesing di belakang rumah keluarga. Polisi menemukan mereka dalam penggerebekan pada Selasa (26/8) malam, saat memburu anggota Hamas dan sejumlah penjahat di kota itu. Otoritas Palestina membantah penggerebekan itu untuk memburu anggota Hamas.
Kepala polisi setempat, Samih Saify, mengatakan, ketika anggotanya masuk ke rumah itu, mereka mendengar suara-suara aneh dari bawah dan tergerak untuk menyelidikinya. Mereka kemudian menemukan Bassam dalam keadaan telanjang dan Nawal mengenakan daster tipis. Polisi mengambil gambar mereka. Ibrahim, ayah kedua anak itu, ditangkap meski belum jelas alasan dia mengurung anaknya atau karena terlibat dalam organisasi Hamas.
Karena perhatian media sudah begitu besar, Rabu (27/8), Bassam dan Nawal dimandikan dan diberi pakaian yang pantas. Ruang penyekapan pun sudah dibersihkan dan dirapikan meski bau pesing masih menyengat.
Menurut paman mereka, Mohammed Musalmeh, kedua orang itu belum pernah didiagnosis menderita gangguan mental tertentu. Mereka juga tidak bisa bicara atau mengenal orang lain. Seorang reporter Associated Press masuk ke ruangan Nawal, tempat dia duduk di ranjang besi. Tampaknya perempuan itu tidak menyadari kehadiran orang lain di ruang itu.
Bassam dan Nawal dikurung dalam ruang terpisah yang berhadapan. Ruang itu cukup terang karena mendapat pencahayaan matahari yang cukup, tetapi dikelilingi tembok tinggi sehingga tidak bisa dilihat dari luar. Satu pintu yang menghubungkan ruang itu dengan bangunan utama jarang dibuka.
Kasus ini menyorot kembali rasa malu pada keluarga yang memiliki anak cacat dalam masyarakat Palestina. Kondisi ini semakin parah karena buruknya pelayanan kesehatan dan praktik perkawinan dengan sepupu pertama. Ibrahim menikahi sepupu pertamanya dan menghasilkan delapan anak. Tujuh dari delapan anak mereka cacat dan lima di antaranya meninggal saat masih kecil. Sekarang tinggal Bassam, Nawal, dan satu putra lagi yang sudah menikah.
Banyak komunitas Arab lebih memilih menikah antarsepupu pertama untuk menjaga keturunan dalam keluarga. Ini tidak digolongkan dalam inses. Namun, kurang kesadaran di antara mereka bahwa perkawinan dengan saudara yang terlalu dekat meningkatkan kemungkinan lahir anak dengan cacat bawaan.
Mohammed mengatakan, Ibrahim dan istrinya mengurung kedua anak itu untuk mengindari rasa malu terhadap lingkungan sekitarnya. Banyak orang Arab memberi stigma negatif pada penyandang cacat dan menolak menikah dengan saudara mereka karena takut mendapatkan keturunan cacat pula.
Menurut Mohammed, keluarga itu juga tidak ingin anak-anak mereka menjadi sasaran cemooh dan ejekan yang lazim di desa itu. Ini terlihat ketika wartawan Associated Press minta ditunjukkan arah rumah keluarga itu, warga desa menggambarkan mereka sebagai ‘domba’. “Jika mereka keluar rumah, orang-orang pasti menertawakan,” kata pria berusia 67 tahun itu.
Mohammed juga mengatakan, keluarga itu tidak bisa mendapatkan perawatan jangka panjang untuk kedua bersaudara yang malang itu. Sedangkan Saify berharap Pemerintah Israel bisa menyediakan perawatan itu.
Imad Abumohr, aktivis pembela penyandang cacat Palestina, mengatakan, tidak mungkin mereka mendapatkan perawatan profesional dalam jangka panjang di wilayah Palestina karena fasilitas untuk itu nyaris tidak ada. “Ini menyedihkan, memalukan, sekaligus mengerikan,” katanya.
Menurutnya, kasus keluarga Musalmeh sangat dramatis, tapi bukan tidak pernah terjadi sebelumnya. Kata Abumohr, tahun lalu, organisasinya dipanggil untuk menyelamatkan seorang remaja cacat mental berusia 17 tahun yang dicampakkan ke tempat sampah. Remaja malang itu mengalami luka lecet di perut, leher, tangan, dan kaki yang tampaknya akibat diikat. “Saya yakin banyak kasus orang-orang yang disembunyikan di kawasan pedesaan,” katanya.
33. Penyiksaan terhadap Sylvia Likens
Gambar 8.3
korban dan Pembunuh korban
Sylvia Likens (3 Januari 1949 - 26 Oktober 1965)
adalah seorang gadis warga Amerika bagian Indiana yang menjadi korban
penyiksaan sampai mati oleh Ibu Gertrude Baniszewski dan 7 anaknya ( 1.Paula
Baniszewski 2.Stephanie Baniszewski 3.John Baniszewski Jr 4.Marie Baniszewski
5.Shirley Baniszewski 6.James Baniszewski 7.Dennis Lee Wright Jr.) tidak hanya
keluarga tersebut, anak-anak muda di lingkungan keluarga Gertrude (Ricky Hobbs
,Coy Hubbard dll) juga ikut serta dalam penyiksaan terhadap gadis malang
ini.
Orang tua Sylvia adalah pekerja sirkus karnaval sehingga sibuk untuk touring di beberapa kota. akhirnya mereka memutuskan untuk menitipkan Sylvia dan adiknya Jenny di keluarga Gertrude Baniszewski yang kebetulan Gertrude adalah seorang janda yang sedang mencari uang tambahan, dan mereka setuju untuk membayar 20$ per minggu.
Penyiksaan ini dimulai ketika orang tua mereka terlambat mengirimkan cek senilai 20$, dan ibu Gertrude pun kesal yang ahirnya mereka berdua dihukum dengan cara memecut punggung mereka, padahal ke esokan harinya cek itu sudah tiba di tangan ibu Gertrude.
Pada hari-hari berikutnya Sylvia dituduh oleh Paula karena telah mencemarkan nama dia sebagai pelacur di sekolah mereka sehingga membuat ibu gertrude terpancing emosi untuk memukulnya dengan cara membiarkan Paula memukulnya di depan anak-anak Gertrude.
Sebelum Sylvia di bawa ke basement (ruang bawah tanah) tiba-tiba ibu asuh ini sangat emosi melihat Sylvia pulang bersama teman lelakinya . lalu ibu Gertrude menyuruhnya memasukan botol soda ke anusnya dan menyuruh John dan Coy untuk membawanya ke basement hingga ahirnya Sylvia pun pingsan karena dilempar dari lantai atas.
Selama di basement (Agustus-Oktober 1965), gadis malang ini melalui cobaan-cobaan yg sangat tragis dan kejam. anak-anak Gertrude selalu membawa teman-temanya ke basement dan juga menjadi ajang perkumpulan untuk menyiksa Sylvia dengan cara di sundut , di pukul pakai tongkat sapu, di tonjok, di tendang (macem-macem kekerasan deh) alhasil dia menerima sundutan rokok dan luka bakar yg jumlahnya lebih dari 100 selain itu ada lapisan kulit yg banyak terkelupas. tapi cedera yang sangat luar biasa adalah ditemukannya kata-kata dalam huruf balok yang telah dibakar (jarum panas) secara langsung ke perutnya "I'M A PROSTITUTE AND PROUD OF IT!" yang dilakukan oleh ibu Gertrude dan diteruskan oleh Ricky Hobbs.
Ketika Stephanie Hobbs Baniszewski menyadari bahwa Sylvia tidak bernapas, Stephanie berusaha untuk memberikan Sylvia resusitasi (pernafasan dari mulut ke mulut), sebelum menyadari ternyata semua itu sia-sia.
Orang tua Sylvia adalah pekerja sirkus karnaval sehingga sibuk untuk touring di beberapa kota. akhirnya mereka memutuskan untuk menitipkan Sylvia dan adiknya Jenny di keluarga Gertrude Baniszewski yang kebetulan Gertrude adalah seorang janda yang sedang mencari uang tambahan, dan mereka setuju untuk membayar 20$ per minggu.
Penyiksaan ini dimulai ketika orang tua mereka terlambat mengirimkan cek senilai 20$, dan ibu Gertrude pun kesal yang ahirnya mereka berdua dihukum dengan cara memecut punggung mereka, padahal ke esokan harinya cek itu sudah tiba di tangan ibu Gertrude.
Pada hari-hari berikutnya Sylvia dituduh oleh Paula karena telah mencemarkan nama dia sebagai pelacur di sekolah mereka sehingga membuat ibu gertrude terpancing emosi untuk memukulnya dengan cara membiarkan Paula memukulnya di depan anak-anak Gertrude.
Sebelum Sylvia di bawa ke basement (ruang bawah tanah) tiba-tiba ibu asuh ini sangat emosi melihat Sylvia pulang bersama teman lelakinya . lalu ibu Gertrude menyuruhnya memasukan botol soda ke anusnya dan menyuruh John dan Coy untuk membawanya ke basement hingga ahirnya Sylvia pun pingsan karena dilempar dari lantai atas.
Selama di basement (Agustus-Oktober 1965), gadis malang ini melalui cobaan-cobaan yg sangat tragis dan kejam. anak-anak Gertrude selalu membawa teman-temanya ke basement dan juga menjadi ajang perkumpulan untuk menyiksa Sylvia dengan cara di sundut , di pukul pakai tongkat sapu, di tonjok, di tendang (macem-macem kekerasan deh) alhasil dia menerima sundutan rokok dan luka bakar yg jumlahnya lebih dari 100 selain itu ada lapisan kulit yg banyak terkelupas. tapi cedera yang sangat luar biasa adalah ditemukannya kata-kata dalam huruf balok yang telah dibakar (jarum panas) secara langsung ke perutnya "I'M A PROSTITUTE AND PROUD OF IT!" yang dilakukan oleh ibu Gertrude dan diteruskan oleh Ricky Hobbs.
Ketika Stephanie Hobbs Baniszewski menyadari bahwa Sylvia tidak bernapas, Stephanie berusaha untuk memberikan Sylvia resusitasi (pernafasan dari mulut ke mulut), sebelum menyadari ternyata semua itu sia-sia.
34. Kerusuhan di Flores
Gambar 8.4 Suasana
kerusuhan di Flores
Kasus Tibo adalah sebuah kasus mengenai penyelesaian Kerusuhan Poso. Tibo sendiri merupakan salah satu terdakwa
dari tiga terdakwa dalam kasus ini. Tiga orang terdakwa dalam kasus ini adalah
Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu. Mereka ditangkap pada Juli
dan Agustus 2000. Dan dijatuhi vonis mati pada April 2001 di Pengadilan Negeri
Palu, dan ditegaskan kembali dengan Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara pada 17 Mei 2001. Pengadilan memutuskan bahwa mereka bersalah
atas tuduhan pembunuhan, penganiayaan, dan perusakan di tiga desa di Poso,
yakni Desa Sintuwu Lemba, Kayamaya, dan Maengko Baru.
Kasus vonis mati mereka menimbulkan
banyak kontroversi sehingga menyebabkan rencana vonis mati mereka tertunda
beberapa kali. Ketiganya dieksekusi mati pada dinihari 22 September 2006 di Palu.
Terdakwa :
Fabianus Tibo
Fabianus
Tibo lahir
di Ende, Flores, Nusa
Tenggara Timur pada 5 Mei 1945. Tibo yang berpendidikan kelas 2 Sekolah Rakyat sehari-harinya bekerja sebagai petani.
Ketika berumur 17 tahun, Tibo merantau
ke Sulawesi Tengah dan berusaha membangun kehidupan dan rumah tangga di desa
Beteleme. Menikah dengan wanita setempat, dan dikaruniai 3 orang anak. Di
samping menunjang kehidupan keluarganya sebagai seorang petani sederhana, Tibo
juga bekerja sampingan sebagai pengrajin topi dan rotan. Semuanya itu
dilakukannya dengan tangan yang memiliki jari-jari yang tidak lengkap. Ia tidak
memiliki ibu jari (jempol) tangan kanannya, padahal segala sesuatu dikerjakan
dengan tangan kanan sebagai tumpuan utama.
Dominggus da Silva
Dominggus da
Silva lahir
di Maumere, Flores, Nusa Tenggara Timur tanggal 17 Agustus 1967. Setamat STM ia merantau ke Sulawesi Tengah
pada tahun 1987. Mendengar ada banyak transmigran asal Flores di Beteleme,
Dominggus berusaha mengadu nasib ke Dusun Jamur Jaya. Sehari-hari Dominggus,
yang sampai akhir hayatnya membujang, bekerja sebagai sopir angkutan umum
jurusan Beteleme – Jamur Jaya.
Marinus Riwu
Marinus Riwu lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur pada tanggal 27 Juli 1957. Tahun 1987 lelaki yang hanya bersekolah
sampai kelas 2 Sekolah Dasar itu bersama istri dan anak-anaknya transmigrasi ke
Sulawei Tengah, persisnya ke Dusun Molores Kecamatan Lembo yang berjarak
sekitar 250 Km dari Kota Poso. Untuk menghidupi keluarganya Marinus sehari-hari
bekerja sebagai petani.
Desa Jamur Jaya, Kecamatan Lembo, Kabupaten
Morowali Sulawesi Tengah tempat tinggal Fabianus Tibo, Dominggus Da
Silva dan Don Marinus Riwu berjarak sekitar 250 Km dari kota Poso. Sebelum kerusuhan Poso I (1998), Poso II (1999) dan Poso III (2000),
Dusun Jamur Jaya dalam suasana aman. Masyarakat yang sebagian besar petani
hidup dalam ketenteraman tanpa terusik sedikitpun dengan berbagai bentuk friksi
sosial dan politik. Mereka hidup berdampingan dalam semangat kebersamaan dan
toleransi. Ketenteraman penduduk Jamur Jaya baru mulai terusik ketika pada
tanggal 15 Mei 2000 datang seorang tamu tak diundang yang mengaku
berasal dari Poso bernama Yanis Simangunsong memprovokasi dengan mengabarkan
berita bahwa Gereja Santa Theresia Poso dan Komplek Sekolah/Asrama akan dibakar
serta anak-anak penghuni Asrama (85 orang berasal dari Desa Beteleme), pastor,
para suster, dan para guru akan dibunuh. Informasi tersebut menggerakkan hati
Tibo untuk menyelamatkan anak-anak sekolah di asrama tersebut (anak-anak yang
berasal dari Beteleme, kampung Tibo) dan juga para suster, pastor dan guru yang
tinggal di asrama St. Theresia Poso.
Petani ini ditangkap Satuan Tugas TNI Cinta Damai di Desa Jamur Jaya, Beteleme,
Kabupaten Morowali, pada akhir Juli 2000. Lima hari kemudian Dominggus da Silva
(42 tahun) dan Marinus Riwu (48 tahun) menyerahkan diri di Polsek Bateleme.
35. Kerusuhan Koja
Gambar 8.5
Suasana kerusuhan Koja
Kerusuhan Koja terjadi pada 14
April 2010 yang dipicu oleh rencana eksekusi tanah
kawasan makam Mbah Priok yang ada di dalam area Terminal Peti Kemas Tanjung
Priok oleh Pemerintah
Daerah DKI Jakarta. Tindakan ini ditentang oleh warga yang
kemudian berubah menjadi bentrokan antara warga dengan Satpol
PP.
Kejadian ini dilatarbelakangi oleh sengketa
antara ahli waris Mbah Priok dengan Pelabuhan Indonesia II,
pihak ahli waris mengklaim kepemilikan tanah dengan mendasarkan pada Eigendom
Verponding no 4341 dan No 1780 di lahan seluas 5,4 Ha. Namun PN Jakarta Utara
pada tanggal 5 Juni 2002 telah memutuskan tanah tersebut secara sah adalah
milik PT Pelindo II. Hal ini sesuai dengan hak pengelolaan lahan (HPL) Nomor
01/Koja dengan luas 145,2 hektar.
Pemerintah Daerah DKI Jakarta kemudian
berencana mengeksekusi tanah sengketa, tetapi ditentang oleh warga yang
berakhir dengan pecahnya bentrokan antara aparat dengan warga.
Akibat bentrokan yang terjadi antara
aparat dengan warga menewaskan 3 anggota Satpol PP dan menyebabkan, menurut sumber
masing-masing, dari 130 sampai 231orang mengalami luka-luka. Korban
luka-luka terdiri, menurut sumber masing-masing, dari 66 sampai 112 orang Satpol PP,
dari 10 sampai 26 anggota POLRI dan masyarakat umum dari
54sampai 90 orang. Korban
masing-masing akan diberikan santunan
Selain itu akibat bentrokan
menyebabkan seorang fotografer mengalami luka, serta dua orang jurnalis turut menjadi
korban bentrokan. Akibat
bentrokan ini juga menyebabkan terputusnya arus lalu lintas dari pelabuhan
Tanjung Priok menuju Cilincing dan arah sebaliknya.
Kerusuhan Koja juga mengakibatkan
kerugian kepada pengusaha, akibat terhambatnya arus barang dan jasa dari
Terminal Peti Kemas Koja. Kerugian
akibat bentrokan diperkirakan mencapai ratusan milyar rupiah. Selain itu, kerusuhan ini berlanjut
pada penjarahan barang-barang pada salah satu kantor Terminal Peti Kemas Koja.
36. Kerusuhan Situbondo
Gambar 9.1
kerusakan akibat kerusuhan Situbondo
Pada
tanggal 10 Oktober 1996, terjadi kerusuhan anti-Kristen dan
anti-orang keturunan Tionghoa di Kabupaten
Situbondo, Jawa Timur. Peristiwa itu mulai karena massa
tidak puas dengan hukuman penjara lima tahun untuk terdakwa Saleh, (yang
beragama Islam) yaitu tuntutan maksimal yang dapat dijatuhkan atas kasus
penghinaan terhadap agama Islam. Oleh karena ketidakpuasan itu serta
kesalahpahamannya bahwa Saleh disembunyikan di dalam gereja, massa mulai
merusak dan membakar gereja-gereja di Kabupaten
Situbondo. Pada akhirnya, 24 gereja di lima kecamatan
dibakar atau dirusak, serta beberapa sekolah Kristen dan Katolik, satu panti asuhan Kristen, dan toko-toko yang milik orang
keturunan Tionghoa. Dalam kerusuhan itu telah tewas
terpanggang api 5 orang keluarga pendeta Ischak Christian di dalam komplek
Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) yang terletak di Jl. Basuki Rachmat
Situbondo. Dipikir bahwa peristiwa itu direkayasa untuk mendiskreditkan Nahdlatul
Ulama dan pemimpinnya pada saat itu, Abdurrahman
Wahid.
Kronologi peristiwa sebelum 10 Oktober
1996
12 September 1996
Sidang pengadilan Saleh, 28 tahun,
yang dianggap menghina agama dan melanggar pasal 156 (a) KUHP dimulai di PN
Situbondo. Saleh dilaporkan oleh KH Achmad Zaini, pimpinan pondok Nurul Hikam
yang juga tetangga Saleh di Kecamatan Kapongan, Situbondo. Kepada KH Zaini,
Saleh menyatakan Allah itu mahluk biasa dan KH As’ad Syamsul Arifin, pendiri
pondok pesantren Salafiyah As’syafiiyah, Situbondo, dan ulama NU yang amat
dihormati, meninggalnya tidak sempurna, atau dalam bahasa Madura disebut mate
takacer.
3 Oktober 1996
Dalam sidang keempat kasus ini, Saleh
membantah tuduhan menodai agama Islam. “Saya datang hanya untuk musyawarah dan
saya ingin tahu tanggapan Kyai Zaini apakah pendapat saya betul atau tidak,’
kata lulusan SMAN II Situbondo ini. Massa yang antara lain datang dari Besuki,
Panarukan, dan Asembagus yang mencapai 1000 orang itu marah.
Seusai sidang, teriakan “Bunuh Saleh”
pun terdengar. Massa berusaha mengeroyok Saleh, tapi diamankan puluhan petugas
dengan memasukkannya dalam tahanan PN Situbondo. Massa yang sudah kalap
kemudian merusak pintu dan jendela tahanan. Sekitar 10 orang membongkar
genteng, menjebol plafon, dan berhasil menghajar Saleh dalam selnya. Tindakan
ini bisa dihentikan dengan bantuan Ny.Aisyah, putri Kyai As’ad. Tapi, massa
yang ada di luar tahanan, tak mau beranjak. Mereka menuntut Saleh dihukum mati
dan merekalah yang akan mengeksekusinya. Teriakan Kapolres Situbondo Letkol
Endro Agung sudah tak didengar. Baru setelah Ny.Aisyah berteriak-teriak lewat
megaphone mengajak pulang dalam bahasa Madura, massa pun bubar. Saleh diantar
ke rutan dalam satu mobil bersama Ny.Aisyah.
10 Oktober 1996
Sidang Saleh yang dijaga oleh 100
orang aparat dari Kodim sudah sampai pada tuntutan jaksa. Ribuan pengunjung
dari luar kota hadir. Mayoritas adalah Madura pendatang. Selama sidang, massa
tetap tenang. Jaksa menuntut Saleh hukuman 5 tahun penjara sesuai pasal 156 A
KUHP tentang penodaan agama.
Tindakan brutal baru terjadi seusai
sidang. Sebagian massa yang tak puas dengan tuntutan jaksa dan ingin Saleh
dihukum mati, mulai melempari gedung pengadilan dengan batu. Suasana jadi
kacau. Seorang petugas Kodim terkena lemparan batu. Teriakan peringatan
Komandan Kodim Letkol Imam Prawoto tidak digubris. Batu-batu terus berjatuhan
setelah ada aparat yang membalas aksi massa ini. Karena terdesak, aparat masuk
ke dalam gedung. Massa yang sudah kalap terus merangsek. Aparat dan para hakim,
termasuk Erman Tanri, ketua PN Situbondo yang keningnya luka kena lemparan
batu, melarikan diri lewat sungai di belakang gedung PN. Saleh pun diselamatkan
ke arah belakang.
Entah siapa yang menyulut, ada massa
yang berteriak bahwa Saleh dilarikan ke Gereja Bukit Sion yang terletak sekitar
200 meter sebelah barat gedung PN. Isu bahwa hakim yang mengadili ada yang
Kristen pun merebak. Padahal 3 hakim dan jaksa yang mengadili Saleh semua
beragam Islam. Massa yang marah kemudian membakar 3 mobil di depan gedung PN
milik kejaksaan dan anggota Polres serta sebuah sepeda motor. Pesawat televisi
pun dibakar. Akhirnya, gedung PN pun membara. Massa pun bergerak ke Gereja
Bukit Sion. Berbekal bensin dari pom bensin di depan gereja dan dari
kendaraan-kendaraan bermotor yang dihentikan, mereka membakar gereja setelah
lebih dulu menguras isinya.
Ribuan massa yang puas dengan aksinya
ini pun lalu mencari sasaran lainnya. Gereja GPIB (Gereja Protestan Indonesia
Barat) yang terletak di sebelah Polres semula akan jadi sasaran berikutnya,
tapi pembakaran gagal karena dicegah oleh petugas anti huru-hara. Hanya pagar
dan papan nama gereja saja yang sempat dirusak.
Karena diblokir, massa lalu bergerak
ke Jalan WR Supratman. Mereka membakar bangunan SD dan SMP Katholik dan Gereja
Maria Bintang Samudra. Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dan gedung TK/SD/SMP
Kristen Imanuel jadi sasaran berikutnya.
Massa bergerak lagi ke arah timur.
Gereja Pantekosta dan Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) di Jalan A.Yani jadi
sasaran berikutnya. Tak hanya gereja dan bangunan sekolah Kristen saja yang
diincar, rumah makan Malang dan pertokoan Tanjungsari pun tak luput dari
perusakan.
Malapetaka terjadi pada sasaran berikutnya,
yaitu rumah pendeta dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) “Bahtera
Kasih”. Di dalam rumah itu tinggal pendeta Ishak Kristian, 71 tahun, isterinya
Ribka Lena, 68 tahun, dan anaknya Elisabeth Kristian, 23 tahun. Juga
keponakannya Nova Samuel dan Rita Karyawati yang sedang magang pendeta di sana.
Mereka tak berani keluar dan akhirnya terbakar di dalam rumah.
Setelah membakar gereja, sebagian
massa naik 3 truk ke arah timur. Diduga menuju Asembagus. Lainnya menyebar ke
Jalan Argopuro dan membakar salah satu rumah pendeta yang juga dijadikan
gereja. Massa masih bergerak menuju pertokoan Mimba’an Baru di depan terminal
Situbondo. Selain rumah bilyar, mereka juga merusak gedung bioskop.
Ketika merusak pertokoan inilah, satu
kompi senapan Yonif 514 datang. Petugas yang langsung memukuli dan mengangkut
orang yang dianggap sebagai biang kerusuhan membuat massa lari tunggang
langgang. Sebagian lari ke Gang Karisma dan masih sempat-sempatnya membakar
rumah anak yatim di bawah asuhan Yayasan Buah Hati. Sebagian massa lainnya lari
ke Jalan Jakas Agung Suprapto dan di sana membakar TK Santa Theresia dan sebuah
susteran. Tragedi Situbondo ini baru benar-benar berhenti pada pukul 15.00.
Namun, aksi massa menjalar ke daerah
sekitarnya. Di Asembagus dan Besuki, yang jaraknya lebih dari 30 kilometer ke
arah timur Situbondo, mereka membakar 3 gereja, sedang di Kecamatan Banyuputih
ada 6 gereja dan sebuah rumah pendeta yang dibumi hanguskan. Massa juga
bergerak ke arah barat. Sejak pukul 15.00 sampai magrib, massa beraksi di
Panarukan -6 kilometer dari Situbondo- dan membakar 2 gereja. Dari sana, mereka
bergerak ke Besuki yang jaraknya hampir 30 kilometer dari Situbondo dan
membakar 2 gereja, sebuah klenteng, serta merusak sebuah toko di alun-alun.
Aksi bakar hangus ini baru benar-benar reda pada pukul 23.00.
Aparat keamanan dari lokasi seputar
kerusuhan baru berdatangan ke Situbondo menjelang magrib. Malam itu juga 120
orang ditangkap dan diseleksi menjadi 46 orang. Dari jumlah sekian, 11
diantaranya pelajar dari STM, SMA, dan SMEA Ibrahimi yang ketua yayasannya
dipegang oleh KH Fawaid, salah satu putra KH As’ad. Selain pelajar, juga
ditahan sejumlah santri dari pondok Wali Songo, Mimba’an dan “anjal” alias anak
jalanan, sebuah perkumpulan bekas preman yang dibina oleh KH Cholil, juga salah
satu putra KH As’ad.
Malam itu diadakan pertemuan antara
Kasdam Brawijaya Brigjen Muchdi, kapolwil Besuki, Danrem Malang, Muspida
Situbondo, dan para ulama. Kasdam meminta ulama untuk menenangkan suasana.
Pertemuan serupa diadakan oleh Pangdam Imam Oetomo esok harinya.
37. Kerusuhan mei 1998
Gambar 9.2 Suasana kerusuhan mei 1998
Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada 13
Mei-15
Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta namun juga terjadi di beberapa daerah lain.
Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi
Trisakti di mana empat mahasiswaUniversitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei
1998.
Pada kerusuhan ini banyak toko dan
perusahaan dihancurkan oleh amuk massa—terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa[1]. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung, dan Surakarta. Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual
dalam kerusuhan tersebut[2][3]. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai,
dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga
Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia. Tak hanya itu, seorang aktivis relawan
kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo
Sandyawan,
bernama Ita
Martadinata Haryono,
yang masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga diperkosa, disiksa, dan
dibunuh karena aktivitasnya. Ini menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan
dalam Kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak hanya sporadis.
Amuk massa ini membuat para pemilik
toko di kedua kota tersebut ketakutan dan menulisi muka toko mereka dengan
tulisan "Milik pribumi" atau "Pro-reformasi". Sebagian
masyarakat mengasosiasikan peristiwa ini dengan peristiwa Kristallnacht di Jerman pada tanggal9 November 1938 yang menjadi titik awal penganiayaan terhadap
orang-orang Yahudi dan berpuncak pada pembunuhan massal yangsistematis atas mereka di hampir seluruh benua Eropa oleh pemerintahan Jerman Nazi.
Sampai bertahun-tahun berikutnya
Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan apapun terhadap nama-nama yang
dianggap kunci dari peristiwa kerusuhan Mei 1998. Pemerintah mengeluarkan
pernyataan yang menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret tidak dapat ditemukan
atas kasus-kasus pemerkosaan tersebut, namun pernyataan ini dibantah oleh
banyak pihak.
Sebab dan alasan kerusuhan ini masih
banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini. Namun demikian
umumnya masyarakat Indonesia secara keseluruhan setuju bahwa peristiwa ini
merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara beberapa pihak,
terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian
(genosida) terhadap orang Tionghoa, walaupun masih menjadi kontroversi apakah
kejadian ini merupakan sebuah peristiwa yang disusun secara sistematis oleh
pemerintah atau perkembangan provokasi di kalangan tertentu hingga menyebar ke
masyarakat.
38. Kerusuhan Tarakan
Gambar 9.3 Suasana kerusuhan Tarakan
Kerusuhan Tarakan adalah sebuah insiden keamanan yang melibatkan
dua kelompok warga di Kota
Tarakan yang dimulai pada tanggal 26
September 2010.
Pada tanggal 26 September 2010, terjadi perselisihan antara dua kelompok
pemuda di kawasan Perumahan Juata Permai[1] yang mengakibatkan seorang pemuda bernama
Abdul Rahmansyah terluka di telapak tangan. Abdul pulang ke rumah untuk meminta
pertolongan dan diantar pihak keluarga ke RSU Tarakan untuk berobat.
Pada 27 September sekitar pukul 00.30
Wita, Abdullah (56), orangtua Abdul Rahmansyah, beserta enam orang yang
merupakan keluarga dari suku Tidung berusaha mencari para pelaku pengeroyokan
dengan membawa senjata tajam berupa mandau, parang, dan tombak. Mereka mendatangi sebuah rumah yang diduga
sebagai rumah tinggal salah seorang dari pengroyok di Perum Korpri.
Penghuni rumah yang mengetahui
rumahnya akan diserang segera mempersenjatai diri dengan senjata tajam berupa
badik dan parang. Setelah itu, terjadilah perkelahian antara kelompok Abdullah
dan penghuni rumah tersebut yang adalah warga suku Bugis Letta. Abdullah
meninggal dengan kondisi kedua tangannya terpotong akibat ditebas senjata
tajam.[2][3][4][5]
Pukul 01.00 Wita, sekitar 50 orang
dari kelompok suku Tidung menyerang Perum Korpri. Para penyerang membawa
mandau, parang, dan tombak. Mereka merusak rumah Noordin, warga suku Bugis
Letta.
Pukul 05.30 Wita terjadi pula aksi
pembakaran rumah milik Sarifudin, warga suku Bugis Letta, yang juga tinggal di
Perum Korpri. Pukul 06.00 Wita, sekitar 50 orang dari suku Tidung mencari
Asnah, warga suku Bugis Letta. Namun, ia diamankan anggota Brimob. Pukul 10.00
Wita, massa kembali mendatangi rumah tinggal Noodin, warga suku Bugis Letta dan
langsung membakarnya. Pukul 11.00 Wita, massa kembali melakukan perusakan
terhadap empat sepeda motor yang berada di rumah Noodin. Pukul 14.30 Wita,
Abdullah, korban tewas dalam pertikaian dini hari, dimakamkan di Gunung Daeng,
Kelurahan Sebengkok, Tarakan Tengah, Tarakan. Pukul 18.00 Wita, terjadi pengeroyokan
terhadap Samsul Tani, warga suku Bugis, warga Memburungan, Kecamatan Tarakan
Timur, Kota Tarakan, oleh orang tidak dikenal. Pukul 18.00 Wita, personel
gabungan dari Polres Tarakan (Sat Intelkam, Sat Reskrim, dan Sat Samapta)
diperbantukan untuk mengamankan tempat kejadian perkara.
Pukul 20.30 Wita hingga 22.30 Wita, berlangsung
pertemuan yang dihadiri unsur pemda setempat, seperti Wali Kota Tarakan, Sekda
Kota Tarakan, Dandim Tarakan, Dirintelkam Polda Kaltim, Dansat Brimob Polda
Kaltim, Wadir Reskrim Polda Kaltim, serta perwakilan dari suku Bugis dan suku
Tidung. Pertemuan berlangsung di Kantor Camat Tarakan Utara.
Dalam pertemuan itu, disepakati bahwa
masalah yang terjadi adalah masalah individu. Para pihak bertikai sepakat
menyerahkan kasus tersebut pada proses hukum yang berlaku. Polisi segera
bergerak mencari pelaku. Semua tokoh dari elemen-elemen masyarakat memberikan
pemahaman kepada warganya agar dapat menahan diri.
28 September
Pada tanggal 28 September pukul 11.30
Wita, polisi menangkap dua orang yang diduga kuat sebagai pelaku dalam
pembunuhan Abdullah. Mereka adalah Baharudin alias Bahar (20) dan Badarudin
alias Ada (16).
Namun, pada Selasa pukul 20.21 Wita,
terjadi lagi bentrokan yang melibatkan sekitar 300 warga dan aksi pembakaran
terhadap rumah milik Sani, salah seorang tokoh suku Bugis Latte Pinrang. Dua orang
tewas adalah Pugut (37) dan Mursidul Armin (15), sementara empat orang lainnya
terluka sehingga korban tewas akibat Bentrok Tarakan sebanyak 3 orang.[6]
Mabes Polri telah mengirimkan 172
personel brimob dari Kelapa Dua untuk mendukung pasukan Polres Tarakan. Pasukan
diberangkatkan pukul 04.00 WIB dari Bandara Soekarno-Hatta dan tiba di Tarakan
pukul 07.30 Wita.
29 September
Kota Tarakan. Bentrokan kembali
terjadi di antara warga yang bertikai. Perkelahian yang mulanya terjadi di
pinggir kota kini meluas ke dalam kota.
Awalnya, bentrokan hanya berlangsung
di pinggiran kota, mulai di kawasan Juwata hingga ke Jalan Gajah Mada dan Yos
Sudarso. Namun, pagi ini (Rabu) bentrokan sudah meluas ke pusat kota hingga ke
Selumit Dalam. Bentrokan kali ini merenggut 2 korban jiwa. Bentrokan yang
terjadi di kawasan Jl Yos Sudarso itu berlangsung sekitar pukul 08.00 pagi. Dua
korban terakhir diketahui bernama Iwan (31) dan Unding (30). Kedua korban
dibawa mobil polisi untuk kemudian diangkut ke RSUD Tarakan.[7]
Sejak Selasa hingga Rabu salah satu
kelompok yang bertikai telah memblokir akses dari bandara dan Pelabuhan Juwata.
Situasi Kota Tarakan masih sangat mencekam. Kedua kubu masih saling serang
secara seporadis dengan menggunakan beberapa jenis senjata tajam. Sementara
personel Polri dibantu TNI masih terus berupaya mengendalikan kedua massa agar
menghentikan bentrokan tersebut.
Akibat
Akibat bentrokan ini, suasana kota
Tarakan mencekam. Warga di penjuru Tarakan yang dilanda ketakutan
berbondong-bondong menuju tempat pengungsian. Titik-titik pengungsian ada di
Yonif 613 Raja Alam, Juata Permai, Bandara Juwata dan Lanud, Kompi C Yonif 613
Raja Alam, di Mamburungan, Mapolres Tarakan yang menampung lebih dari 1.000
orang, Lanal Tarakan Jl Yos
Sudarso dan SD 029 Juata Permai dan beberapa tempat lainnya. Dari catatan Polda
Kaltim, jumlah pengungsi mencapai 40.170 jiwa. Mereka memenuhi sejumlah fasilitas
militer dan polri, guna menyelamatkan diri dari amukan massa. Bahkan ribuan
warga Tarakan diungsikan keluar pulau seperti di Pulau Nunukan.
Upaya perdamaian
Pada malam harinya, diadakan mediasi
mengenai kesepakatan damai antara pihak Suku Tidung dengan pihak pendatang Suku
Bugis di ruang VIP Bandara
Juata dan yang menjadi mediator adalah Gubernur
Kaltim Awang
Faroek Ishak.
Dalam keterangan kepada pers mempersilakan kedua pihak untuk menyampaikan hasil
kesepakatan.
Hasil kesepakatan itu dibacakan secara
bergantian oleh dua kelompok dari Tidung dan Sulawesi Selatan. Berikut ini
adalah 10 butir kesepakatan damai antara kedua belah pihak:[11][12]
1. Masyarakat
diminta mengakhiri konflik
2. Masyarakat
diminta memahami bahwa peristiwa di Tarakan adalah kriminal murni
3. Polisi
diminta membubarkan massa yang bergerombol
4. Polisi
diminta tegas dan melarang warga membawa senjata tajam
5. Masyarakat
diminta menghormati adat-istiadat setempat
6. Para
warga yang sempat mengungsi diminta kembali untuk beraktivitas normal
7. Polisi
diminta memproses secara hukum para pelaku yang diduga terlibat
8. Masyarakat
diminta tidak mudah terprovokasi
9. Kedua
kelompok masyarakat akan menggelar halal bihalal yang difasilitasi pemerintah
daerah
10. Kesepakatan
ini agar segera disosialisasi kepada seluruh warga.Intinya adalah bahwa kedua
belah pihak sepakat untuk menghentikan aksi dan sepakat untuk berdamai
Hasil kesepakatan ini juga akan
disosialisasikan ke kedua kelompok dan pihak Muspida yang hadir dalam pertemuan
itu. Selain itu, kesepakatan ini juga meminta kepada pihak massa untuk
meletakkan senjata. Jika tidak, akan dilakukan tindakan hukum dalam 24 jam ke
depan dan massa juga diminta untuk membubarkan diri.
Sementara pihak Muspida Kaltim
gubernur, Panglima, Ketua DPRD Kaltim, Wali Kota berkunjung ke pengungsian,
salah satunya di Polres Tarakan.
Tarakan
rusuh bukan dipicu oleh bentrokan etnis ataupun konflik SARA. Faktor pemicu peristiwa kerusuhan
di Tarakan murni karena persoalan individu namun terlalu
dibesar-besarkan sehingga merembet kepada kerusuhan antar etnis.
39. Peristiwa
Talangsari 1989
Gambar
9.4 terungkapnya dalang dari peristiwa Talangsari
Peristiwa
Talangsari 1989 adalah insiden yang terjadi di antara kelompok
Warsidi dengan aparat keamanan di Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabutapen
Lampung Timur (sebelumnya masuk Kabupaten Lampung Tengah).
Peristiwa ini terjadi pada 7 Februari 1989.
Peristiwa Talangsari tak lepas dari
peran seorang tokoh bernama Warsidi. Di Talangsari, Lampung Warsidi dijadikan
Imam oleh Nurhidayat dan kawan-kawan. Selain karena tergolong senior, Warsidi
adalah juga pemilik lahan sekaligus pemimpin komunitas Talangsari yang pada
awalnya hanya berjumlah di bawah sepuluh orang.
Nurhidayat, dalam catatan, pernah
bergabung ke dalam gerakan DI-TII (Darul Islam - Tentara Islam Indonesia)
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, namun kemudian ia menyempal dan membentuk
kelompok sendiri di Jakarta. Di Jakarta inilah, Nurhidayat, Sudarsono dan
kawan-kawan merencanakan sebuah gerakan yang kemudian terkenal dengan peristiwa
Talangsari,Lampung .
Gerakan di Talangsari itu, tercium
oleh aparat keamanan. Oleh karenanya pada 6 Februari 1989 pemerintah setempat
melalui Musyawarah Pimpinan Kecamatan (MUSPIKA) yang dipimpin oleh Kapten
Soetiman (Danramil Way Jepara) merasa perlu meminta keterangan kepada Warsidi dan
pengikutnya. Namun kedatangan Kapten Soetiman disambut dengan hujan panah dan
perlawanan golok. Kapten Soetiman pun tewas dan dikuburkan di Talangsari.
Tewasnya Kapten Soetiman membuat
Komandan Korem (Danrem) 043 Garuda Hitam Lampung Kolonel AM Hendropriyono mengambil tindakan tegas terhadap kelompok
Warsidi. Sehingga pada 7 Februari 1989, terjadilah penyerbuan Talangsari oleh
aparat setempat yang mendapat bantuan dari penduduk kampung di lingkungan
Talangsari yang selama ini memendam antipati kepada komunitas Warsidi.
Akibatnya korban pun berjatuhan dari kedua belah pihak, 27 orang tewas di pihak
kelompok Warsidi, termasuk Warsidi sendiri. Sekitar 173 ditangkap, namun yang sampai
ke pengadilan 23 orang.
40. Peristiwa Woyla
Gambar 9.5
insiden Woyla
Tragedi Woyla
Garuda Indonesia Penerbangan 206 atau juga dikenal
dengan sebutan Peristiwa Woyla adalah sebuah penerbangan maskapai Garuda
Indonesia dari pelabuhan udara sipil Talangbetutu, Palembang ke Bandara
Polonia, Medan yang mengalami insiden pembajakan pesawat pada 28 Maret 1981
oleh lima orang teroris yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein, dan
mengidentifikasi diri sebagai anggota kelompok Islam ekstremis "Komando
Jihad". Penerbangan dengan pesawat DC-9 Woyla tersebut berangkat dari
Jakarta pada pukul 08.00 pagi, transit di Palembang, dan akan terbang ke Medan
dengan perkiraan sampai pada pukul 10.55. Dalam penerbangan, pesawat tersebut
tiba-tiba dibajak oleh lima orang teroris Komando Jihad yang menyamar sebagai
penumpang.
Pembajakan
28 Maret 1981. Pesawat Garuda
DC-9 “Woyla” bernomor penerbangan 206 tujuan Jakarta-Medan dengan Captain Pilot
Herman Rante dan Co-Pilot Hendy Juwantoro lepas landas dari Bandara Internasional
Kemayoran, Jakarta menuju Bandara Polonia, Medan. Saat itu belum ada
penerbangan langsung Jakarta-Medan, sehingga pesawat harus transit (stop over)
di Palembang. Setelah pesawat take off dari Bandara Talang Betutu Palembang dan
sedang berada di atas Pekan Baru, mendadak 5 orang menyerbu kokpit, menyandera
pilot dan seluruh awak pesawat. Pembajak seluruhnya orang Indonesia
bersenjatakan granat, senjata api, dan dinamit memberikan tuntutan kepada
pemerintah Indonesia. Berita pertama pembajakan tersebut mulai diketahui pada
pukul 10.18, saat Kapten Pilot A. Sapari dengan pesawat F28 Garuda yang baru
tinggal landas dari Bandara Simpang Tiga, Pekan Baru mendengar panggilan radio
dari Garuda Indonesia 206 (Woyla) yang berbunyi “..being hijacked, being hijacked”. Berita tersebut langsung
diteruskan ke Jakarta.
Pembajak memaksa pilot untuk menerbangkan pesawat ke luar negeri, pokoknya sejauh mungkin meninggalkan Indonesia. Permintaan ini jelas tidak bisa dipenuhi pilot, karena sebagai pesawat penerbangan domestik, jumlah bahan bakar yang dibawa terbatas. Pada awalnya pembajak meminta pesawat diterbangkan ke Kolombo, Sri Lanka. Tetapi akhirnya pesawat dibawa ke Pulau Penang, Malaysia untuk mengisi bahan bakar dan selanjutnya dibawa menuju Thailand. Kepada otoritas penerbangan Thailand, pembajak meminta supaya mereka boleh mendarat di Pangkalan Udara U Tapao. Tetapi karena minimnya fasilitas disana, kemudian mereka diijinkan mendarat di Bandara Don Muang, Bangkok dan ditempatkan pada jarak sekitar 2,5 km dari landasan utama.
Pembajak memaksa pilot untuk menerbangkan pesawat ke luar negeri, pokoknya sejauh mungkin meninggalkan Indonesia. Permintaan ini jelas tidak bisa dipenuhi pilot, karena sebagai pesawat penerbangan domestik, jumlah bahan bakar yang dibawa terbatas. Pada awalnya pembajak meminta pesawat diterbangkan ke Kolombo, Sri Lanka. Tetapi akhirnya pesawat dibawa ke Pulau Penang, Malaysia untuk mengisi bahan bakar dan selanjutnya dibawa menuju Thailand. Kepada otoritas penerbangan Thailand, pembajak meminta supaya mereka boleh mendarat di Pangkalan Udara U Tapao. Tetapi karena minimnya fasilitas disana, kemudian mereka diijinkan mendarat di Bandara Don Muang, Bangkok dan ditempatkan pada jarak sekitar 2,5 km dari landasan utama.
Para teroris juga menuntut kepada pemerintah untuk
membebaskan sejumlah tahanan dari Peristiwa Cicendo 11 Maret 1981, Teror Warman
serta Kasus Komando Jihad serta meminta tuntutan tambahan berupa uang sebesar
1,5 juta dollar AS. Mereka juga meminta pesawat untuk pembebasan tahanan, untuk
diterbangkan ke suatu tempat yang dirahasiakan. Para teroris yang seluruhnya
bersenjata api itu juga mengancam jika tuntutan itu tidak dipenuhi akan
meledakkan Woyla dan seluruh penumpangnya. Mereka telah menanam bom di pesawat.
Menghadapi keinginan tersebut, TNI dan Pemerintah tidak menyerah. Berita ini kemudian diterima oleh Wakil Panglima ABRI/ Panglima Komkamtib, Laksamana Sudomo. Saat itu kekuatan pasukan ABRI sedang tidak terpusat di Jakarta karena sedang diadakan Latihan Gabungan (latgab) di Ambon. Berita mengenai pembajakan ini oleh Sudomo diteruskan ke Ambon dan diterima langsung oleh Assisten I Intelejen Hankam, Letnan Jendral Leonardus Benjamin Moerdani, yang lebih dikenal dengan nama Benny Moerdani. Informasi ini oleh Benny Moerdani disampaikan langsung kepada Panglima ABRI, Jendral Andi Muhammad Yusuf, yang lebih dikenal dengan nama M.Yusuf. Jendral M.Yusuf kemudian mempercayakan kepada Benny untuk menyelesaikan masalah ini bersama Kepala BAKIN, Jendral Yoga Soegama. Mereka kemudian diperintahakan untuk kembali ke Jakarta dan menghadap Presiden Soeharto untuk membicarakan tidakan selanjutnya. Yoga mendapat tugas untuk segera terbang ke Thailand, menjemput sandera sambil “bernegosiasi” dengan para pembajak, dengan tujuan mengulur-ulur waktu. Sementara Benny bertugas menyiapkan pasukan dan menyusun rencana operasi penumpasan pembajak.
Menghadapi keinginan tersebut, TNI dan Pemerintah tidak menyerah. Berita ini kemudian diterima oleh Wakil Panglima ABRI/ Panglima Komkamtib, Laksamana Sudomo. Saat itu kekuatan pasukan ABRI sedang tidak terpusat di Jakarta karena sedang diadakan Latihan Gabungan (latgab) di Ambon. Berita mengenai pembajakan ini oleh Sudomo diteruskan ke Ambon dan diterima langsung oleh Assisten I Intelejen Hankam, Letnan Jendral Leonardus Benjamin Moerdani, yang lebih dikenal dengan nama Benny Moerdani. Informasi ini oleh Benny Moerdani disampaikan langsung kepada Panglima ABRI, Jendral Andi Muhammad Yusuf, yang lebih dikenal dengan nama M.Yusuf. Jendral M.Yusuf kemudian mempercayakan kepada Benny untuk menyelesaikan masalah ini bersama Kepala BAKIN, Jendral Yoga Soegama. Mereka kemudian diperintahakan untuk kembali ke Jakarta dan menghadap Presiden Soeharto untuk membicarakan tidakan selanjutnya. Yoga mendapat tugas untuk segera terbang ke Thailand, menjemput sandera sambil “bernegosiasi” dengan para pembajak, dengan tujuan mengulur-ulur waktu. Sementara Benny bertugas menyiapkan pasukan dan menyusun rencana operasi penumpasan pembajak.
Melalui berbagai upaya diplomasi dengan pembajak juga
Pemerintah Thailand, Kabakin dan Letjen L. Benny Moerdani berhasil mengulur
waktu dan mendapat ijin dari Pemerintah Thailand.
Penyergapan dan Pembebasan
Pada tanggal 31 Maret, 30 Prajurit Kopassandha TNI AD
(Korp pasukan sandhi Yudha) yang kini bernama Kopassus di bawah Komandan Letnan
Kolonel Infanteri Sintong Panjaitan mendekati Woyla secara diam-diam. Namun
beberapa saat sebelumnya Pemimpin CIA di Thailand menawarkan pinjaman
jaket Anti-Peluru, namun ditolak karena pasukan Kopassandha Indonesia telah
membawa perlengkapan mereka sendiri dari Jakarta.
Pukul 02.30 semua tim akan masuk ketika kode
diberikan. Pada pukul 02.43, Tim Thailand ikut bergerak ke landasan, menunggu
di landasan agar tidak ada teroris yang lolos. Ketika penyerbuan pada
Selasa dini hari pukul 02.45 WIB seluruh pintu pesawat Woyla didobrak 30 prajurit
Kopassandha, ternyata tak semuanya sesuai dengan skenario yang direncanakan.
Saat menyerbu kokpit, pembajak menembak pilot Herman Rante hingga terluka parah
pada bagian kepala. Ketika pasukan menyerbu pintu belakang, terdapat waktu sela
supaya pintu dapat terbuka sepenuhnya, karena mekanismenya buka-tutup pintu
dilakukan secara elektris. Setelah pintu terbuka, pasukan masuk. Karena
sebelumnya terdapat waktu sela saat pintu membuka, pembajak yang ada di dekat
pintu sudah bersiap menembakkan senjatanya.
Seorang prajurit bernama Achmad Kirang yang menerobos
masuk terkena tembakan pembajak.Peluru menembus bagian badan Kirang yang saat
itu tidak terlindung rompi anti peluru (flack jacket). Achmad Kirang terluka,
tetapi pasukan yang bersamanya langsung menembakkan senjata yang merobohkan si
pembajak. Pembajak juga sempat melemparkan granat ke arah pasukan. Tetapi
karena kurang terlatih, granat tidak meletus karena cara mencabut pen yang
tidak benar.
Seorang pembajak mencoba membaur dengan penumpang lain
menuruni tangga pesawat. Tetapi penumpang lain menunjuk-nunjuk ke arahnya dan
memberitahu bahwa ia adalah salah seorang pembajak. Melihat gelagat ini,
pembajak tersebut berlari menjauh daari penumpang. Melihat gelagat mencurigakan
ini tanpa ampun pasukan menghajarnya dengan berondongansenapan serbu M16. Ia
terjatuh dan tewas seketika.
Saat pembersihan dilakuakan, Benny menyusup masuk ke
dalam kokpit. Ia mengambil alih radio di pesawat. Kepada Yoga yang masih sabar
berjaga, terjadi percakapan antara Benny dan Yoga.
“This is two zero six, could I speak to Yoga please?”
“Yes, Yoga is here…”
“Pak Yoga, Benny ini..”
“Diancuk, neng ngendi kowe???” (Sialan, dimana kamu??)
Akhirnya semua sandera diselamatkan dan seluruh pembajak dapat diringkus.
“This is two zero six, could I speak to Yoga please?”
“Yes, Yoga is here…”
“Pak Yoga, Benny ini..”
“Diancuk, neng ngendi kowe???” (Sialan, dimana kamu??)
Akhirnya semua sandera diselamatkan dan seluruh pembajak dapat diringkus.
41. Pelanggaran HAM oleh Mantan Gubernur Tim-tim
Abilio Jose Osorio Soares, mantan Gubernur Timtim, yang diadili oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) ad hoc di Jakarta atas dakwaan pelanggaran HAM berat di Timtim dan dijatuhi vonis 3 tahun penjara. Sebuah keputusan majelis hakim yang bukan saja meragukan tetapi juga menimbulkan tanda tanya besar apakah vonis hakim tersebut benar-benar berdasarkan rasa keadilan atau hanya sebuah pengadilan untuk mengamankan suatu keputusan politik yang dibuat Pemerintah Indonesia waktu itu dengan mencari kambing hitam atau tumbal politik. Beberapa hal yang dapat disimak dari keputusan pengadilan tersebut adalah sebagai berikut ini.
1. Pertama, vonis
hakim terhadap terdakwa Abilio sangat meragukan karena dalam Undang-Undang (UU)
No 26/2000 tentang Pengadilan HAM Pasal 37 (untuk dakwaan primer) disebutkan
bahwa pelaku pelanggaran berat HAM hukuman minimalnya adalah 10 tahun sedangkan
menurut pasal 40 (dakwaan subsider) hukuman minimalnya juga 10 tahun, sama
dengan tuntutan jaksa. Padahal Majelis Hakim yang diketuai Marni Emmy Mustafa
menjatuhkan vonis 3 tahun penjara dengan denda Rp 5.000 kepada terdakwa Abilio
Soares.
2. Bagi orang yang
awam dalam bidang hukum, dapat diartikan bahwa hakim ragu-ragu dalam
mengeluarkan keputusannya. Sebab alternatifnya adalah apabila terdakwa terbukti
bersalah melakukan pelanggaran HAM berat hukumannya minimal 10 tahun dan
apabila terdakwa tidak terbukti bersalah ia dibebaskan dari segala tuduhan.
Kedua, publik dapat merasakan suatu perlakuan “diskriminatif” dengan keputusan terhadap terdakwa Abilio tersebut karena terdakwa lain dalam kasus pelanggaran HAM berat Timtim dari anggota TNI dan Polri divonis bebas oleh hakim. Komentar atas itu justru datang dari Jose Ramos Horta, yang mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kemungkinan hanya rakyat Timor Timur yang akan dihukum di Indonesia yang mendukung berbagai aksi kekerasan selama jajak pendapat tahun 1999 dan yang mengakibatkan sekitar 1.000 tewas. Horta mengatakan, “Bagi saya bukan fair atau tidaknya keputusan tersebut. Saya hanya khawatir rakyat Timor Timur yang akan membayar semua dosa yang dilakukan oleh orang Indonesia”
Kedua, publik dapat merasakan suatu perlakuan “diskriminatif” dengan keputusan terhadap terdakwa Abilio tersebut karena terdakwa lain dalam kasus pelanggaran HAM berat Timtim dari anggota TNI dan Polri divonis bebas oleh hakim. Komentar atas itu justru datang dari Jose Ramos Horta, yang mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kemungkinan hanya rakyat Timor Timur yang akan dihukum di Indonesia yang mendukung berbagai aksi kekerasan selama jajak pendapat tahun 1999 dan yang mengakibatkan sekitar 1.000 tewas. Horta mengatakan, “Bagi saya bukan fair atau tidaknya keputusan tersebut. Saya hanya khawatir rakyat Timor Timur yang akan membayar semua dosa yang dilakukan oleh orang Indonesia”
42. Serangan Bom Atom di Hirosima dan Nagasaki
Gambar 10.2
Keadaan Hirosima dan Nagasaki pasca di bom atom
Serangan bom
atom di Hiroshima dan Nagasaki adalah serangan
nuklir selama Perang
Dunia II terhadap kekaisaran
Jepang oleh Amerika
Serikat atas perintah Presiden Amerika Serikat Harry
S. Truman.
Setelah enam bulan pengeboman 67 kota di Jepang lainnya, senjata nuklir "Little Boy" dijatuhkan di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945, diikuti dengan pada tanggal 9 Agustus 1945, dijatuhkan bom nuklir "Fat Man" di atas Nagasaki. Kedua tanggal tersebut adalah satu-satunya
serangan nuklir yang pernah terjadi.
Bom atom ini membunuh sebanyak 140.000
orang di Hiroshima dan 80.000 di Nagasaki pada akhir tahun 1945. Sejak itu, ribuan telah tewas akibat
luka atau sakit yang berhubungan dengan radiasi yang dikeluarkan oleh bom. Pada kedua kota, mayoritas yang tewas
adalah penduduk.
Enam hari setelah dijatuhkannya bom
atom di Nagasaki, pada 15 Agustus, Jepang mengumumkan bahwa Jepang menyerah
tanpa syarat kepada Sekutu, menandatangani instrumen menyerah pada tanggal 2 September, yang secara resmi mengakhiri Perang Pasifik dan Perang
Dunia II. (Jerman sudah menandatangani menyerah pada tanggal 7 Mei 1945, mengakhiri teater Eropa.) Pengeboman ini
membuat Jepang sesudah perang mengadopsi Three
Non-Nuclear Principles,
melarang negara itu memiliki senjata nuklir.
Hiroshima dipilih sebagai target pertama serangan
berdasarkan pertimbangan matang militer AS kala itu.
Selama Perang Dunia kedua, Hiroshima jarang sekali diterjang
oleh aksi pengeboman. Namun status kota tersebut sebagai markas militer Jepang,
menjadikannya sasaran empuk dari para lawannya. Hiroshima juga dikenal sebagai
kota pelabuhan yang besar di Jepang.
Alasan inilah yang membuat kota ini sebagai sasaran
strategis bom atom buatan Amerika.
Sementara alasan Nagasaki sendiri sebenarnya bukan
target utama dari AS. Kokura merupakan target potensial yang dipilih bersama
Kyoto dan Niigata. Nagasaki dipilih sebagai pengganti Kyoto sebagai target
potensial. Kyoto sendiri dipilih karena alasan religi yang mendukung pola
militer Jepang.
Sementara target potensial ketiga Niigata, dicoret
dari daftar karena jaraknya terlalu jauh dari Pangkalan Militer Filipina,
tempat pesawat pengebom lepas landas menuju Jepang.
43. Bom Candi Borobudur 1985
Gambar 10.3
Kerusakan akibat Bom tahun 1985
Bom Candi
Borobudur adalah peristiwa pemboman peninggalan
bersejarah Candi Borobudur dari zaman Dinasti
Syailendra yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada hari Senin 21 Januari 1985. [1] Peristiwa terorisme ini adalah peristiwa
terorisme bermotif "jihad" kedua yang menimpa Indonesia setelah pembajakan pesawat Garuda DC
9 Woyla oleh anggota Komando
Jihad pada tahun 1981. [3]
Beberapa ledakan yang cukup dahsyat
menghancurkan sembilan stupa pada candi peninggalan Dinasti Syailendra
tersebut. Otak peristiwa pemboman ini disebut sebagai "Ibrahim" alias Mohammad Jawad alias "Kresna" yang oleh kepolisian
penyidik peristiwa pemboman ini disebut sebagai dalang pengeboman. Walaupun begitu,
sosok Mohamad Jawad, otak peristiwa peledakan Candi Borobudur ini masih belum
ditemukan dan belum berhasil diringkus oleh kepolisian Indonesia hingga saat ini. [3]
Tanggal kejadian peristiwa ini sering
dikutip secara salah kaprah oleh pengguna blog di dunia maya sebagai tanggal 15 Januari dari sumber majalah TEMPO.
Setelah penyelidikan, polisi Indonesia
menangkap dua bersaudara Abdulkadir bin Ali Alhabsyi dan Husein bin Ali Alhabsyi yang dituding sebagai pelaku peledakan Candi
Borobudur ini.
Dalam persidangan kasus ini, jaksa menuduh bahwa tindakan pengeboman terhadap
Candi Borobudur merupakan aksi balas dendam Abdulkadir dan kawan-kawan terhadap
peristiwa Tanjung
Priok tahun 1984 yang menewaskan puluhan nyawa
pemeluk agama Islam. Abdulkadir membenarkan motivasi peledakan
itu sebagai ungkapan ketidakpuasannya atas peristiwa berdarah tersebut. Namun
keterangan itu kemudian diragukan, karena sosok Mohammad Jawad atau
"Ibrahim" yang disebut Husein sebagai dalangnya kemudian tidak pernah
ditemukan oleh kepolisian.
Menurut pengakuannya, Abdulkadir
mengaku dia tidak mengetahui rencana pengeboman tersebut. Dia dan ketiga kawan
lain pada awalnya hanya sekadar diajak oleh Mohammad Jawad untuk
"berkemah" ke Candi Borobudur sebelum kemudian dibujuk oleh Mohammad
Jawad untuk mengebom candi nusantara bersejarah tersebut. [2] [3]
Sebagai pelaku di lapangan, Abdulkadir
bukanlah seorang profesional karena dia mengaku bahwa dia tidak mengetahui
seluk-beluk teknikal sebuah bom dan hanya mengiyakan bujukan
"Ibrahim" rekannya. Setelah menyetujui bujukan Ibrahim, mereka
kemudian diberikan sejumlah bom waktu rakitan yang telah dirakit secara rapi. Menurut
pengakuannya, Ibrahim adalah orang yang merakit bom-bom tersebut. Bahan bom
terbuat dari trinitrotoluena (TNT) tipe batangan PE 808 / tipe produksi Dahana. Tiap bom rakitan terdiri dari dua batang dinamit yang dipilin dengan selotip.
Abdulkadir dan pelaku yang lain kemudian hanya tinggal memasangnya di dalam stupa dan memencet tombol berupa tombol arloji untuk mengaktifkan bom waktu tersebut. [2]
Abdulkadir kemudian divonis oleh Pengadilan Negeri Malang dengan hukuman penjara 20 tahun setelah terbukti sebagai pelaku
peledakan itu. Kakak Abdulkadir, Husein bin Ali Alhabsyi kemudian dihukum penjara
seumur hidup di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas I Lowokwaru, Malang. [2] Abdulkadir bin Ali Alhabsyi memperoleh remisi Presiden RI setelah menjalani hukuman 10
tahun, dan Husein bin Ali Alhabsyi kemudian mendapat grasi dari Presiden BJ Habibie pada 23 Maret 1999. Husein sampai sekarang menolak tuduhan atas
keterlibatannya dalam peledakan Borobudur dan menuding Mohammad Jawad sebagai dalang peristiwa tersebut.
44. Penculikan anak di China
Gambar 10.4
Korban penculikan anak di China
Baru-baru ini polisi Cina telah
menyelamatkan 92 anak dan 2 wanita yang telah diculik oleh 301 anggota geng di
Beijing. Belakangan diketahui jika mereka akan dijual. Pada hari Sabtu (28/9)
lalu, media pemerintah Cina mengumumkan penangkapan terbesar tahun ini. Namun
untuk tepatnya polisi Cina melakukan penggerebekan dan penyelamatan tidak dapat
diberikan oleh pemerintah Cina dengan alasan keamanan.Setelah melakukan penyelidikan selama 6 bulanan di seluruh wilayah hukum polisi Cina, dalam waktu serempak polisi menyerbu 11 provinsi dan membekuk anggota geng yang menculik dan menangkap anak-anak serta wanita. Penyerbuan polisi ini dilansir Central Television of China dan kantor berita Xinhua.
Disinyalir, penculikan dan perdagangan anak serta perempuan ini adalah akibat dari kebijakan satu anak satu keluarga yang ketat diberlakukan oleh pemerintah, serta preferensi tradisional untuk anak laki-laki yang akhirnya meningkatkan kebutuhan perdagangan anak dan perempuan beberapa tahun belakangan.
Para perempuan yang diculik, sedianya dijual ke pria di daerah terpencil yang tak dapat menemukan pengantin karena ketidakseimbangan gender yang diakibatkan kebijakan satu anak. Selain itu, kebijakan ini juga mendorong praktek ilegal, aborsi selektif gender untuk menghasilkan anak laki-laki yang lebih dibutuhkan keluarga.
Kendati demikian, atas temuan ini pemerintah Cina akan memberlakukan hukuman berat pada orang-orang yang membeli anak-anak korban penculikan, demikian mengutip media pemerintah Cina.
Kantor berita Xinhua juga mengatakan jika pemerintah akan menghukum orangtua yang menjual anak-anaknya.
Pemerintah Cina memang mengumandangkan keberhasilannya menumpas secara intensif penculikan dan penjualan anak serta perempuan baru-baru ini. Pada tahun 2011, polisi Cina mengatakan telah menyelamatkan lebih dari 13.000 anak serta 23.000 perempuan yang diculik selama kurun waktu 2 tahun lebih.
45. Perang Salib
Gambar 10.5 Ilustrasi kejadian Perang
Salib
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang
memerangi umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad
ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah
Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang
Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu,
lencana dan panji-panji mereka.
Penyebab langsung dari Perang
Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus
Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut.[11][12] Hal ini dilakukan karena sebelumnya pada tahun
1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran
Manzikert,
yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa ini berhasil
mengalahkan tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari
tentara Romawi,Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung kepada
dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan
Timur-Barat sedang berlangsung antara gereja Katolik
Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas
permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan hanya sedikit
bermanfaat bagi Alexius I. Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar
bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembaliYerusalem, setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas
beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.
Ketika Perang
Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095, para
pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basquedan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi,
selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan
León pada tahun 1085 adalah kemenangan yang besar.
Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan
kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit
untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Mereka tidak
memiliki taman-taman atau perpustakaan untuk dipertahankan. Para ksatria
Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan asing yang dipenuhi
oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak
sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di
lapangan pertempuran di Timur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang
tertinggi adalah mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu
Negara.
46. Perang Soviet-Afganistan
Gambar 11.1 Korban
perang Soviet-Afganistan
Perang Soviet-Afganistan merupakan masa sembilan tahun dimana Uni Soviet berusaha mempertahankan pemerintahan Marxis-Lenindi Afganistan, yaitu Partai Demokrasi Rakyat Afganistan, menghadapi mujahidin Afganistan yang ingin menggulingkan
pemerintahan. Uni Soviet mendukung pemerintahan Afganistan, sementara para
mujahidin mendapat dukungan dari banyak negara, antara lain Amerika Serikat dan Pakistan.
Pasukan Soviet pertama kali sampai di
Afganistan pada tanggal 25 Desember 1979, dan penarikan pasukan terakhir terjadi pada
tanggal 2 Februari 1989. Uni Soviet lalu mengumumkan bahwa semua
pasukan mereka sudah ditarik dari Afganistan pada tanggal 15 Februari 1989. Karena banyaknya biaya dan kesia-siaan
konflik ini, Perang Soviet-Afganistan sering disamakan sebagai Perang Vietnam-nya Uni Soviet.
Perang ini memiliki dampak yang sangat
besar, dan merupakan salah satu faktor leburnya Uni Soviet pada tahun 1991.
Daerah yang kini bernama Afganistan sebagian besar merupakan wilayah Muslim sejak tahun 882 M. Negara dengan keadaan geografisnya berupa
pegunungan dan gurun pasir mencerminkan pada komposisi etnis, budaya dan
bahasanya. Populasinya pun terbagi menjadi beberapa kelompok etnis, Pashtun adalah etnis terbesar, bersama dengan Tajik, Hazara, Aimak, Uzbek, Turkmen dan kelompok kecil lainnya.
Keikutsertaan militer Rusia di Afganistan memiliki sejarah yang panjang,
berawal pada ekspansi Tsar yang disebut "Permainan Besar" antara Rusia dengan Britania Raya, dimulai pada abad ke-19 dengan kejadian yang disebut insiden Panjdeh. Ketertarikan akan daerah ini berlanjut saat
era Soviet di Rusia, dengan adanya miliaran uang bantuan ekonomi dan militer
untuk Afganistan pda tahun 1955 sampai1978.[3]
Pada Februari 1979, revolusi
Islam Iran telah mengusir shah yang didukung oleh Amerika
Serikat di Iran. Di Uni Soviet, tetangga Afganistan yang
terletak di sebelah utara Afganistan, lebih dari 20% populasinya adalah Muslim.
Banyak Muslim Soviet di Asia Tengahmempunyai hubungan yang baik terhadap Iran
maupun Afganistan. Uni Soviet juga telah terpojok oleh fakta bahwa sejak
Februari, Amerika Serikat telah menurunkan 20 kapal, termasuk 2 pesawat
pengangkut dan ancaman konstan peperangan dari Amerika Serikat dan Iran.[4] Maret 1979 juga ditandai Amerika Serikat yang
mencanangkan perjanjian perdamaian antara Israel dan Mesir. Pemimpin Uni Soviet melihat perjanjian damai
antara Israel dan Mesir sebagai langkah peningkatan kekuatan Amerika Serikat di
daerah tersebut. Faktanya, sebuah koran Soviet menyatakan bahwa Mesir dan Israel
sekarang adalah sekutu dari Pentagon. Uni Soviet melihat perjanjian tidak hanya
perjanjian tertulis di antara dua negara tapi juga persetujuan militer.[5] Selain itu, Uni Soviet menemukan bahwa Amerika
Serikat menjual lebih dari 5.000 peluru
kendali ke Arab Saudi dan juga membantu atas kesuksesan pertahanan
Yemen melawan Faksi Komunis. Republik
Rakyat Cina juga menjual RPG Tipe 69 kepada Mujahidin dalam kooperasi dengan CIA.
Kemudian, hubungan erat Uni Soviet dengan Irak mengasam, karena Irak, pada Juni 1978, mulai membeli senjata yang dibuat Perancis dan Italia, dan bukan senjata buatan Uni Soviet. Namun,
bantuan barat membantu pemberontakan melawan Soviet dilakukan. Beberapa partai
memberikan bantuan mereka untuk membantu Mujahidin dalam alasan untuk
menghancurkan pengaruh Uni Soviet.
47. Perang Bonsia
Gambar 11.2
Korban dari perang Bonsia
Perang Bosnia (Perang Bosnia dan Herzegovina) adalah sebuah konflik bersenjata
internasional yang terjadi pada Maret 1992 dan November 1995. Perang ini
melibatkan beberapa pihak. Konflik ini melibatkan Bosnia dan Republik Federal Yugoslavia (kemudian berganti nama menjadi Serbia dan Montenegro) begitupula Kroasia.
Perang antara etnis Serbia dengan etnis Kroasia terjadi pada awal tahun 1992 akibat tidak
menentunya situasi di wilayah Bosnia
Herzegovina.
Aksi-aksi dari pihak Kroasia terhadap apihak Serbia Bosnia Herzegovina atau
sebaliknya telah mengawali perang antara etnisSerbia Bosnia dan Kroat Bosnia. Pecahnya konflik bersenjata antara pihak Serbia Bosnia dan Kroat
Bosnia dimulai dari serangan pihak Kroat Bosnia, di bawah pimpinan dari
golongan ekstrem kanan Kroasia, terhadap penduduk Serbia Bosnia di desa Sijekovac dekat kotaBosanski Brod (bagian utara Bosnia Herzegovina) yang
menewaskan 29 orang penduduk sipil Serbia Bosnia Herzegovina, 7 orang wanita
Serbia Bosnia menderita perkosaan dan 3 di antaranya dibunuh.
Peristiwa tersebut dilakukan oleh 35
orang kelompok bersenjata Garda Kroasia/pasukan Kroasia di bawah pimpinan Dobrosav Paraga, yang berakibat memicu terjadinya perang
antara pihak Kroat Bosnia dengan Serbia Bosnia. Selanjutnya pertempuran antara Serbia Bosnia dengan Kroat Bosnia tidak saja terjadi di bagian utara wilayah Bosnia
Herzegovina akan tetapi juga di wilayah-wilayah lainnyadimana terdapat kepentingan yang sama antara Serbia
Bosnia dan Kroat Bosnia.
48. Bom Tentena 2005
Gambar
11.3 Kerusakan akibat bom Tentena 2005
Bom
seakan akrab di dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sulit diprediksi, dan
seringkali datang secara tiba-tiba. Salah satunya ialah bom di Pasar Sentral
Tentena tahun 2005. Bom Tentena 2005 adalah sebuah peristiwa ledakan bom di
Pasar Tentena pada 28 Mei 2005, di mana dua buah bom berkekuatan tinggi
diledakan pada sekitar pukul 08.00 dan 08.15 WITA di Pasar Sentral Tentena,
Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Ledakan
tersebut hingga menewaskan sedikitnya 22 orang dan melukai 53 orang lainnya.
Serangan bom tersebut, sebagai serangan yang menewaskan paling banyak orang di
Indonesia sejak Bom Bali pada Oktober 2002. Akibat bom tersebut, polisi
menetapkan 15 tersangka dalam kasus bom tersebut. Dua unit mobil, Toyota
Kijang, dan Isizu Panther masing-masing menjadi barang bukti. Ledakan ini
menghancurkan beberapa bangunan semi permanen yang ada di tengah pasar yang
tengah dipenuhi para penjual dan pembeli. Beberapa orang langsung berjatuhan
dengan bersimbah darah. Tentu saja kepanikan tak terhindarkan.
Peledakan
bom yang terjadi di Tentena ini merupakan pemeliharaan kekerasan di Poso dalam
7 tahun terakhir. Dalam 2 tahun terakhir saja, kekerasan di Poso berubah dari
kekerasan secara terbuka menjadi kekerasan secara tertutup dengan cara
penembakan misterius dan pengeboman, sebagaimana yang tampak dari kasus
terakhir di Tentena. Dalam catatan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan (KontraS) pada tahun 2003, telah terjadi 10 peristiwa pengeboman
dengan jumlah korban sebanyak satu orang meninggal dunia, dan 11 orang lainnya
luka-luka. Sementara, pada tahun 2004, terjadi 6 peristiwa pengeboman dengan
korban 6 orang meninggal dunia dan 2 lainnya mengalami luka-luka. Dari semua
kasus pengeboman yang terjadi, tidak satu pun aparat hukum, kepolisian, mampu
menangani. Peledakan di Tentena hanya menggambarkan bahwa proses penegakkkan
hukum tidak dilakukan dalam upaya penciptaan perdamaian di Poso. Yang terjadi
hanya kegiatan-kegiatan simbolik berupa penempatan pos-pos polisi dan TNI,
dengan sandi Operasi Sintuwu Maroso, dan penangkapan-penangkapan sejumlah orang
yang kemudian dilepas karena tidak ada barang bukti.
Kepala
Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulteng, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP)
Rais Adam, menjelaskan bahwa ledakan di Pasar
Sentral Tentena, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso, Sulteng, terletak
sekitar 54 kilometer Kota Poso. Bom pertama meledak sekitar pukul 08.00 WITA
disusul ledakan kedua sekitar pukul 08.15 WITA. Pada 1 Juni 2005, pihak
kepolisian telah menetapkan 15 tersangkka terkait peristiwa berdarah tersebut.
Beberapa hari kemudian, Kapolri Jenderal Pol Da’i Bachtiar kepada wartawan di
Poso, mengatakan, sebanyak 13 tersangka telah diamankan di Mapolres Poso, dan
dua tersangka berinisial AT dan E menjadi DPO polisi. Sementara Deputi Bidang
Keamanan Nasional Menko Politik Hukum dan Keamanan, Demak Lubis, menyatakan ada
kemungkinan keterkaitan dua buronan, yakni Dr. Azahari Husein dan Noor Din
Mohammad Top, dengan peledakan di Pasar Tentena pada 28 Mei 2005 tersebut.
Indikasinya, menurut Demak, dari modus pengeboman yang umumnya dilakukan
kelompok Azahari dan Noor Din. Ledakan di Tentena cukup besar, ia menjelaskan,
meski bahan peledaknya berbeda dengan bom di Hotel Marriott dan Bali, dua aksi
teror yang disebut-sebut didalangi Azahari. Tudingan bahwa bom Tentena
didalangi Azahari juga diungkapkan Kepala Unit Antiterorisme Kantor Kementerian
Politik Hukum dan Keamanan, Ansyaad Mbay.
Kini,
terdakwa peledakan bom di pasar Tentena, Poso, Sulawesi Tengah, Syaiful Anam
alias Brekele alias Mujadid alias Idris, divonis 18 tahun penjara oleh Majelis
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin, 03 Desember 2007.
Sebelumnya, JPU menuntut Mujadid dihukum 20 tahun penjara karena telah
melakukan tindak pidana terorisme.
Selama
dalam perburuan, Syaiful Anam alias Brekele alias Mujadid alias Idris berada
dalam lindungan Abu Dujana. Namun Brekele tidak pernah bertemu langsung dengan
Abu Dujana. Semua pesan Abu Dujana dia terima melalui perantara. Sementara
tersangka lainnya, Amril Ngiode alias Aat, buronan yang menyerahkan diri ke
aparat kepolisian di Poso, pada Jumat, 2 Februari 2007 silam. Ia mengaku
menyesal atas tindakannya. Didampingi tersangka lainnya, Ridwan dan juga
meminta maaf kepada seluruh korban dan keluarganya.
Pemuda
kelahiran Bonesompe, 17 Oktober 1979 akhrnya oleh Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan divonis 15 tahun penjara. Majelis hakim yang diketuai
Gatot Suharnoto menyatakan bahwa perbuatan Aat telah memenuhi unsur-unsur dalam
tindak pidana terorisme, antara lain menimbulkan kerusakan, korban, dan
menyebabkan kecemasan. Unsur-unsur tersebut sekaligus dijadikan pertimbangan
memberatkan. Sementara itu, sikap Aat yang sopan dan menyesali perbuatannya
menjadi pertimbangan yang meringankan. Selain menghukum 15 tahun penjara,
majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga memerintahkan agar Amril
Ngiode alias Aat tetap ditahan. Selain itu, barang bukti berupa senjata laras
panjang M16 disita untuk dijadikan bukti dalam perkara lain. Amril Ngiode alias Aat pada Oktober
2007 saat berada di balik jeruji besi, ia tetap melasungkan pernikahannya
dengan pacarnya di Polda Jakarta. Pria
berperawakan sedang itu menambahkan bahwa ia berharap masyarakat mau memaafkan
atas perbuatan yang dilakukannya. Ia mengatakan selepas dari penjara nanti, ia
ingin kembali ke masyarakat dan hidup dengan normal.
49. Kasus Pembnuhan Sadis di Magelang
Gambar 11.4
Ilustrasi Pembunuhan
Aparat
kepolisian saat ini menggelar olah tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan
sadis yang menewaskan Ratnawati(37) di rumahnya di Perumahan Prayudan, Blok I,
Nomor 12, Desa Prajenan, Kecamayan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa tengah.
Tragisnya korban ditemukan pertama kali oleh anaknya sendiri Shelin.
Sebanyak kurang lebih 7 orang anggota polisi Polres Magelang mulai melakukan olah TKP sekitar pukul 08.30 WIB. Pihak keluargapun sampai saat ini tidak diperbolehkan untuk masuk ke rumah untuk mengambil pakaian.
Saat melakukan olah TKP, petugas membawa boks perlengkapan untuk mengidentifikasi secara lengkap beberapa penemuan barang bukti seperti rambut, sidik jari, bercak darah yang tercecer di sekitar kamar korban.
"Olah TKP ini merupakan olah TKP lanjutan setelah kemarin petugas melakukan olah TKP usai kejadian," ungkap Kasatreskrim Polres Magelang AKP Slamet Riyadi saat ditemui merdeka.com di lokasi, Jum'at(20/4).
Seperti yang diberitakan merdeka.com korban Ratnawati ditemukan tewas Kamis (19/4) oleh anaknya Shelin (9) usai pulang sekolah. Dari kesaksian tetangga korban Siska (35), dirinya dikabari oleh pegawai kantor H2 petugas les privat tempat Shelin belajar melalui telepon. Siska kemudian bersama suaminya melihat kondisi korban yang akrab dipanggil Ratna tewas di kamar dalam posisi terbujur kaku serta bersimbah darah.
Polisi menemukan beberapa barang bukti sebilah pisau yang telah patah dan sebagian menancap di mulut korban. Dari hasil otopsi yang dilakukan Bidokes Polda Jateng yang berlangsung sampai Jumat dini hari tadi korban tewas setelah pelaku menusuk korban sebanyak 20 kali pada bagian punggung, perut, kepala, leher dan perut. Korban sempat melawan namun tidak berdaya akibat dihujam bertubi-tubi tusukan dan akhirnya tewas karena kehabisan darah.
Polisi sampai sekarang belum bisa memastikan apa penyebab dan motif yang mengakibatkan korban Ratnawati tewas dibunuh secara sadis di kamar tidur rumahnya sendiri. Polisi juga sudah memeriksa sebanyak sembilan saksi dalam pembunuhan sadis di Magelang ini.
Sebanyak kurang lebih 7 orang anggota polisi Polres Magelang mulai melakukan olah TKP sekitar pukul 08.30 WIB. Pihak keluargapun sampai saat ini tidak diperbolehkan untuk masuk ke rumah untuk mengambil pakaian.
Saat melakukan olah TKP, petugas membawa boks perlengkapan untuk mengidentifikasi secara lengkap beberapa penemuan barang bukti seperti rambut, sidik jari, bercak darah yang tercecer di sekitar kamar korban.
"Olah TKP ini merupakan olah TKP lanjutan setelah kemarin petugas melakukan olah TKP usai kejadian," ungkap Kasatreskrim Polres Magelang AKP Slamet Riyadi saat ditemui merdeka.com di lokasi, Jum'at(20/4).
Seperti yang diberitakan merdeka.com korban Ratnawati ditemukan tewas Kamis (19/4) oleh anaknya Shelin (9) usai pulang sekolah. Dari kesaksian tetangga korban Siska (35), dirinya dikabari oleh pegawai kantor H2 petugas les privat tempat Shelin belajar melalui telepon. Siska kemudian bersama suaminya melihat kondisi korban yang akrab dipanggil Ratna tewas di kamar dalam posisi terbujur kaku serta bersimbah darah.
Polisi menemukan beberapa barang bukti sebilah pisau yang telah patah dan sebagian menancap di mulut korban. Dari hasil otopsi yang dilakukan Bidokes Polda Jateng yang berlangsung sampai Jumat dini hari tadi korban tewas setelah pelaku menusuk korban sebanyak 20 kali pada bagian punggung, perut, kepala, leher dan perut. Korban sempat melawan namun tidak berdaya akibat dihujam bertubi-tubi tusukan dan akhirnya tewas karena kehabisan darah.
Polisi sampai sekarang belum bisa memastikan apa penyebab dan motif yang mengakibatkan korban Ratnawati tewas dibunuh secara sadis di kamar tidur rumahnya sendiri. Polisi juga sudah memeriksa sebanyak sembilan saksi dalam pembunuhan sadis di Magelang ini.
Gambar 11.5 Ilustrasi Perbudakan
Ribuan pekerja rumah tangga (PRT) asing hidup sebagai
budak di Inggris, yang dilecehkan secara seksual, fisik dan psikologis oleh
majikan mereka, menurut penyelidikan yang diputar Channel 4.
Lebih dari 15.000 buruh migran datang ke Inggris
setiap tahun untuk mendapatkan uang agar dapat mengirim kembali ke keluarga
mereka. Namun menurut penyelidikan Channel 4 Dispatches, banyak dari mereka
yang harus menghadapi kondisi yang menurut para aktivis merupakan sebuah perbudakan
modern.
Kalayaan, sebuah badan amal yang berbasis di London
barat yang membantu dan menyarankan pekerja rumah tangga migran, mencatat
sekitar 350 tenaga kerja baru setiap tahun.
Sekitar 20% melaporkan dilecehkan atau diserang secara
fisik, termasuk yang dibakar dengan besi, diancam dengan pisau, dan air
mendidih yang disiramkan kepada mereka.
"Dua pertiga dari PRT yang kita temui melaporkan
adanya pelecehan psikologis," kata Jenny Moss, penasehat komunitas
untuk badan amal itu. "Itu berarti mereka telah diancam dan dihina,
diteriaki terus menerus dan disebut anjing, keledai, bodoh, buta
huruf."
Sebuah proporsi yang sama mengatakan mereka tidak
diperbolehkan keluar sendiri dan tidak pernah memiliki hari libur. Hampir tiga
perempat mengatakan mereka dibayar kurang dari £ 50 seminggu.
"Hal pertama yang harus dipahami ketika kita
sedang berbicara tentang perbudakan adalah bahwa kita tidak menggunakan
perumpamaan," kata Aidan McQuade dari Anti-Perbudakan Internasional.
"Banyak contoh dari perbudakan domestik yang kita temukan di negara ini
adalah sejenis kerja paksa - klasifikasi yang meliputi retensi paspor dan upah,
ancaman pembatalan dan pembatasan gerak dan isolasi."
Kelompok Lobby dan amal mengatakan bahwa sebagian
besar PRT dibayar kurang dari £ 50 seminggu selama 20-jam kerja per hari. Yang
lainnya mengalami penahanan gaji sepenuhnya. Dalam beberapa kasus, para pekerja
adalah orang-orang muda yang diperdagangkan ke Inggris ketika masih anak-anak
dan dipaksa untuk menjalani bertahan tahun kekerasan dan kerja paksa.
Program ini juga mengkaji klaim bahwa diplomat asing
sebagai salah satu pelanggar terburuk. Pekerja mereka, tidak seperti yang
masuk dengan visa pekerja rumah tangga, tidak dapat mengubah majikan mereka dan
akan menghadapi status tunawisma atau dideportasi jika mereka melarikan diri.
Penelitian Dispatches mengatakan juga sangat sulit untuk mengadili para
diplomat karena telah memperlakukan pekerja mereka sebagai budak.
Angka yang akurat sulit untuk ditentukan karena
penyelewengan terjadi di balik pintu tertutup. Tapi kampanye mengatakan bahwa
setiap tahun, ratusan PRT melarikan diri dari majikan mereka, yang diklaim
telah memperlakukan mereka dengan buruk.
Marissa Begonia meninggalkan tiga anaknya yang masih
muda di Filipina ketika ia datang ke Inggris sebagai pekerja rumah tangga 16
tahun yang lalu. Sekarang menjadi kepala dari Justice 4 Domestic Workers,
sebuah organisasi kampanye baru yang dijalankan oleh dan untuk buruh migran,
Begonia mengatakan sebagian besar klien mereka dipaksa untuk bekerja di luar
negeri, tanpa pernah melihat keluarga mereka, karena kemiskinan yang ekstrim di
negara asal mereka.
"Ini masalah hidup dan mati," kata Begonia.
"Anda memiliki dua pilihan saja: Anda melihat anak-anak Anda mati
perlahan, kelaparan, atau Anda meninggalkan mereka dan datang ke Inggris untuk
bekerja untuk memastikan anak-anak Anda bertahan hidup." unit kejahatan
khusus Polisi Metropolitan menargetkan kasus kerja paksa, termasuk pekerja
rumah tangga. "Kami sekarang punya 10 kasus perbudakan domestik yang
sedang diselidiki," kata kepala detektif Inspektur Richard Martin, yang
mengepalai unit itu.
"Beberapa korban ada yang dirantai di dapur,
bekerja tujuh hari seminggu, 20 jam sehari, untuk sedikit atau bahkan tanpa
bayaran. Kami memiliki kasus dimana pekerja terpaksa makan sisa-sisa makanan
dari meja, sehingga beberapa dari mereka bahkan tidak makan dengan benar, dan
diserang dan dilecehkan. Kami memiliki kasus di mana PRT perempuan telah
dilecehkan."
Anak-anak juga dibeli ke Inggris untuk bekerja dalam
kondisi perbudakan. Christina diperdagangkan dari Nigeria ke London ketika dia
baru berusia 12 tahun. Dia mengatakan wanita yang bertanggung jawab atasnya
berasal dari Nigeria, tetapi bekerja sebagai pegawai sipil Inggris di
Home Office dan kemudian di Bea dan Cukai.
"Saya dipukuli sepanjang waktu tapi aku tak punya
pilihan: saya tak punya tempat untuk pergi," kata Christina, yang bekerja
bagi wanita itu selama lima tahun, sampai dia melarikan diri pada tahun 2005.
"Dia memukul saya dengan penggorengan dan dengan ikat pinggang,
berkali-kali. Ini mengerikan.. Saya ingin mati."
Kasus lainnya adalah Patience. Patience adalah pekerja
rumah tangga dari Afrika barat, yang mantan bosnya adalah seorang pengacara di
London. Dia mengatakan bahwa selama hampir tiga tahun dia bekerja 120 jam
seminggu untuk sedikit uang. "Saya diperlakukan seperti budak, tidak boleh
keluar untuk berteman ... dia akan mencubit saya, menampar saya. Saya tidak
memiliki siapapun untuk diajak bicara." Seorang tetangga membantu Patience
melarikan diri, tapi kemudian, katanya, polisi tidak percaya. Dia akhirnya
memenangkan kasusnya di pengadilan kerja dan mengambil tindakan terhadap
polisi, yang membuka kembali penyelidikan. Pengacara itu dihukum karena
serangan tersebut.
51. Peristiwa Gejayan
Gambar
12.1 Kerusakan akibat Peristiwa Gejayan
''Peristiwa
Gejayan'' dikenal juga dengan sebutan Tragedi Yogyakarta', adalah peristiwa bentrokan berdarah pada
Jumat 8
Mei 1998 di daerah Gejayan, Yogyakarta, dalam demonstrasi menuntut reformasi dan
turunnya Presiden Soeharto. Bentrokan ini berlangsung hingga malam hari.
Kekerasan aparat menyebabkan ratusan korban luka, dan satu orang, Moses
Gatutkaca,
meninggal dunia.
Peristiwa ini berawal dari unjuk rasa
mahasiswa yang dilakukan beberapa Universitas di Yogyakarta pada tanggal 8 Mei
1998.
Pukul 09.00 terjadi demonstrasi di
kampus Institut Sains dan Teknologi
Akprind serta di Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta. Sementara di kampus Universitas Kristen Duta Wacana juga menyelenggarakan aksi keprihatinan yang
berlangsung di Atrium UKDW.
Selesai salat Jumat, Pukul 13.00,
sekitar 5000 mahasiswa Universitas
Gajah Mada Yogyakarta melakukan demonstrasi di bundaran
kampus UGM. Demonstrasi yang berlangsung dengan tertib tersebut menyampaikan
pernyataaan keprihatinan mahasiswa atas kondisi perekonomian saat itu yang
dilanda krisis moneter, penolakan Soeharto sebagai Presiden kembali, memprotes
kenaikan harga-harga, dan mendesak untuk dilaksanakannya Reformasi.
Pada saat yang bersamaan siang itu,
ratusan lainnya juga melakukan demonstrasi di halaman kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan kampus IKIP Negeri Yogyakarta yang lokasinya berseberangan. Disini para
pengunjuk rasa juga memprotes kekerasan aparat yang terjadi pada 5 Mei 1998 (baca: Massa Rakyat Bentrok dengan
Aparat ABRI), di
lokasi tersebut. Menjelang sore hari mereka ingin bergerak menuju kampus UGM
untuk menggabungkan diri melakukan unjuk rasa di sana. Ternyata aparat keamanan
tidak mengijinkan dan berhadap-hadapan dengan mahasiswa yang bergabung dengan
masyarakat.
Bentrokan meletus sekitar pukul 17.00.
Ratusan petugas keamanan membubarkan secara paksa dengan melakukan penyerbuan
yang dibuka oleh panser penyemprot air dan tembakan gas air mata terhadap
pengunjuk rasa di depan Hotel Radison yang terletak di pertigaan antara Jl.
Gejayan dan Jl. Kolombo. Mahasiswa dan masyarakat melawan aparat dengan batu,
petasan dan bahkan bom molotov pada sore itu di sekitar Jalan Gejayan, yang
membentang dari perempatan Jalan Ring Road Utara hingga perempatan Jalan Adi
Sutjipto dan Jalan Urip Sumoharjo. Tempat ini menjadi ajang pertarungan antara
pengunjuk rasa dengan aparat yang mencegah mereka bergabung ke UGM.
Aparat secara membabi buta memukuli
setiap orang yang ada di lokasi, termasuk pedagang kaki lima dan penduduk
setempat. Selama bentrokan berlangsung aparat melakukan pengejaran terhadap
mahasiswa hingga memasuki kompleks kampus Sanata Dharma dan IKIP Negeri,
sejumlah fasilitas kampus rusak saat petugas memasuki kompleks kampus.
Ketegangan ini terus berlangsung
hingga malam harinya. Suasana mencekam dan letusan senjata api masih terdengar
hingga pukul 22.00. Sejumlah orang masih berlarian menyelamatkan diri, dan
sebagian yang lain masih tertahan dalam kepungan polisi dan tentara. Massa yang
terkepung ini diisolir secara ketat, dengan menutup jalan-jalan yang menuju
lokasi. Pukul 00.15 WIb, sebuah kendaraan panser kembali menyerbu massa dengan
menembakkan gas air mata. Massa mencoba membakar panser tersebut, tapi gagal.
Api hanya terlihat menyala sebentar, kemudian padam kembali.
Sekitar pukul 21.30 WIB, para
mahasiswa sedang berada di posko PMI di Sanata Dharma, menyaksikan orang
berlarian dikejar aparat keamanan dan mendengar suara orang mengaduh di lokasi
yang berjarak sekitar 50 meter dari Posko PMI tersebut. Setengah jam kemudian,
ketika suasana sudah tenang kembali, petugas PMI mendatangi lokasi orang
mengaduh tadi, dan mendapati seseorang sedang sekarat di jalan. Ia tidak lagi
bicara, tangannya patah menelikung ke belakang. Dan kepalanya sudah tak
berbentuk. Dari telinga dan hidungnya darah segar terus menerus mengalir.
Ketika dibawa ke rumah sakit Panti Rapih, ia tewas dalam perjalanan. Dari
identitas di dalam dompetnya, diketahui ia adalah Moses Gatutkaca.
Sementara seorang bernama Slamet,
warga Bantul juga mengalami gegar otak berat di RS Panti Rapih. Seorang
mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta bernama Arief, juga mengalami luka-luka di
sekujur tubuh, setelah dianiaya aparat, ia sempat dirawat di RS Panti Rapih.
Seorang yang lain dirawat di RS Bethesda, belum terhitung yang dirawat di rumah
sakit lain.
52. Kasus Pelanggaran Ham Yang
Terjadi Di Maluku
Gambar 12.2 Salah satu contoh
tindak kejahatan di Maluku
Konflik dan
kekerasan yang terjadi di Kepulauan Maluku sekarang telah berusia 2 tahun 5
bulan; untuk Maluku Utara 80% relatif aman, Maluku Tenggara 100% aman dan relatif stabil, sementara di kawasan Maluku Tengah
(Pulau Ambon, Saparua, Haruku, Seram dan Buru) sampai saat ini masih belum aman
dan khusus untuk Kota Ambon sangat sulit diprediksikan, beberapa waktu yang
lalu sempat tenang tetapi sekitar 1 bulan yang lalu sampai sekarang telah
terjadi aksi kekerasan lagi dengan modus yang baru ala ninja/penyusup yang
melakukan operasinya di daerah – daerah perbatasan kawasan Islam dan Kristen (ada indikasi tentara dan masyarakat
biasa).
Penyusup masuk
ke wilayah perbatasan dan melakukan pembunuhan serta pembakaran rumah. Saat ini
masyarakat telah membuat sistem pengamanan swadaya untuk wilayah pemukimannya
dengan membuat barikade-barikade dan membuat aturan orang dapat masuk/keluar
dibatasi sampai jam 20.00, suasana kota sampai saat ini masih tegang, juga
masih terdengar suara tembakan atau bom di sekitar kota.
Akibat
konflik/kekerasan ini tercatat 8000 orang tewas, sekitar 4000 orang luka –
luka, ribuan rumah, perkantoran dan pasar dibakar, ratusan sekolah hancur serta
terdapat 692.000 jiwa sebagai korban konflik yang sekarang telah menjadi pengungsi
di dalam/luar Maluku.
Masyarakat kini semakin tidak percaya dengan dengan upaya – upaya penyelesaian konflik yang dilakukan karena ketidak-seriusan dan tidak konsistennya pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik, ada ketakutan di masyarakat akan diberlakukannya Daerah Operasi Militer di Ambon dan juga ada pemahaman bahwa umat Islam dan Kristen akan saling menyerang bila Darurat Sipil dicabut.
Masyarakat kini semakin tidak percaya dengan dengan upaya – upaya penyelesaian konflik yang dilakukan karena ketidak-seriusan dan tidak konsistennya pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik, ada ketakutan di masyarakat akan diberlakukannya Daerah Operasi Militer di Ambon dan juga ada pemahaman bahwa umat Islam dan Kristen akan saling menyerang bila Darurat Sipil dicabut.
Banyak orang
sudah putus asa, bingung dan trauma terhadap situasi dan kondisi yang terjadi
di Ambon ditambah dengan ketidak-jelasan proses penyelesaian konflik serta
ketegangan yang terjadi saat ini.
Komunikasi
sosial masyarakat tidak jalan dengan baik, sehingga perasaan saling curiga
antar kawasan terus ada dan selalu bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga yang menginginkan
konmflik jalan terus. Perkembangan situasi dan kondisis yang terakhir tidak ada
pihak yang menjelaskan kepada masyarakat tentang apa yang terjadi sehingga
masyrakat mencari jawaban sendiri dan membuat antisipasi sendiri.
Wilayah
pemukiman di Kota Ambon sudah terbagi 2 (Islam dan Kristen), masyarakat dalam melakukan
aktifitasnya selalu dilakukan dilakukan dalam kawasannya hal ini terlihat pada
aktifitas ekonomi seperti pasar sekarang dikenal dengan sebutan pasar kaget
yaitu pasar yang muncul mendadak di suatu daerah yang dulunya bukan pasar hal
ini sangat dipengaruhi oleh kebutuhan riil masyarakat; transportasi menggunakan
jalur laut tetapi sekarang sering terjadi penembakan yang mengakibatkan korban
luka dan tewas; serta jalur – jalur distribusi barang ini biasa dilakukan
diperbatasan antara supir Islam danKristen tetapi sejak 1 bulan lalu sekarang tidak
lagi juga sekarang sudah ada penguasa – penguasa ekonomi baru pasca konflik.
Pendidikan sangat sulit didapat oleh anak – anak korban langsung/tidak langsung dari konflik karena banyak diantara mereka sudah sulit untukmengakses sekolah, masih dalam keadaan trauma, program PendidikanAlternatif Maluku sangat tidak membantu proses perbaikan mental anak malah menimbulkan masalah baru di tingkat anak (beban belajar bertambah) selain itu masyarakat membuat penilaian negatif terhadap aktifitas NGO (PAM dilakukan oleh NGO).
Masyarakat Maluku sangat sulit mengakses pelayanan kesehatan, dokter dan obat – obatan tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dan harus diperoleh dengan harga yang mahal; puskesmas yang ada banyak yang tidak berfungsi.
Pendidikan sangat sulit didapat oleh anak – anak korban langsung/tidak langsung dari konflik karena banyak diantara mereka sudah sulit untukmengakses sekolah, masih dalam keadaan trauma, program PendidikanAlternatif Maluku sangat tidak membantu proses perbaikan mental anak malah menimbulkan masalah baru di tingkat anak (beban belajar bertambah) selain itu masyarakat membuat penilaian negatif terhadap aktifitas NGO (PAM dilakukan oleh NGO).
Masyarakat Maluku sangat sulit mengakses pelayanan kesehatan, dokter dan obat – obatan tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat dan harus diperoleh dengan harga yang mahal; puskesmas yang ada banyak yang tidak berfungsi.
Belum ada
media informasi yang dianggap independent oleh kedua pihak, yang diberitakan oleh
media cetak masih dominan berita untuk kepentingan kawasannya (sesuai lokasi
media), ada media yang selama ini melakukan banyak provokasi tidak pernah
ditindak oleh Penguasa Darurat Sipil Daerah (radio yang selama ini digunakan
oleh Laskar Jihad (radio SPMM/Suara Pembaruan MuslimMaluku).
53. Insiden Alastlogo
Gambar 12.3 Korban dari Iniden
Alastogo
Insiden Alastlogo
adalah peristiwa penembakan oleh Marinir TNI
AL terhadap warga petani pada tanggal 30
Mei 2007 di Desa Alastlogo,
Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, Jawa
Timur. Peristiwa ini dipicu sengketa tanah seluas
539 hektare.
Warga Alastlogo merupakan salah satu pihak
yang memperebutkan tanah seluas 539 hektare di 11 desa di dua kecamatan,
Kecamatan Lekok dan Grati yang juga diklaim PT Rajawali Nusantara.
[[Berkas:== Peristiwa == Peristiwa itu terjadi
pukul 09.30. Mulanya sebuah traktor yang dikawal sepuluh personel TNI menggarap
lahan yang sudah ditanami ketela pohon oleh warga dan hendak diganti menjadi
kebun tebu. Para tentara membawa senjata laras panjang dan pistol. Bentrokan
antara warga dan marinir bermula dari upaya pembuldoseran tanaman warga
di atas tanah yang masih berstatus sengketa oleh pekerja dari PT Rajawali,
sebuah perusahaan hortikultura
yang menjadi mitranya TNI AL. Untuk menjalankan aksinya itulah, para pekerja
dikawal oleh para marinir.
Kemudian sekitar 50 warga Alas Tlogo
mendatangi lokasi tanah yang mau dirombak itu. Menurut Kepala Desa Alas Tlogo
Imam Sugnadi, warga hanya mau mengingatkan agar tanah yang sudah ditanami
ketela pohon itu tidak dirombak atau digarap dulu karena proses hukum terhadap
tanah belum selesai.
Melihat banyak warga mendatangi lokasi
penggarapan lahan, para tentara itu gelisah, apalagi setelah puluhan warga
meneriaki tentara. Tembakan peringatan sebanyak dua kali pun dikeluarkan tapi
tidak dihiraukan, setelah itu tembakan diarahkan ke tanah. Warga berlarian,
sebagian terkena pantulan peluru dan terjatuh.
Beberapa ibu-ibu yang sedang memasak dan
memotong ketela pohon di luar rumah ikut terkena peluru nyasar. Seorang ibu
bernama Mistin (25) yang sedang menggendong anaknya Khoirul (4) ikut terkena
peluru dan langsung meninggal, sedangkan anaknya yang juga terkena peluru di
dada kanan dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Sjaiful Anwar di Malang.
Melihat teman dan saudaranya terluka, warga
kemudian marah dan bergerak ke jalan utama penghubung Probolinggo-Pasuruan
di Kecamatan Lekok yang berjarak dua kilometer dari desa mereka. Beberapa pohon
yang ada di pinggir jalan kemudian ditebang warga. Ratusan warga kemudian
menduduki jalan dan melarang kendaraan lewat.
Bupati Pasuruan Jusbakir yang datang ke Desa
Alas Tlogo bersama Panglima Kodam
V Brawijaya Mayjen Syamsul Mapareppa membantah telah
menyuruh tentara mengusir warga.
Artikelnya bermanfaat kak, ini saya juga punya artikel tentang Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia, smoga dpt saling melengkapi
BalasHapus16 Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Kami Hadir Untuk Menjalin Tali Silatuh Rahmi,Guna Untuk Membantu Para Masyarakat Di Muka Bumi Ini ,Dengan Segala Permasalahan Yang Ada,Karena Di Dalam Masyarakat Yang Kita Tahu Saat Sekarang Ini,Masih Banyak Masyarakat Yang Hidup Dibawah Garis Kemiskinan,Untuk Itu,Izinkan Saya Mbah Karwo Untuk Memberikan Solusi Terbaik Untuk Anda Yang Sangat Membutuhkan.Ada Berbagai Cara Untuk Membantu Mengatasi Masalah Perekonomian,Dengan Jalan ; 1,Melalui Angka Togel Jitu ; Supranatural 2,Pesugihan Serba Bisa 3,Pesugihan Uang Balik/Bank ghaib 4,Ilmu Pengasihan 5,DLL HANYA DENGAN BERMODALKAN KEPERCAYAAN DAN KEYAKINAN,INSYA ALLAH ITU SEMUANYA AKAN BERHASIL SESUAI DENGAN KEINGINAN ANDA... Dunia yang akan mewujudkan impian anda dalam sekejab dan menuntaskan masalah keuangan anda dalam waktu yang singkat. Mungkin tidak pernah terpikir dalam hidup kita untuk menyentuh hal hal seperti ini. Ketika terpikirkan kekuasaan, uang dalam genggaman, semua bisa dikendalikan sesuai keinginan kita.Semua bisa diselesaikan secara logika.Tapi akankah logika selalu bisa menyelesaikan masalah kita. Pesugihan Mbah Karwo Mbah memiliki ilmu supranatural yang bisa menghasilkan angka angka putaran togel yang sangat mengagumkan, ini sudah di buktikan member bahkan yang sudah merasakan kemenangan(berhasil), baik di indonesia maupun di luar negeri.. ritual khusus di laksanakan di tempat tertentu, hasil ritual bisa menghasilkan angka 2D,3D,4D,5D.6D. sesuai permintaan pasien.Mbah bisa menembus semua jenis putaran togel. baik itu SGP/HK/Malaysia/Sydnei, maupun putaran lainnya. Mbah Akan Membantu Anda Dengan Angka Ghoib Yang Sangat Mengagumkan "Kunci keberhasilan anda adalah harus optimis karena dengan optimis.. angka hasil ritual pasti berhasil !! BERGABUNGLAH DAN RAIH KEMENANGAN ANDA..! Tapi Ingat Kami Hanya Memberikan Angka Ritual Kami Hanya Kepada Anda Yang Benar-benar dengan sangat Membutuhkan Angka Ritual Kami .. Kunci Kami Anda Harus OPTIMIS Angka Bakal Tembus…Hanya dengan Sebuah Optimis Anda bisa Menang…!!! Apakah anda Termasuk dalam Kategori Ini 1. Di Lilit Hutang 2. Selalu kalah Dalam Bermain Togel 3. Barang berharga Anda Sudah Habis Buat Judi Togel 4. Anda Sudah ke mana-mana tapi tidak menghasilkan Solusi yang tepat Jangan Anda Putus Asa…Selama Mentari Masih Bersinar Masih Ada Harapan Untuk Hari Esok.Kami akan membantu anda semua dengan Angka Ritual Kami..Anda Cukup Mengganti Biaya Ritual Angka Nya Saja… Apabila Anda Ingin Mendapatkan Nomor Jitu 2D 3D 4D 6D Dari Mbah Karwo Selama Lima Kali Putaran,Silahkan Bergabung dengan Uang Pendaftaran Paket 2D Sebesar Rp. 300.000 Paket 3D Sebesar Rp. 500.000 Paket 4D Sebesar Rp. 700.000 Paket 6D Sebesar Rp. 1.500.000 dikirim Ke Rekening BRI.Atas Nama:No Rekening PENDAFTARAN MEMBER FORMAT PENDAFTARAN KETIK: Nama Anda#Kota Anda#Kabupaten#Togel SGP/HKG#DLL LALU kirim ke no HP : ( 0852-3162-7267 ) SILAHKAN HUBUNGI EYANG GURU:0852-3162-7267
BalasHapusIzinkan Saya Mbah Agus Darma Untuk Memberikan Solusi Terbaik Untuk Anda Yang Sangat Membutuhkan.Ada Berbagai Cara Untuk Membantu Mengatasi Masalah Perekonomian,Dengan Jalan ; 1,Melalui Angka Togel Jitu ; Supranatural 2,Pesugihan Serba Bisa 3,Pesugihan Uang Balik/Bank ghaib 4,Ilmu Pengasihan 5,DLL HANYA DENGAN BERMODALKAN KEPERCAYAAN DAN KEYAKINAN,INSYA ALLAH ITU SEMUANYA AKAN BERHASIL SESUAI DENGAN KEINGINAN ANDA... Dunia yang akan mewujudkan impian anda dalam sekejab dan menuntaskan masalah keuangan anda dalam waktu yang singkat. Mungkin tidak pernah terpikir dalam hidup kita untuk menyentuh hal hal seperti ini. Ketika terpikirkan kekuasaan, uang dalam genggaman, semua bisa dikendalikan sesuai keinginan kita.Semua bisa diselesaikan secara logika.Tapi akankah logika selalu bisa menyelesaikan masalah kita. Pesugihan Mbah Agus Darma memiliki ilmu supranatural yang bisa menghasilkan angka angka putaran togel yang sangat mengagumkan, ini sudah di buktikan member bahkan yang sudah merasakan kemenangan(berhasil), baik di indonesia maupun di luar negeri.. ritual khusus di laksanakan di tempat tertentu, hasil ritual bisa menghasilkan angka 2D,3D,4D,5D.6D. sesuai permintaan pasien.Mbah bisa menembus semua jenis putaran togel. baik itu SGP/HK/Malaysia/Sydnei,Dll maupun putaran lainnya. Mbah Akan Membantu Anda Dengan Angka Ghoib Yang Sangat Mengagumkan "Kunci keberhasilan anda adalah harus optimis karena dengan optimis.. angka hasil ritual pasti berhasil !! BERGABUNGLAH DAN RAIH KEMENANGAN ANDA..! Tapi Ingat Kami Hanya Memberikan Angka Ritual Kami Hanya Kepada Anda Yang Benar-benar dengan sangat Membutuhkan Angka Ritual Kami .. Kunci Kami Anda Harus OPTIMIS Angka Bakal Tembus…Hanya dengan Sebuah Optimis Anda bisa Menang…!!! Apakah anda Termasuk dalam Kategori Ini 1. Di Lilit Hutang 2. Selalu kalah Dalam Bermain Togel 3. Barang berharga Anda Sudah Habis Buat Judi Togel 4. Anda Sudah ke mana-mana tapi tidak menghasilkan Solusi yang tepat Jangan Anda Putus Asa…Selama Mentari Masih Bersinar Masih Ada Harapan Untuk Hari Esok.Kami akan membantu anda semua dengan Angka Ritual Kami..Anda Cukup Mengganti Biaya Ritual Angka Nya Saja… Apabila Anda Ingin Mendapatkan Nomor Jitu 2D 3D 4D 6D Dari Mbah Agus Darma Selama Lima Kali Putaran,Silahkan Bergabung dengan Uang Pendaftaran Paket 2D Sebesar Rp. 500.000 Paket 3D Sebesar Rp. 700.000 Paket 4D Sebesar Rp. 1.000.000 Paket 6D Sebesar Rp. 1.500.000 dikirim Ke Rekening BRI.Atas Nama:No Rekening PENDAFTARAN MEMBER FORMAT PENDAFTARAN KETIK: Nama Anda#Kota Anda#Kabupaten#Togel SGP/HKG#DLL LALU kirim ke no HP : ( 0823-8738-4409 ) SILAHKAN HUBUNGI EYANG GURU:0823-8738-4409
BalasHapus