Bab 5
Senangnya Mencari Ilmu
dan Indahnya Berbagi Pengetahuan
Bumi Indonesia diibaratkan oleh Multatuli
laksana zamrud di dataran khatulistiwa. Tanah Indonesia oleh Quraisy Shihab
diibaratkan laksana sekeping tanah sorga yang dihamparkan di persada nusantara.
Koes Plus salat satu grup band legendaris Indonesia dalam salah satu syairnya
menyebutkan: “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu
jadi tanaman”. Demikianlah berbagai
ungkapan kekaguman akan kesuburan dan kekayaan alam Indonesia tercinta ini.
Indonesia
adalah negara kaya akan sumber daya alam, tanahnya sangat subur. Namun
kenyataannya masih banyak rakyatnya yang hidup di bawah garis kemiskinan,
bayi-bayi dan anak-anak mengalami busung lapar, pelajar putus sekolah, serta
kenestapaan-kenestapaan lainnya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Ini disebabkan
Sumber Daya Alam yang kita miliki belum dimanfaatkan oleh bangsa sendiri,
melainkan dieksploitasi oleh bangsa-bangsa lain. Bangsa kita masih rendah dalam
penguasaan Sain dan Teknologi.
Bumi tanpa
cahaya matahari akan hampa dan kehidupan akan binasa. Begitulah ibarat hati manusia, tanpa cahaya ilmu,
hati akan sakit dan mati. Wahai Pemuda harapan bangsa, tahukah Anda bahwa salah
satu modal untuk bisa meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat itu adalah
ilmu. Menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi adalah syarat mutlak untuk menggapai kehidupan
yang lebih baik di kemudian hari. Apabila tidak, maka kita akan tetap menjadi
bangsa yang terjajah di negeri sendiri. Nilai seseorang bukan diukur dari
seberapa besar tubuhnya, atau seberapa kuat ototnya, melainkan salah satunya diukur
dari seberapa besar penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Ayo
tanamkan rasa senang menuntut ilmu dalam diri kita!
Amatilah gambar berikut, lalu tulislah pesan-pesan moral atau komentar
kritis yang mengarah kepada “Senangnya mencari ilmu dan indahnya berbagi
pengetahuan”!
|
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
|
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
A.
B. Mari Membaca QS. At-Taubah (9) Ayat 122
Ayat dan
Hadits berikut ini berisi
pesan-pesan mulia tentang mencari ilmu dan menyampaikannya kepada sesama. Bacalah dengan tartil ayat di bawah ini !
C. Mari Memahami Tajwid QS At-Taubah Ayat 122
No
|
Lafadz
|
Cara Membaca
|
Hukum Bacaan
|
Alasan
|
1.
|
وَمَا
|
wama
(ma dibaca dibaca panjang 2 harakat)
|
Mad Thabi’i
|
Karena
huruf Ma
berharakat fathah diikuti
alif
|
2.
|
لِيَنْفِرُواْ
|
li yang firu
( nun mati dibaca samar)
|
Ikhfa’
|
Karena nun mati bertemu fa
|
3.
|
كَآفَّةً
|
kaffah
(dibaca panjang 3 alif atau 6 harakat)
|
Mad Lazim Musaqal Kilmi
|
Karena setelah huruf mad ada huruf
bertasydid
|
4.
|
فَلَوْلاَ نَفَرَ
|
falaula nafaro
(dibaca panjang 2 harakat)
|
Mad Lin
|
Karena huruf sebelum wawu mati berharakat fathah
|
5.
|
مِنْ كُلِّ
|
mingkulli
(nun mati dibaca samar)
|
Ikhfa’
|
Karena nun mati bertemu kaf
|
6.
|
فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ
|
firqotim minhum
(dibaca dengung)
|
Idghom Bighunnah
|
Karena huruf ta berharakat kasrah tanwin
bertemu mim
|
7.
|
مِّنْهُمْ
|
minhum
(nun sukun dibaca jelas)
|
Idzhar Halqi
|
Karena nun sukun
bertemu ha
|
8.
|
طَآئِفَةٌ
|
thoifatun
( dibaca 3 alif atau 6 harakat)
|
Mad Wajib Muttashil
|
Karena ada mad thabi’i bertemu hamzah dalam satu kata
|
9.
|
قَوْمَهُمْ إِذَا
|
Qoumahum idza
(mim mati dibaca jelas)
|
Idzhar Safawi
|
Karena mim mati bertemu alif
|
10.
|
يَحْذَرُوْنَ
|
yahdarun
(panjangnya 2, 4 atau 6
harakat)
|
Mad Aridh Lissukun
|
Karena terdapat mad thabi’i
diakhir waqaf
|
D. Mari Mengartikan QS. At-Taubah Ayat 122
Arti Perkata dan Terjemah QS. At-Taubah
Ayat 122
|
|||||
Terjemah :
“Dan tidak sepatutnya orang-orang Mukmin itu semuanya
pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka
tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat
menjaga dirinya” (QS. At-Taubah:122)
E. Mari Memahami Pesan-Pesan Mulia dalam QS. At-Taubah (9) Ayat 122
QS. At-Taubah (9) Ayat 122 mengandung pesan-pesan yang
mulia, yaitu :
1. Bagaimana seharusnya
tugas-tugas dibagi sehingga tidak semua mengerjakan satu jenis pekerjaan saja.
2. Pentingnya memperdalam
ilmu dan menyebarluaskannya.
3. Jihad itu tidak hanya
difahami dengan mengangkat senjata, tetapi memperdalam ilmu pengetahuan dan
menyebarluaskannya juga termasuk kedalam jihad.
Ibnu
Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Ikrimah yang menceritakan, bahwa
ketika diturunkan firman-Nya berikut ini, yaitu, "Jika kalian tidak
berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang
pedih." (QS. At-Taubah:39). Tersebutlah pada saat itu ada orang-orang yang
tidak berangkat ke medan perang, mereka berada di daerah badui
(pedalaman) karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka orang-orang
munafik memberikan komentarnya, "Sungguh masih ada orang-orang yang
tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu."
Kemudian turunlah firman-Nya yang menyatakan, "Tidak sepatutnya bagi
orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang)." (QS.
At-Taubah:122).
Ibnu
Abu Hatim mengetengahkan pula hadits lainnya melalui Abdullah bin Ubaid bin
Umair yang menceritakan, bahwa mengingat keinginan kaum Mukminin yang sangat
besar terhadap masalah jihad, disebutkan bahwa bila Rasulullah SA mengirimkan
pasukan perang, maka mereka semuanya berangkat. Dan mereka meninggalkan Nabi
SAW di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah firman
Allah SWT surah At-Taubah ayat 122 tersebut.
Allah
telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan
berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing, baik
secara ringan ataupun secara berat. Maka dengan ayat ini, Allah pun menuntun
hendaklah Jika yang pergi ke medan perang itu bertarung nyawa dengan musuh,
maka yang tinggal di garis belakang memperdalam (ilmu pengetahuan) agama, sebab
tidaklah kurang penting jihad yang mereka hadapi. Ilmu agama wajib diperdalam. Tidak
semua orang akan sanggup mempelajari seluruh agama itu secara ilmiah. Ada
pahlawan di medan perang, dengan pedang di tangan dan ada pula pahlawan di
garis belakang mengkaji kitab. Keduanya penting dan keduanya saling mengisi.
Ayat
ini berkenaan dengan kepergian mempelajari ilmu dan hukum-hukum ad-Din,
atau panggilan umum untuk berjihad. Surat ini termasuk surat Madaniyah karena
turun di Madinah pada saat peperangan. Ayat ini menunjukkan, bahwa jihad itu
dapat dengan harta kekayaan, dapat pula dengan jiwa. Barangsiapa mampu
melakukan semuanya, maka wajib melakukannya. Tetapi jika hanya mampu 1 diantara
keduanya, maka yang ia mampu itulah yang wajib ia lakukan.
Dalam
ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat
ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum
muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian
berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi bertekun menuntut ilmu dan
mendalami ilmu-ilmu agama Islam supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan
secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan
bermanfaat serta kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan.
Orang-orang yang berjuang di bidang
pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang
berjuang di medan perang. Dalam hal ini Rasulullah saw. telah bersabda:
"Di hari kiamat kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para
ulama akan ditimbang dengan darah para syuhada (yang gugur di medan perang)".
(Tafsir Ad Durrul Manstur Juz 3 Hal. 423)
Dalam
Kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali disebut bahwa Nabi berkata: “Di
akhirat nanti tinta ulama ditimbang dengan darah para syuhada. Ternyata yang lebih
berat adalah tinta ulama”. Nabi juga berkata bahwa meninggalnya 1 kabilah
(penduduk 1 kampung) lebih ringan daripada meninggalnya seorang ulama”. Itulah
kemulian orang yang berilmu.
Tugas
ulama umat Islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta mengamalkannya dengan
baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama itu kepada yang belum
mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut adalah merupakan tugas umat dan tugas
setiap pribadi muslim sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan masing-masing,
karena Rasulullah SAW telah bersabda;
"Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) daripadaku
walaupun hanya satu ayat Al-Qur’an".
Akan
tetapi tentu saja tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan untuk bertekun
menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu agama, karena
sebagiannya sibuk dengan tugas di medan perang, di ladang, di pabrik, di toko
dan sebagainya. Oleh sebab itu harus ada sebagian dari umat Islam yang
menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu
agama agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali ke masyarakat, mereka
dapat menyebarkan ilmu tersebut, serta menjalankan dakwah Islam dengan cara
atau metode yang baik sehingga mencapai hasil yang lebih baik pula.
Apabila
umat Islam telah memahami ajaran-ajaran agamanya, dan telah mengerti hukum
halal dan haram, serta perintah dan larangan agama, tentulah mereka akan lebih
dapat menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan, dapat melaksanakan perintah
agama dengan baik dan dapat menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian umat Islam
menjadi umat yang baik, sejahtera dunia dan akhirat.
Oleh
karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk
mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam
yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan
atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan
sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang belum menerima
pengetahuan.
Orang-orang
yang telah memiliki ilmu pengetahuan haruslah menjadi mercusuar bagi umatnya.
Ia harus menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain agar memiliki ilmu
pengetahuan pula. Selain itu, ia sendiri juga harus mengamalkan ilmunya agar
menjadi contoh dan teladan bagi orang-orang sekitarnya dalam ketaatan
menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran agama. Dengan demikian dapat diambil
suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin
mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya, dan
mengajarkannya kepada orang lain.
Mencari Ilmu dalam Pandangan
Islam
Menurut
pengertian yang tersurat dari QS. At-Taubah (9) ayat 122 di atas, kewajiban
menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan di sisi Allah adalah dalam bidang
ilmu agama. Akan tetapi agama adalah suatu sistem hidup yang mencakup seluruh
aspek yang mencerdaskan kehidupan, dan tidak bertentangan dengan norma-norma
segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat
mencerdaskan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama,
wajib dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini dan
menciptakan kehidupan yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk
mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Artinya
: ”Barang siapa yang
menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa
yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan
barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR.
Turmudzi)
Pencarian
ilmu dalam ajaran Islam tidak dibatasi oleh perbedaan jender ataupun waktu, Rasulullah
saw bersabda:
Artinya
: ”Dari Anas bin Malik dia
berkata Rasulullah saw bersabda : Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap
muslim (laki-laki maupun perempuan)”. (HR. Ibnu Majah)
Artinya
: Dari Anas bin Malik, Rasulullah
saw bersabda : Barangsiapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di
jalan Allah sampai dia kembali (pulang”). (HR Ibnu Majah)
Rasulullah
SAW menuntun kita agar senang dalam
menuntut ilmu dan dilakukan secara totalitas karena Allah akan memberi berbagai
kemudahan, sebagaimana sabda-sabdanya berikut ini:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
اُطْلُبُوْاالْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنَ فَاِنَّ طَلَبَ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ اِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَضَعُ اَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ
الْعِلْمِ رِضًابِمَا يَطْلُبُ
Artinya: “Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina,
karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Sesungguhnya
para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para penuntut ilmu karena
senang (rela) dengan yang ia tuntut. (HR. Ibnu Abdil Bar).
Artinya : “Dari
Abu Hurairah ra sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa merintis
jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR.
Muslim)
1. Indahnya Berbagi Ilmu Pengetahuan
Secara sosiologi dan kultural, manusia adalah makhluk Tuhan yang
merupakan bagian dari alam semesta yang memiliki watak dan potensi dasar untuk
hidup bermasyarakat
(homo socius) yang akan membentuk kebudayaan (makhluk budaya),
sehingga secara implisit hal ini menggambarkan adanya proses pendidikan yang
berlangsung di lingkungannya.
Kesenangan adalah kualitas kehidupan yang selalu dicari
oleh manusia, meskipun dalam prosesnya banyak yang menempuh cara-cara negatif.
Demi kesenangan, banyak yang rela mengikuti ajakan yang buruk dan menjauhi
ajakan yang baik. Dengan demikian nampak jelas pentingnya menebarkan kebaikan
dan mencegah kemunkaran agar kebahagian manusia di dunia dan akhirat bisa
tercapai.
Salah satu bentuk menebarkan kebaikan adalah dengan jalan
berbagi ilmu pengetahuan terhadap sesama untuk mencapai kualitas hidup dan
kehidupan yang lebih baik untuk individu maupun kelompok. Keutamaan-keutamaan
berbagi ilmu pengetahuan digambarkan dalam hadits Rasulullah SAW berikut ini:
تَعَلَّمُوْاالْعِلْمَ ، فّإِنَّ تَعَلُّمُهُ قُرْبَةٌ
إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَتَعْلِيْمَهُ لِمَن ْ لاَ يَعْلَمُهُ صَدَقَةٌ ،
وَإِنَّ الْعِلْمَ لَيَنْزِلُ بِصَاحِبِهِ فِى مَوْضِعِ الشَّرَفِ وَالرِّفْعَةِ ،
وَالْعِلْمُ زَيْنٌ لِأَهْلِهِ فِى الدُّنْيَا وَالأَخِرَةِ . (الربيع)
“Tuntutlah ilmu,sesungguhnya menuntut ilmu
adalah pendekatan diri kepada Allah Azza Wajalla, dan mengajarkannya kepada
orang yang tidak mengetahuinya adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan
menempatkan orangnya dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu
pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat.” (HR.
Ar-Rabii’)
يَا أَبَاذَرٍّ ، لَأَنْ تَغْدَوْا فَتُعَلِّمَ اَيَةً مِنْ
كِتَابِ اللَّهِ خَيْرٌ لَّكَ مِنْ اَنْ تُصَلِّيَ مِائَةَ رَكْعَةٍ ، وَلَأَنْ
تَغْدُوْا فَتُعَلِّمَ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ عُمِلَ بِهِ اَوْ لَمْ يُعْمَلْ ،
خَيْرٌ مِنْ اَنْ تُصَلِّيَ أَلْفَ رَكْعَةٍ . (ابن ماجة)
“Wahai Aba Dzar, kamu pergi
mengajarkan ayat dari Kitabullah telah baik bagimu dari pada shalat (sunnah)
seratus rakaat, dan pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik
dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik dari pada shalat seribu rakaat.” (HR. Ibn Majah)
Adapun orang yang tidak mau berbagi ilmu pengetahuan
dengan sesama, maka Rasulullah SAW menggambarkan konsekuensinya seperti
berikut:
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
مُلْجَمًا بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ . (أبو داود)
“Barangsiapa ditanya
tentang suatu ilmu lalu dirahasiakannya maka dia akan datang pada hari kiamat
dengan kendali (di mulutnya) dari api neraka.” (HR. Abu Dawud)
إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ
عَالِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ اللَّهُ بِعِلْمِهِ . ( البيهقي )
“Orang yang paling
pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan
ilmunya tidak bermanfaat.” (al-Baihaqy)
Demikianlah tuntunan Islam dalam menuntut ilmu dan
mengamalkannya kepada orang lain.
Menerapkan Semangat
Menuntut Ilmu untuk Meraih Hidup Bahagia
Keterbatasan
secara fisik dan ekonomi bukanlah halangan dalam menuntut ilmu. Ilmu bukan
hanya untuk orang yang kaya, tetapi ilmu adalah bagi orang yang senang dan
semangat dalam menggapainya, karena yakin Allah SWT akan memberikan jalan
kemudahan bagi setiap pecinta ilmu.
0 komentar:
Posting Komentar