Jumat, 23 Mei 2014

bab 3



Bab 3
Dengan Menyebut Nama Allah
Aku Ingin Lebih Dekat Kepada-Mu












Membuka Relung Kalbu


 






Text Box: Gambar ratusan orang sedang berzikir bersama.






Narasi : Zikir dan mengingat Allah SWT akan membawa ketenangan hati.

Wahai pemuda yang beriman, yakinlah bahwa kedekatan diri kita kepada Allah akan membawa ketenangan, sebaliknya menjauhkan diri dari Allah akan membuat jiwa gelisah, hampa, dan galau. Namun, banyak orang yang keliru dalam mencari jalan menuju ketenangan hidup.
Perhatikan keadaan masyarakat di sekeliling kita, banyak sekali orang yang ingin mendapatkan ketenangan hidup, namun mereka salah jalan. Ada yang menganggap bahwa ketenangan hidup dapat diraih jika memiliki kedudukan yang tinggi. Mereka begitu antusias untuk meraihnya. Benarkah kedudukan yang tinggi bisa memastikan seseorang menjadi lebih tenang hidupnya? Ternyata dalam kenyataannya orang yang memiliki kedudukan tinggi ada yang hidup tenang, namun banyak juga yang hidupnya semakin tidak tenang.
Ada juga orang-orang yang mencari ketenangan hidup dengan mengkonsumsi obat penenang. Memang ketenangan itu didapatkan dalam waktu yang relatif pendek. Setelah efek dari obat itu hilang maka kegelisahan kembali muncul disertai kerusakan organ fisik sebagai dampak negatif dari obat penenang tersebut.
Banyak juga juga orang yang beranggapan bahwa kekayaan yang berlimpah bisa membuat hidup jadi lebih tenang. Ternyata dalam kehidupan nyata, dari dulu sampai sekarang, ada orang yang hartanya melimpah belum tentu tenang. Ada diantara mereka yang memiliki kekayaan dan hidup dengan nyaman, namun tidak sedikit malah menjadi sengsara dengan harta yang berlimpah itu. Contohnya adalah Qarun. Kekayaan yang berlimpah malah membuatnya hidupnya sengsara dan celaka.
Pada dasarnya sesuatu yang dapat membuat kehidupan kita menjadi lebih nyaman bukanlah melalui kedudukan yang tinggi, atau karena hidup bergelimang harta, atau karena dipacu dengan obat penenang. Hakikat ketenangan hidup adalah pada saat kita dekat, semakin dekat, dan begitu dekat dengan Allah SWT. Dalam keadaan bagaimanapun seseorang yang dekat dengan Allah SWT akan menemukan ketenangan, kenyamanan, dan ketenteraman hidup yang sejati. Nah, menyebut Nama Allah, mengindahkan nama-nama-Nya, dan mengamalkan keindahan makna Nama-nama Allah dapat menjadi salah satu alternatif cara untuk lebih dekat dengan-Nya.
Tahukah kalian bahwa Allah SWT mempunyai nama-nama yang indah, agung, dan sarat dengan makna. Nama-nama Allah yang indah itu disebut Asmaul Husna. Jumlah asmaul husna ada 99. Sembilan puluh sembilan asmaul husna tersebut mencerminkan bahwa Allah SWT Maha segala-galanya. 
Wahai anak yang pandai mengambil hikmah, dari 99 asmaul husna yang dimiliki Allah itu, ada berapa asma yang sudah kalian pahami? Tentu sudah banyak, bukan? Nah, untuk lebih mendalami maknanya dan agar lebih bisa mengetahui tentang kemuliaan-kemuliaan Allah melalui asma-asmanya, serta bisa meneladani asma-asma Allah tersebut, alangkah baiknya jika kalian mau mencoba mengenal asma-asma Allah satu per satu. 

A.  Memahami Makna Asmaul Husna al-Kariim, al-Mu’min, al-Wakiil, al-Matiin, al-Jaami’, al-‘Adl, dan al-Akhiir Agar Menjadi Pribadi Terpuji

Bagaimana pendapat kalian tentang alam semesta beserta isinya? Apakah tiba-tiba ada ataukah ada yang menetapkan dan menciptakannya? Saat kita merenungkan keadaan alam semesta ini, maka kita akan menemukan jawaban bahwa semua yang ada di alam ini merupakan ciptaan (makhluk) Allah SWT. Allah SWT mempunyai sifat-sifat yang agung, mulia, dan besar yang tidak terdapat pada semua rnakhluk-Nya. Oleh karena itu, semua makhluk-Nya harus menyembah kepada-Nya. Namun, sifat-sifat Allah SWT tersebut tidak hanya tergambar dalam sifat wajib-Nya, melainkan juga dari nama-nama baik dan mulia yang menyertai-Nya. Nama baik dan mulia ini dinamakan Asmaul Husna.
Tahukan kalian tentang makna Asmaul Husna dan bagaimana cara mengetahuinya? Mari kita urai makna kata asmaul husna. Ditinjau dari makna kata asma/ism adalah nama, sedangkan husna adalah baik. Jadi Asmaul Husna, merupakan sebutan atau nama-nama Allah SWT yang baik. Saat kita meneliti dalam Al-Qur’an, maka kita akan memperoleh bahwa nama-nama baik bagi Allah SWT berjumlah 99 nama. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya Allah SWT sendirilah yang membuat nama-nama itu untuk diri-Nya.
Firman Allah SWT dalam QS Al Hasyr (59) ayat 24 :
Artinya : “Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Hasyr (59) : 24)
Apabila seseorang menyatakan dirinya mencintai Allah SWT, maka hal ini bisa dibuktikan dari seberapa sering ia menyebut nama-Nya. Menyebut Allah SWT dapat dilakukan dengan menyebut kalimat-kalimat tayyibah atau menyebut nama-nama Allah SWT dalam asmaul husna. Keduanya merupakan proses zikir (mengingat) kepada Allah SWT.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:
Artinya : “Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al A’raf  (7) : 180)

Berdasarkan ayat di atas, kita diperintahkan untuk selalu menyebut nama-nama Allah SWT yang terhimpun dalam Asmaul Husna. Semua kegiatan yang dilakukan sebaiknya didahului dengan menyebut nama-Nya (terwujud dalam kalimat basmalah). Allah SWT memerintahkan untuk menyebut-Nya dengan Asmaul Husna sebagai pujian dan pengantar doa kepada-Nya. Dalam berdoa kita pasti meminta sesuatu. Dengan memuji nama-Nya terlebih dahulu, harapan akan terkabulnya doa kita tentu akan semakin besar.
Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah menjelaskan:
Artinya : “Dari Au Hrairah ra Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya Allah SWT mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barang siapa yang menghafalkannya, maka ia akan masuk surga”. (HR Bukhari)

Dari 99 nama Allah SWT tersebut akan dibahas 7 asmaul husna, yaitu: al-Kariim, al-Mu’min, al-Wakiil, al-Matiin, al-Jaami’, al-‘Adl, dan al-Akhiir.

1.      Al-Kariim

Secara bahasa Al-Karim ( الكريم ) mempunyai arti Yang Maha Mulia, Yang Maha Dermawan atau Yang Maha Pemurah. Dia-lah Zat Yang Mahamulia secara mutlak. Allah Mahamulia di atas segala-galanya, sehingga apabila seluruh makhluk-Nya tidak ada satupun yang taat kepada-Nya, maka tidak akan mengurangi sedikitpun kemuliaan-Nya. Begitu pula sebaliknya, jika seluruh makhluk-Nya taat dan patuh dalam melaksanakan perintah-Nya, maka tidak akan pula menambah kemuliaan-Nya.
Text Box: Gambar : orang yang meberi sedekah





Narasi : Orang yang dermawan sebagai bukti meneladani asma Allah Al-Kariim.
Sedangkan menurut istilah, Al-Karim diartikan sebagai Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Pemurah yang memberi anugerah atau rezeki kepada semua mahkluk-Nya. Dapat pula dimaknai sebagai Dzat yang sangat banyak memiliki kebaikan, Maha pemurah, pemberi nikmat dan keutamaan, baik ketika diminta maupun tidak.
Saat dikaitkan dengan perilaku manusia di dunia ini, maka orang yang memberikan sesuatu kepada sebagian manusia dan menyisakan sebagian, dia adalah seorang yang murah hati. Orang yang memberikan sebagian besar miliknya dan menyisakan sedikit untuknya, dia adalah orang yang dermawan.
Saat Al-Karim dimaknai Maha Pemurah, maka Allah memberi berbagai kebaikan tanpa mengharap pamrih, karena Allah bersifat Maha Pemurah secara mutlak. Allah telah menyediakan segala keperluan makhluk-Nya dan mempermudahkan makhluk-Nya memperolehi rezeki masing-masing dengan kehendak-Nya juga. Tidak ada sesuatu yang di luar campur tangan-Nya untuk memberikan membahagikan dan kebaikan kepada makhluk-Nya. Hal ini dapat kita pahami dari firman Allah dalam QS. Adz-Dzariyat (51) : 57-58 :

Artinya : “Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya, Allah Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat (51) : 57-58).

Saat Al-Karim dimaknai Maha Pemberi, maka Allah senantiasa memberi, tidak pernah terhenti pemberian-Nya. Kedermawanan Allah diberikan-Nya kepada semua manusia,  manusia yang tidak berharta maupun berdosa. Manusia tidak boleh berputus asa dari kedermawanan Allah jika miskin dalam harta, karena kedermawanan-Nya tidak hanya dari harta yang dititipkan melainkan meliputi segala hal. Manusia yang berharta dan dermawan hendaklah tidak sombong jika telah memiliki sifat dermawan karena Allah tidak menyukai kesombongan. Dengan demikian, bagi orang yang diberikan harta melimpah maupun tidak dianugerahi harta oleh Allah, maka keduanya harus bersyukur kepadanya karena orang yang miskin pun telah diberikan nikmat selain harta.
Perhatikan firman Allah dalam QS. An-Naml (27) : 40 berikut ini.
Artinya : “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur, maka Sesungguhnya Dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan Barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (QS. An-Naml (27) : 40)

Ayat tersebut mengajarkan  umat Islam untuk senantiasa bersyukur kepada Allah. Kenapa demikian? Karena barangsiapa yang bersyukur kepada-Nya, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Mahamulia. Allah memberi bukan karena butuh kepada makhluk, tapi karena Allah bersifat Kariim (Maha Pemurah). Jadi, tidak sepantasnya manusia berbuat durhaka kepada Allah karena sudah terlalu banyak Allah menurunkan berbagai nikmat dan rahmat untuk mereka.
Allah berbuat baik kepada seluruh makhluk tanpa sebuah kewajiban yang mesti dilakukannya. Semua kebaikan yang diberikan Allah kepada makhluk adalah semata-mata atas kemurahan Allah kepada makhluk-Nya. Dengan demikian, makhluk itu menjadi mulia. Perlu kita ketahui bahwa segala kemulian yang terdapat pada makhluk adalah atas pemberian Allah Yang Mahamulia. Hal tersebut menunjukkan akan kemuliaan makhluk tersebut disisi Allah, melebihi makhluk-makhluk yang lainnya.
Saat Al-Karim dimaknai Yang Maha Pemberi Maaf, maka Allah memaafkan dosa para hamba yang lalai dalam menunaikan kewajiban kepada Allah, kemudian hamba itu mau bertobat kepada Allah swt. Bagi hamba yang berdosa, maka Allah adalah Yang Maha Pengampun. Dia akan mengampuni seberapa pun besar dosa hamba-Nya selama ia tidak meragukan kasih sayang dan kemurahan-Nya. Dibandingkan dengan karunia Allah yang Maha Pemurah dan tidak terhingga, dosa dan perbuatan maksiat seorang hamba adalah kecil dan tidak berarti. Jika seorang hamba bertobat dari kesalahannya, Allah menghapus dosanya dan mengganti posisi kesalahan tersebut dengan nilai kebaikan.
Jika kita mau mencermati, asmaul husna Al-Kariim menunjukkan kesempurnaan dan kemulian Allah dalam Dzat dan segala sifat, serta perbuatan-Nya. Di dalam nama Al-Karim terdapat segala hal yang terpuji. Allah Mahamulia dalam Dzat-Nya, maka tidak ada cacat sedikitpun dalam Dzat Allah. Allah Mahamulia dalam segala sifat-Nya, maka tidak ada sifat jelek terdapat pada Allah.  Allah juga Mahamulia dalam segala perbuatan-Nya, maka tidak ada kecacatan dalam perbuatan Allah. Sesungguhnya segala perbuatan Allah penuh dengan berbagai hikmah yang luas.

2.      Al-Mu’min

Asmaul husna Al-Mu’min dapat dimaknai
 Allah sebagai Maha Pemberi rasa aman bagi makhluk ciptaan-Nya dari perbuatan zalim. Allah adalah sumber rasa aman dan keamanan dengan menjelaskan sebab-sebabnya. Dengan memberi rasa aman ini, Text Box: Gambar : seorang yang berada dalam majelis musyawarah untuk memecahkan masalah orang lain.



Narasi : Orang yang mau memecahkan masalah orang lain akan memberikan rasa aman kepadanya.
maka Allah akan menutup jalan-jalan yang menakutkan bagi orang yang beriman kepada-Nya. Kenapa harus ada rasa aman? Karena rasa aman merupakan hal penting bagi manusia untuk menenteramkan hati dan menenangkan pikiran. Seseorang yang berada di tempat-tempat yang menakutkan pasti menginginkan rasa aman. Untuk itulah, permintaan rasa aman itu harusnya ditujukan hanya kepada Allah semata, bukan yang lain. Orang mukmin tidak akan membayangkan memperoleh rasa aman dan keamanan itu melainkan dari Allah SWT.

Firman Allah dalam QS. Quraisy (106) ayat 4 sebagai berikut :
Artinya : “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan.” (QS. Quraisy (106) : 4)

Setelah manusia mendapatkan rasa aman, maka kewajiban selanjutnya adalah memberi rasa aman kepada orang yang berada di sekitarnya. Dengan demikian, setiap orang yang ketakutan dan mengharap bantuan kepadanya akan tetap merasa aman ketika berurusan dengannya, baik saat dalam urusan agama maupun duniawi, Hal ini sesuai dengan apa yang diajarka oleh Rasulullah saw bahwa orang yang beriman akan menjadikan tetangganya merasa aman dari kejahatan-kejahatannya.
Saat seseorang mampu memberi rasa aman kepada orang lain, maka kelak orang itu akan menjadi orang yang terpercaya. Perlu kita ketahui bahwa tidaklah mudah menjadi orang yang terpercaya karena banyak godaan yang selalu menghadangnya. Meskipun demikian, saat kita berpegang teguh kepada asmaul husna Al-Mu’min, maka kita akan memiliki kepedulian untuk menolong kepada orang lain, hatinya tidak tergerak untuk menolong saudara muslim ketika membutuhkan bantuan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al Maidah (5) ayat 2 berikut ini :

Artinya : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS. Al Maidah (5) : 2)

3.      Al-Wakiil

Asmaul husna Al-Wakil mempunyai arti Yang Maha Pemelihara atau Yang Maha Tepercaya. Allah memelihara dan menyelesaikan segala urusan yang diserahkan oleh hamba kepada-Nya tanpa membiarkan apapun terbengkalai. Allah mengurus segala urusan hamba-Nya dan memudahkan segala yang dibutuhkan oleh mereka. Dia sebagai tempat segala perkara/persoalan diwakilkan atau dipercayakan kepada-Nya. Jika sudah diketahui demikian, maka hendaknya manusia menyerahkan segala urusan (bertawakal) kepada-Nya, sebab Dialah sebaik-baik yang diserahi urusan. Allah-lah wakîl yang paling dapat diandalkan karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah adalah sebaik-baik wakil yang layak dimintai pertolongan. Allah adalah wakil sebaik-baik pengharapan. Ketika kita menjadikan Allah sebagai wakil mengandung maksud menyerahkan segala persoalan kepada-Nya, tentunya setelah usaha penuh kesungguhan. Kepantasan ini dapat kita pahami dari firman Allah berikut.
Artinya : “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadanya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan. (QS. AR-Rahman (55) : 29)

Orang yang mempercayakan segala urusan atau berserah diri (bertawakal) kepada Allah, akan memiliki kepastian bahwa semua akan diselesaikan dengan sebaik-baiknya oleh Allah. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh hamba yang benar-benar beriman dan merasa yakin bahwa Allah-lah satu satunya yang dapat dipercaya oleh para hamba-Nya. Yang dimaksud dengan berserah diri (bertawakal) ialah menyerahkan diri seutuhnya untuk diatur oleh Allah. Menyerahkan diri kepada Allah bukanlah berarti mengabaikan usaha. Namun kita harus berusaha terlebih dahulu dengan sekuat kemampuan yang ada.
Hal ini sesuai dengan firman Allah:

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal.” (QS. al-Anfal (8): 2)
Artinya : “Dan siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).” (QS. ath-Thalaq (65): 3)
.
Hikmah lain dari sikap tawakal yaitu mendorong tumbuhnya kesiapan mental dalam menghadapi ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan. Ruh dari kesiapan mental ini adalah keyakinan bahwa Allah saja yang menentukan segalanya. Ingatlah bahwa sesuatu yang menurut kita baik, belum tentu baik menurut Allah. Yang baik dalam pandangan Allah, sudah tentu baik bagi kita meskipun kita sendiri tidak menyadarinya. Oleh karena itu, kita harus senantiasa berbaik sangka kepada Allah.
Dengan demikian, jika kita bertawakal kepada Allah berarti menjadikan Allah sebagai wakil dalam menghadapi persoalan hidup yang tengah kita hadapi, baik persoalan menyangkut kehidupan keluarga, ekonomi, kehidupan bertetangga dan bersosial, maupun persoalan dalam menghadapi musibah.

4.      Al Matiin

Asmaul husna Al-Matin berarti bahwa Allah Maha Sempurna dalam kekuatan dan kekukuhan-Nya. Kekukuhan dalam prinsip sifat-sifat-Nya, tidak akan Allah melemahkan suatu sifat-Nya. Allah juga Maha Kukuh dalam kekuatan-kekuatan-Nya. Oleh karena itu, sifat Al-Matin adalah kehebatan perbuatan yang sangat kokoh dari kekuatan yang tidak ada taranya. Jadi, kekukuhan Allah tidak terkalahkan dan tidak tergoyahkan. Siapakah yang paling kuat dan kukuh selain Allah? Tidak ada satu makhluk pun yang dapat menundukkan Allah meskipun seluruh makhluk di bumi ini bekerjasama. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt:

Artinya : “Sungguh Allah, Dialah pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh.” (QS. Adz-Dzariyat (51) : 58)

Dengan demikian, ketika Allah bersikukuh dalam memberikan rahmat kepada hamba-hamba-Nya, maka tidak ada apapun yang dapat menghalangi rahmat ini untuk sampai kepada hamba-Nya yang telah dikehendakinya. Demikian juga tidak ada kekuatan yang mampu mencegah azab-Nya jika Allah ingin menurunkan azab kepada seseorang atau kelompok tertentu. Kemurkaan dan azab-Nya akan mengenai sasaran tanpa meleset sedikitpun. Seorang hamba harus mengharapkan agar semua kebaikan dan keindahan datang dari Allah SWT dan hanya takut kepada azab Allah SWT.
Text Box: Gambar : orang yang belajar dalam perpustakaan.



Apabila kita bersikap dan berperilaku benar dalam menjalani kehidupan di dunia ini, maka Allah akan menolong kita. Akan tetapi, apabila kita salah dalam menjalani kehidupan ini, maka keputusan Allah untuk mengazab atau memasukkan kita ke neraka tidak bisa diubah. Apabila seseorang itu paham bahwa Allah itu Maha Kokoh, maka dia akan berhati-hati dalam hidup ini serta berusaha untuk mencukupi segala persyaratan yang bisa menyelamatkannya dari azab Allah dan api neraka. Artinya, sikap kita dalam menyikapi Al-Matin ini adalah harus bersungguh-sungguh untuk bisa memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Allah. Apa syarat-syarat tersebut? Melaksanakan rukun iman dan rukun Islam adalah kunci dasar dalam memenuhi syarat tersebut.
Perlu kita yakini bahwa kelak di alam akhirat, segala keputusan Allah bersifat kokoh dan tidak ada satu pun makhluk Allah yang mampu mengubahnya. Dengan demikian, apabila Allah telah memutuskan bahwa kita termasuk penghuni surga, maka kita akan dimasukkan ke dalam surga-Nya dan tidak ada satupun yang mampu mengubahnya. Hal ini dikarenakan bahwa di dalam memutuskan segala sesuatu, Allah tidak perlu bermusyawarah dengan makhluk-makhluk-Nya. Di samping itu, Allah telah mempertimbangkan seluruh keputusan-keputusan-Nya dengan segenap pertimbangan yang matang dan dihadirkan saksi-saksi, bukti-bukti, serta catatan-catatan, sehingga Allah telah menetapkan keputusan-Nya secara tepat dan benar. Oleh karena itu, kita mulai sekarang harus segera berbenah diri untuk bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan syariat agama Islam, salah satunya dengan meneladani asmaul husna Al-Matin. Dalam meneladani Al-Matin ini kita dapat lakukan dengan cara beristiqamah (meneguhkan pendirian), beribadah dengan kesungguhan hati, tidak tergoyahkan oleh bisikan menyesatkan, terus berusaha dan tidak putus asa, serta bekerjasama dengan orang lain sehingga menjadi lebih kuat. Nah, jika kita melalaikan Al-Matin ini, maka akan dikuatirkan bahwa kita tidak mendapat kesempatan lagi dalam menerima keputusan Allah yang baik agar kelak mendapat nikmat di surga.

5.      Al-Jaami’

Asma Allah Al-Jami’ berasal dari kata jama’a yang berarti mengumpulkan segala sesuatu yang tersebar. Berdasarkan arti tersebut, Allah SWT yang mempunyai asma Al-Jami’ yang berarti Maha Mengumpulkan mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Kemampuan Allah SWT tersebut tentu tidak terbatas sehingga Allah mampu mengumpulkan segala sesuatu baik yang serupa maupun yang berbeda, yang nyata maupun yang ghaib, yang terjangkau oleh manusia maupun yang tidak bisa dijangkau oleh manusia, dan lain sebagainya.
Text Box: Gambar : orang-orang yang bekerjasama.






Kemampuan Allah SWT untuk mengumpulkan segala sesuatu tersebut
 menandakan bahwa Allah adalah Dzat yang sangat luar biasa, yang tidak ada tandingannya di dunia ini. Ini merupakan salah satu bukti bahwa kekuasaan Allah SWT adalah mutlak.  Coba kalian bayangkan! Jika Allah tidak punya asma Al-Jami’, tentu segala sesuatu yang ada di langit dan bumi ini akan berserakan dan tersebar tidak beraturan, bukan?
Akan tetapi, karena Allah mempunyai asma Al-Jami’, isi alam semesta ini yang berupa  ruang angkasa, galaksi, gugusan bintang, bumi, lautan, tumbuhan, hewan, manusia, dan makhluk lainnya dapat terkumpul dengan tertib dan rapi. Benda-benda di langit dan di bumi mampu terkumpul dan beredar sesuai dengan tugasnya masing-masing atas perintah Allah SWT. Allah SWT juga mampu mengumpulkan makhluk-makhluk seperti kita, manusia, hewan serta tumbuhan berkelompok-kelompok. Manusia dikelompokkan dengan suku-suku dan bangsa-bangsa tertentu, sedangkan tumbuhan dan hewan dikelompokkan dari kingdom sampai spesies tertentu. Begitu juga dengan makhluk-makhluk lain seperti jin, iblis, dan malaikat. Allah SWT yang mempunyai asma Al-Jami’ mampu mengumpulkan jin-jin, para iblis, dan para malaikat sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Dia juga mampu mengumpulkan tulang, urat, keringat, darah, otot, dan organ-organ lainnya hingga terhimpun menjadi makhluk yang sempurna seperti manusia.
Hal lain yang sangat penting yang berkaitan dengan asma Allah Al-Jami’ adalah Allah SWT akan mengumpulkan serta menghimpun segala amal ibadah, pahala, maupun dosa setiap hamba-Nya. Allah SWT juga akan mengumpulkan seluruh umat manusia di hari kiamat untuk dimintai pertanggungjawaban atas hidupnya selama di dunia. Kekuasaan Allah SWT untuk mengumpulkan manusia di hari akhir ini berarti juga bahwa Allah SWT sangat mampu mengumpulkan bagian-bagian tubuh manusia sesudah ia bercerai-berai, dan Allah pula lah yang akan membangkitkan mereka kembali, serta menghimpun mereka di padang mahsyar.
Pernahkah kalian membayangkan, bagaimana mungkin jasad manusia yang sudah hancur dan tersisa tulang-belulangnya saja, bahkan ada yang sampai menjadi abu karena dibakar, seperti yang dilakukan masyarakat Bali dalam upacara Ngaben, bisa dikumpulkan lagi di hari akhir untuk dimintai pertanggungjawaban? Bagaimana juga dengan jasad-jasad korban tenggelam di laut dan korban kecelakaan udara yang serpihan-serpihannya tidak jelas ada dimana? Apa mungkin bisa dikumpulkan lagi di padang mahsyar? Tentu sangat mungkin. Kekuasaan Allah SWT yang tidak terbatas akan mengumpulkan mereka di hari akhir dengan sangat mudah sekali.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. Saba’ (34) ayat 26 sebagai berikut.
Artinya: Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. dan Dia-lah Maha pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui". (Q.S. Saba’ (34) : 26)

Allah SWT juga berfirman dalam Q.S. Ali 'Imran (3) ayat 9 yang berbunyi :

Text Box: Gambar : hakim yang sedang menyidang terdakwa.





Narasi : Hakim yang adil akan memutuskan perkara dengan adil terhadap siapapun.

Artinya: "Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya". Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” (Q.S. Ali 'Imran (3) : 9)

Mahasuci Allah yang telah menciptakan makhluk yang berbeda-beda kemudian mengumpulkannya di jagad raya dan menjadikan makhluk-makhluk itu saling melengkapi. Mari kita renungkan, komponen-komponen yang berbeda kemudian dikumpulkan dan dirangkai pada akhirnya bisa menjadi kendaraan yang dapat berfungsi. Berbagai bumbu dan bahan makanan yang ketika berdiri sendiri tidak enak, kemudian diramu oleh seorang chef menjadi sebuah menu masakan yang lezat. Demikianlah kehidupan ini, setiap orang itu memiiki kemauan, prinsip, atau pilihan yang berbeda-beda. Jika perbedaan ini disatukan dalam sebuah harmoni, maka akan menjadikan hidup lebih indah dan lebih berwarna. Dalam hal ini sungguh luar biasa ide dari the founding father bangsa kita yang menjadikan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa Indonesia.




6.      Al-Adl (Maha Adil)

Asmaul Husna Al-Adl berarti Maha Adil. Keadilan Allah SWT bersifat mutlak, tidak dipengaruhi apapun dan siapapun. Allah Mahaadil karena Allah selalu menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya, sesuai dengan keadilan-Nya yang Maha Sempurna. Dia bersih dari sifat aniaya, baik dalam hukum-Nya maupun dalam perbuatan-Nya. Di antara hukum-Nya mengenai hak hamba-hamba-Nya adalah bahwa tidak ada bagi manusia itu kecuali apa yang ia usahakan, dan hasil dari segala usahanya itu akan dilihatnya. Secara normal, orang-orang yang saleh akan ditempatkan di surga yang penuh dengan kenikmatan, sedangkan orang-orang yang mengabaikan perintah Allah akan dimasukkan ke dalam neraka yang penuh dengan penderitaan.
Keadilan Allah SWT juga didasari dengan ilmu Allah SWT yang Maha Luas, sehingga tidak mungkin keputusan Allah SWT itu salah. Walaupun kalau dilihat dari sudut pandang manusia hal itu rasanya kurang adil, namun bila dipahami, direnungkan, dan dihayati dengan penuh rasa iman dan takwa, maka apa yang diputuskan Allah itu merupakan keputusan yang sangat adil.
Dia menciptakan sebagian indah dan sebagian yang lain jelek, sebagian kuat dan yang lainnya lemah. Lalu Dia membuat yang indah menjadi jelek, yang kuat menjadi lemah, yang kaya menjadi miskin, yang bijaksana menjadi bodoh, yang sehat menjadi sakit. Semuanya itu adalah sangat adil. Tetapi tampak bagi sebagian kita menganggap bahwa Allah tidak adil karena kita hanya melihat dari sisi negatifnya saja tentang orang yang lumpuh, buta, tuli, kelaparan, gila, dan bahwa ada anak muda yang mati.
Dengan demikian, jangan pernah berpikiran bahwa adanya orang yang kaya dan miskin, orang normal dan cacat, orang berkulit putih dan hitam, serta perbedaan-perbedaan lainnya merupakan ketidakadilan Allah SWT. Justru itulah keadilan dari Allah SWT.
Bayangkan! apa jadinya dunia ini kalau segala sesuatu itu sama, tak ada perbedaan sama sekali dan tak ada perubahan, pasti dunia ini sangat membosankan.
Perlu kita ketahui bahwa sebenarnya Allah adalah Pencipta segala keindahan dan keburukan, kebaikan, dan kejahatan. Dalam hal ini ada rahasia yang sulit dimengerti dibalik penciptaan itu. Hanya hati dan pikiran yang jernih saja yang mampu memahaminya dengan baik.
Coba kita renungkan sejenak, kita harus memahami peristiwa dengan mengenal lawan kata dari sesuatu agar kita menjadi semakin paham. Jika kita tidak pernah merasakan kesedihan, tentu tidak akan mengenal kebahagiaan. Jika tidak ada yang buruk, kita tidak akan mengenal keindahan. Jadi, antara baik dan buruk sama pentingnya. Allah menunjukkan yang satu dengan yang lain, yang benar dengan yang salah, dan menunjukkan kepada kita akibat dari masing-masing.
Firman Allah QS. Al Anam (6)  : 115
Artinya : Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Qur'an, sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah-robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Anam (6)  : 115)

Lawan kata dari keadilan adalah kezaliman. Kalau keadilan menjadikan ketentraman, keserasian, keseimbangan, keteraturan, dan ketertiban, maka kezaliman menyebabkan penderitaan, kerusakan, sakit hati, dan kekacauan. Dengan keadilannya Allah SWT telah menciptakan alam ini dengan penuh keserasian, keseimbangan, dan Dia berikan aturan-aturan sehingga manusia dan seluruh penghuni dunia ini merasakan kedamaian. Namun sebagian manusia itu sendiri yang berbuat zalim terhadap alam, manusia lain, bahkan terhadap dirinya sendiri sehingga timbul ketidakteraturan dan
Jadi, seorang yang adl adalah berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran yang ganda. Dari sinilah kita mengetahui bahwa orang yang adil tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih, dan seorang yang adil selalu berpihak kepada yang benar, karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, orang yang adil akan melakukan sesuatu yang patut dan tidak sewenang-wenang.

Jika seseorang meneladani asmaul husna Al-Adl, maka orang tersebut akan berusaha memutuskan perkara secara adil sesuai hukum yang berlaku, tidak memihak kepada siapapun dalam memutuskan suatu perkara, membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Fushshilat (41)  ayat 46:
Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh Maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu Menganiaya hamba-hambaNya.” (QS. Fushshilat (41) : 46)

7.      Al-Aakhir
Text Box: Gambar : orang meninggal.
Asma Allah Al-Akhir berarti Dzat Yang Maha Akhir. Maha Akhir disini dapat diartikan bahwa Allah SWT adalah Dzat yang paling kekal. Tidak ada  sesuatu pun setelah-Nya. Tatkala semua makhluk, bumi seisinya hancur lebur, Allah SWT tetap ada dan kekal. Pemahaman tentang Allah SWT sebagai Dzat Yang Maha Akhir ini tidak bisa disamakan dengan pengertian bahwa Allah adalah akhir dari segala-galanya. Sebab, jika kita pahami dalam pengertian seperti ini, berarti Allah SWT juga berakhir, tetapi yang paling akhir. Padahal Allah SWT tidak bisa disamakan dengan yang mendahului-Nya, yaitu makhluk-makhluknya. Allah SWT tidak berawal dan tidak berakhir tetapi Dia Maha Awal dan Maha Akhir. Dia merupakan Dzat yang Maha Kekal, dan akan tetap ada sampai kapanpun. Inilah yang membedakan antara Allah SWT sebagai Sang Khalik (Sang Pencipta) dengan makhluk (yang diciptakan). Makhluk mempunyai awal yang berupa penciptaannya dan mempunyai akhir pada saat dia sudah hancur atau mati.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.S. Ar-Rahman (55): 26-27 sebagai berikut.
Artinya: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai  kebesaran dan kemuliaan.” (Q.S. Ar-Rahman (55): 26-27)

Sebagai Dzat Yang Maha Akhir, Allah SWT akan tetap abadi dan kekal. Keabadian dan kekekalan Allah SWT tersebut menunjukkan bahwa Dialah satu-satunya tempat bergantung atas segala urusan kita, baik urusan di dunia maupun urusan-urusan yang akan kita bawa sampai ke akhirat kelak. Sungguh sangat merugi orang-orang yang menggantungkan hidupnya pada selain Allah. Karena sesungguhnya setiap yang ada di langit dan bumi ini akan hancur.
Mari kita renungkan! Seandainya kita menyandarkan badan kalian pada tembok agar kalian tidak terjatuh dan hancur akan tetapi tembok yang kalian sandari ternyata sangat rapuh dan akan hancur juga, mungkinkah kalian bisa tetap bertahan? Tentu saja kalian akan ikut hancur, bukan? Hal ini juga berlaku dalam hidup kita. Ketika kita menyandarkan segala urusan kita pada sesuatu yang tidak kekal, tentu kita tidak akan bisa bertahan. Pada saat sandaran kita hancur, kita pun akan hancur. Kehancuran ini tidak hanya kehancuran dalam arti fisik, tetapi yang lebih fatal lagi adalah kehancuran iman, yang mengantarkan kita pada kehancuran yang paling kekal yaitu masuk ke neraka jahannam. Na’udzubillahi min dzalik.
 Akan tetapi jika kita bersandar penuh pada Sang Maha Kekal, pastinya kita tidak akan hancur dan terjerumus dalam kesesatan. Karena sandaran kita tidak akan pernah hancur dan Maha Mengatur segala hal yang terjadi pada hidup kita. Dialah tujuan dan tempat bergantung yang paling utama atas segala urusan makhluk-Nya, baik berupa ibadah, harapan, rasa takut, harapan, keinginan, dan lain-lain. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Hadid (57) ayat 3:

Artinya: Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-Hadid (57) :  3)

Dalam ayat tersebut, yang dimaksud dengan yang Awal ialah yang telah ada sebelum segala sesuatu ada, yang akhir ialah yang tetap ada setelah segala sesuatu musnah, yang Zhahir ialah, yang nyata adanya karena banyak bukti-buktinya dan yang Bathin ialah yang tak dapat digambarkan hikmat zat-Nya oleh akal.
Orang yang mengakui bahwa Allah adalah Al-Akhir akan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup selain-Nya, tidak ada permintaan kepada selain-Nya, dan segala kesudahan tertuju hanya kepada-Nya. Oleh karena itu, jadikanlah akhir kesudahan kita hanya kepada Allah SWT. Karena sesungguhnya akhir kesudahan hanya kepada Rabb kita, seluruh sebab dan tujuan jalan akan berujung kepada Allah semata.
Selain itu, orang yang paham dengan asma Allah Al-Akhir akan selalu merasa butuh dengan Allah SWT. Dia akan selalu mendasarkan apa yang diperbuatnya kepada apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuk hambaNya. Hal ini dikarenakan dia mengetahui bahwa Allah adalah pemilik segala kehendak, hati dan niat. Allah yang berhak memutuskan segala sesuatu yang terjadi pada hamba-Nya dan tidak ada sesuatupun yang akan terjadi kecuali atas izin Allah SWT.






Menerapkan Akhlak Mulia


 




1.   Al-Kariim

Kita dapat meneladani asmaul husna Al-Karim dengan cara berikut:
a.     Berupaya menjadi orang yang dermawan. Orang yang dermawan akan menyedekahkan sebagian harta bendanya untuk kemaslahatan umat atau menolong kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Kenapa demikian? Karena segala yang kita miliki sebenarnya bukanlah milik kita. Akan tetapi milik Allah yang dititipkan kepada kita. Oleh karena itu, sudah sepantasnya harta kita digunakan untuk kebaikan bersama.
b.    Menanamkan sifat mulia dalam diri kita sehingga kita menjadi seorang mukmin yang berakhlak terpuji. Dengan demikian, Allah Yang Maha Mulia akan mencintai kita karena kita menerapkan sifat mulia yang memunculkan kemuliaan.
c.     Menanamkan sifat pemurah dalam diri kita. Allah swt sangat mencintai orang yang bersifat pemurah dan Dia membenci orang yang bersifat kikir.
d.      Menumbuhkan rasa cinta yang dalam pada diri kita terhadap orang lain secara tulus. Allah sangat mencintai kepada hamba-hamba-Nya dengan memberi kasih sayang yang melimpah. Oleh karena itu, sangatlah pantas jika kita saling mengasihi dan mencintai di antara sesama manusia.
e.       Menumbuhkan sifat suka memuliakan tetangga, tamu dan orang lain. Memuliakan tetangga, tamu dan orang lain adalah salah satu lahan yang baik untuk menjalin silaturahmi. Kenapa demikian? Karena dengan memuliakan mereka dapat membukakan pintu-pintu rezeki. Di samping itu, kita akan dimuliakan oleh mereka. Bukankah hal ini merupakan balasan yang setimpal? Dan secara otomatis kita telah melaksanakan perintah Rasulullah saw.
f.       Menjadi seorang pemaaf, karena Allah menyukai sifat pemaaf. Sifat pemaaf inilah akan membuat kita menjadi seorang yang hatinya lapang dan merasa semakin ringan jika menghadapi berbagai masalah yang berat. Seorang pemaaf yang mau memaafkan keasalahan orang lain terhadap dirinya termasuk orang yang sangat mulia di hadapan Allah swt. Perlu diketahui bahwa apabila seorang mukmin berkenan ikhlas memaafkan orang lain atas kesalahan yang diperbuatnya, maka derajat kemuliaannya akan ditambah oleh Allah swt. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw: “Tidaklah seseorang memaafkan, melainkan Allah tambah kemuliaannya.”
g.      Berupaya menghiasi diri kita dengan keimanan dan ketakwaan agar dapat meraih kemuliaan. Perilaku-perilaku takwa ini akan mendapat balasan yang setimpal berupa kebaikan, kebahagiaan, dan kemuliaan di hadapan Allah dan manusia.

2.   Al-Mu’min

Kita dapat meneladani asmaul husna Al-Mu’min dengan cara berikut:
a.       Senantiasa mengkampanyekan nilai-nilai kejujuran. Kejujuran adalah suatu sikap apa adanya yang keluar dari hati nurani setiap manusia. Nilai-nilai kejujuran inilah yang menjadi dasar untuk menciptakan kebaikan, kemaslahatan, dan kesejahteraan dalam suatu masyarakat, bangsa, dan negara.
b.      Memberi rasa aman kepada orang lain agar kelak menjadi orang yang terpercaya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara hidup jujur, menepati janji, memelihara amanat, dan tidak berkhianat. Sehingga kita dapat memberikan rasa aman terhadap sesama manusia. Selain itu, kita tidak akan berbuat zalim kepada orang lain.
c.       Memiliki kepedulian untuk menolong kepada orang lain atau hati kita tergerak untuk menolong saudara muslim ketika membutuhkan bantuan, maka kita juga akan memberi rasa aman kepada mereka sehingga kita memiliki sifat-sifat yang dimiliki oleh orang mukmin.
d.       Membina kehidupan yang tenang dengan tidak membuat onar, perkelahian, pertengkaran, tawuran, dan segala bentuk perbuatan yang meresahkan masyarakat. Hendaklah lisan dan tangan kita serta segala tindakan kita harus menimbulkan rasa aman bagi diri kita dan orang lain.
e.       Menyelamatkan orang-orang yang membutuhkan keselamatan saat terjadi kecelakaan atau bencana alam. Dengan demikian, kita dapat membantu mereka untuk keluar dari bahaya dan berupaya meringankan penderitaannya.
f.       Mau meminta perlindungan kepada Allah. Kenapa demikian? Karena pada dasarnya manusia adalah lemah. Mereka kebanyakan takut terkena penyakit, miskin, kelaparan dan kehausan, bahkan takut tertimpa keburukan yang besar. Dengan rasa takut inilah kita memohon perlindungan dan pertolongan dari Allah.
g.      Menjaga iman kita hingga meninggal dunia. Kenapa demikian? Tiada suatu pun dalam kehidupan ini yang lebih berharga bagi kita daripada iman. Dengan bekal iman yang benar, kita bisa merasakan indahnya kehidupan dunia dan nikmatnya kehidupan akhirat. Sebab orang yang mati dengan tetap memegangi imannya, maka ia akan masuk surga dengan segala keindahannya, dan orang yang mati dengan tidak memiliki iman, maka kelak ia akan masuk neraka dengan segala kepedihannya.
h.       Berusaha menjadi orang mukmin yang bertakwa. Harus kita sadari bahwa Allah kelak akan menuntut dan memberi keadilan kepada setiap umat manusia. Semuanya akan dibuka dengan sebenar-benarnya. Perbuatan baik dan buruknya seseorang, meskipun sangat kecil akan diketahui. Jadi, jika kita selama di dunia benar-benar beriman dan bertakwa kepada Allah, tentu kenikmatan yang besar dan abadi akan kita peroleh. Tetapi apabila keburukan yang selalu kita perbuat, siksalah yang akan selalu menemani kita. Oleh karena itu, langkah terbaik kita adalag berupaya untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah.
i.        Menjadi orang yang terpercaya. Untuk menjadi orang yang terpercaya tidaklah mudah, banyak godaan yang selalu menghampirinya. Tetapi jika kita mampu meneladani sifat Allah Al-Mu’min dan menjadikannya pedoman bagi kita dalam bersikap dan bertindak serta sebagai penunjuk jalan untuk berusaha menjadi orang yang terpercaya, maka kita kelak akan menjadi orang yang terpercaya.

3.   Al-Wakiil

Kita dapat meneladani asmaul husna Al-Wakil dengan cara berikut:
a.     Melakukan segala sesuatu dengan sungguh-sungguh dan diniatkan untuk mencari ridla Allah. Pekerjaan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka insyaallah hasilnya akan maksimal dan memuaskan.
b.    Menjalankan amanat yang diberikan kepada kita dengan sebaik-baiknya. Setiap amanat dan tanggung jawab yang diberikan kepada kita selain dimintai pertanggungjawaban dari Allah. Dengan demikian, jika amanat itu dapat kita laksanakan dengan baik, maka kelak pertanggungjawabannya akan ringan daripada jika kita mengabaikan atau mengkhianati amanat tersebut.
c.     Menghindari kemalasan dan menumbuhkan sifat bekerja keras, tekun dan ulet. Orang-orang yang mempunyai semangat yang tinggi dalam bekerja keras, tekun dan ulet akan diberikan kemudahan dalam berupaya. Hal ini menandakan bahwa ia telah menerapkan sikap dan perilaku tawakal kepada Allah. Bukankah Allah menyukai orang-orang yang tawakal dan membenci orang yang malas.
d.    Memasrahkan semua urusan kepada Allah setelah berusaha dan berdoa. Orang-orang yang mau menyerahkan diri segala urusannya akan diberikan ketenangan hidup dan dihindarkan dari rasa ketakutan dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan cobaan.
e.     Menanamkan tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas kita. Jika kita mengaku sebagai pelajar, maka kita bertanggung jawab untuk selalu belajar dan menuntut ilmu hingga akhir masa.
f.     Berupaya untuk memelihara kesucian diri. Menjaga kesucian diri adalah wajib bagi setiap orang yang beriman. Ini merupakan pedoman agar kita bisa mempertahankan kesucian diri.
g.    Mau berintrospeksi diri dari sikap dan perilaku yang kita lakukan. Dalam hidup kita tidak terlepas dari perbuatan yang buruk atau kesalahan yang telah kita lakukan. Tapi terkadang kita tidak pernah menyadari perbuatan itu. Maka kita perlu introspeksi diri dan segera bertobat. Karena Allah memerintahkan kita agar selalu memperhatikan apa yang kita kerjakan sebagai bekal kehidupan di akhirat. Hikmah dari introspeksi diri ini adalah memperbaiki diri kita, menghilangkan sifat sifat buruk dan merubahnya menjadi perilaku terpuji.

4.   Al-Matiin

Kita dapat meneladani asmaul husna Al-Matiin dengan cara berikut:
a.       Menerapkan sikap disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa demikian? Karena kunci sukses dalam hidup adalah sikap disiplin yang kita wujudkan dalam berbagai bidang kehidupan kita. Tanpa disiplin yang tinggi mustahil sebuah kesuksesan bisa diraih. Menerapkan sikap disiplin memang sulit. Disiplin bisa dijalankan oleh setiap individu apabila ia ikhlas dan ridla menjalankannya.
b.      Beribadah dengan kesungguhan hati, tidak tergoyahkan oleh bisikan setan atau iblis menyesatkan. Setan atau iblis sangat tidak suka jika ada hamba Allah yang ikhlas, khusyuk, dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ibadah. Oleh karena itu, kita harus berupaya keras untuk tetap bersemangat dalam beribadah tanpa harus tergoda oleh bujuk rayu setan.
c.       Terus berusaha dan tidak putus asa dalam berusaha dan menghadapi cobaan. Semangat inilah akan memberikan jalan atau solusi untuk mencapai harapan dan cita-cita serta bersemangat untuk selalu keluar dari cobaan.
d.      Bekerja sama dengan orang lain sehingga menjadi lebih kuat. Saat kita tidak mampu berusaha secara sendirian, maka langkah terbaik adalah menjalin kerjasama dengan orang lain sehingga dapat memberikan kekuatan baru dalam berupaya dan mencapai keinginan yang lebih baik.
e.       Memenuhi kebutuhan pribadi secara mandiri. Dengan sifat mandiri inilah kita tidak akan bergantung kepada orang lain. Di samping itu, sifat mandiri akan mengantarkan kita kepada diri yang kuat dalam menghadapi tantangan hidup yang semakin rumit dan berat.
f.       Tidak menggantungkan kepada selain Allah dalam memenuhi kebutuhan. Hal ini dilatarbelakangi karena segala sesuatu yang diberikan kepada kita adalah berasal dari Allah. Untuk itulah, dengan bersandar pada Allah Yang Maha Kokoh, akan membuat kita menjadi lebih kuat, tangguh, dan hebat.
g.      Berusaha menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk hal-hal yang diridlai Allah. Setiap manusia diberikan kekuatan dan kemampuan yang berbeda-beda. Untuk itulah, kekuatan dan kemampuan yang ada dalam kita hendaknya digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat sehingga kita mendapat ridla Allah.

5.   Al-Jaami’

Kita dapat meneladani asmaul husna Al-Jamii’ dengan cara berikut:
a.     Mau bekerjasama dengan orang lain Tidak ada satu masalah pun yang tidak bisa diselesaikan dengan kerjasama. Sesulit apapun masalah pasti bisa diselesaikan dengan kerjasama/musyawarah. Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan oleh Allah untuk bekerjasama.
b.    Hidup berdampingan secara harmonis dengan sesama manusia dan makhluk Allah yang lain. Kita sebagai makhluk sosial harus menyadari bahwa kehidupan kita membutuhkan orang lain dan makhluk Allah yang lainnya. Untuk itulah, sudah sepantasnya kita harus menjalin hidup dengan mereka secara harmonis dan tanpa merusak atau menyakitinya.
c.     Menjaga pergaulan yang baik. Hal ini dapat kita lakukan dengan cara memilih teman dan sahabat yang bisa membawa pada kebaikan. Teman atau sahabat yang baik akan memberikan bimbingan dan motivasi bagi kita untuk selalu berbuat baik dan memperbaiki diri.
d.    Memperbanyak silaturahim. Dengan sering bersilaturahmi akan memberikan manfaat yang begitu besar bagi kita, di antaranya dapat membuka pintu rezeki, memperpanjang umur, dan memberikan solusi atas permasalahan yang kita hadapi.
e.     Tidak berbuat sombong terhadap makhluk Allah di dunia ini, tetapi saling bekerja sama untuk menggapai ridla Allah. Sikap rendah hati yang kita tunjukkan kepada orang lain akan membawa rasa penghargaan, penghormatan, dan kemuliaan yang tinggi. Sedangkan kesombongan yang kita tunjukkan kepada orang lain akan merendahkan kita dan membuat kita menjadi terasing.
6.   Al-Adl

Kita dapat meneladani asmaul husna Al-Adl dengan cara berikut:
a.    Berbicara, bersikap, dan bertingkah laku terhadap orang lain dengan baik. Kalau kita merasa sakit hati bila diejek, maka orang lain juga akan merasa sakit hatinya ketika diejek. Oleh karena itu, jangan pernah mengejek orang lain. Keadilan dalam berbuat inilah selalu menyertai kita dalam kehidupan sehari-hari.
b.    Jangan melakukan sesuatu yang didasari atas rasa marah, dendam, atau kepentingan diri sendiri, karena hal itu menjadikan seseorang berlaku tidak adil. Adil adalah kemuliaan dan pertanda kebaikan seorang muslim.
c.    Berusaha bertindak adil dalam memberlakukan perilaku terhadap diri kita sendiri karena apa yang ingin kita berlakukan kepada orang lain telah kita alami. Tentu perbuatan kita tidak didasarkan atas rasa marah, dendam, atau kepentingan diri sendiri sehingga perbuatan itu tidak akan merugikan orang lain. Kita akan bertindak dan berbuat sesuai dengan peraturan dan ketentuan Allah. Dengan demikian, kita akan memberikan hak-hak orang lain sesuai dengan hak yang mereka miliki. Menegakkan keadilan adalah wujud pengabdian kita kepada Sang Maha Adil.
d.   Kita harus bersyukur atas kebaikan Allah dan menerima tanpa prasangka atau keluhan atas apapun nasib kita yang tampaknya kurang baik. Dengan demikian, mungkin rahasia keadilan Allah akan terungkap kepada kita dan kita akan merasa berbahagia dengan kesenangan dan penderitaan yang berasal dari Allah Yang Maha Adil.
e.    Berusaha menjadi seorang muslim atau muslimah yang selalu berbuat adil, baik terhadap diri kita sendiri, keluarga, dan sesama makhluk Allah. Dengan berbuat adil ini, kita akan menghindari perbuatan zalim dan tidak akan menyakiti orang lain.
f.     Tidak membeda-bedakan teman dalam pergaulan. Semakin kita dapat bergaul dengan siapa saja yang membawa kebaikan, semakin luas pula pergaulan kita, maka nantinya akan membawa manfaat bagi kebaikan diri kita sendiri dan kemaslahatan bersama, baik kehidupan di dunia maupun di akhirat.
g.    Berupaya memandang suatu masalah dengan baik. Hal ini dapat kita alami ketika kita mencari solusi terbaik atas persoalan yang menimpa kita sendiri maupun orang lain, terlebih jika kita diminta untuk memutusi persoalan dengan adil. Dari sinilah kita harus mampu memandang persoalan dengan melihat kebenarannya.
h.    Saat kita diberikan tugas untuk membagi sesuatu atau urusan tertentu, maka kita harus bertindak adil sehingga tidak menimbulkan rasa iri dan kecemburuan di antara pihak yang berkompeten.
i.      Berupaya untuk selalu menambah dan memperbanyak amal ibadah. Hal ini dikarenakan kelak pada hari pembalasan Allah akan memberikan balasan yang adil bagi orang yang banyak beramal dan memberikan siksa bagi orang yang tidak mau beribadah. Dengan demikian, kita juga akan semakin berhati-hati dalam bersikap, berkata, dan berbuat karena semua akan ada balasannya.
j.      Tidak mementingkan suatu kelompok atau golongan, tetapi berusaha berada di tengah-tengah agar tidak merugikan pihak-pihak yang bersangkutan. Semua orang harus mendapat keadilan dari keputusan kita.


7.   Al-Aakhir

Kita dapat meneladani asmaul husna Al-Aakhir dengan cara berikut:
a.      Berani bersikap baik bagi diri kita sendiri, terhadap orang lain maupun Allah swt. Hal ini mempunyai maksud bahwa kondisi baik kita didasarkan oleh ketiga hal tersebut. Oleh karena itu, apabila kita mempunyai kesalahan atau dosa kepada orang lain, maka hendaknya berani meminta maaf kepada diri kita sendiri, orang lain, dan Allah swt sehingga kelak kita tidak menanggung beban kesalahan dan dosanya di hadapan Allah.
b.      Tidak sombong di hadapan manusia dan Allah. Karena kesombongan yang kita lakukan akan berakhir dengan hukuman Allah dan kelak akan mendapat pembalasan yang setimpal dari kesombongan itu.
c.      Berusaha menangguhkan segala sesuatu jika memang kurang bermanfaat. Sehingga waktu-waktu kita akan selalu terisi dengan segala sesuatu yang membawa manfaat bagi diri kita sendiri dan orang lain.
d.     Berupaya melakukan amal ibadah hingga ajal menjemput sehingga kita meninggal dalam keadaan membawa iman, husnul khotimah dan mempunyai bekal yang cukup untuk dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.
e.      Tidak menunda-nunda tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggungjawab kita. Semakin kita menunda pekerjaan, maka semakin menumpuk pula pekerjaan lainnya. Hal ini lama-kelamaan akan membuat kita menjadi stres jika tuntutan pekerjaan itu harus segera diselesaikan dengan hasil yang baik.
f.       Menghindari berbuat maksiat, kejahatan atau tindakan apa saja yang akan mendatangkan murka Allah, sebab ketika kita sudah meninggal, kelak perbuatan kita itu akan dimintai pertanggungjawaban dan mendapat balasan yang pedih.
g.      Berusaha untuk selalu meningkatkan ketakwaan dan amal shaleh. Hal ini dapat mengantarkan kita pada kehidupan yang baik selama di dunia dan di akhirat.


1 komentar:

  1. Wynn casino says it will refund $20M owed to former - JT Hub
    Wynn's parent company has paid a record 천안 출장마사지 $20 million 광주광역 출장안마 to settle allegations it wrongly awarded 김제 출장샵 the $20 million 과천 출장마사지 unpaid balance in 동해 출장안마

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.