Jumat, 23 Mei 2014

bab 5 kurikulum 2013



Bab 5
Senangnya Mencari Ilmu
dan Indahnya Berbagi Pengetahuan











Membuka Relung Kalbu



 





Text Box: Produk Iptek dapat mengubah kehidupan manusia di dunia menjadi lebih mudah

 

Bumi Indonesia diibaratkan oleh Multatuli laksana zamrud di dataran khatulistiwa. Tanah Indonesia oleh Quraisy Shihab diibaratkan laksana sekeping tanah sorga yang dihamparkan di persada nusantara. Koes Plus salat satu grup band legendaris Indonesia dalam salah satu syairnya menyebutkan: “orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman”.  Demikianlah berbagai ungkapan kekaguman akan kesuburan dan kekayaan alam Indonesia tercinta ini.
Indonesia adalah negara kaya akan sumber daya alam, tanahnya sangat subur. Namun kenyataannya masih banyak rakyatnya yang hidup di bawah garis kemiskinan, bayi-bayi dan anak-anak mengalami busung lapar, pelajar putus sekolah, serta kenestapaan-kenestapaan lainnya.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Ini disebabkan Sumber Daya Alam yang kita miliki belum dimanfaatkan oleh bangsa sendiri, melainkan dieksploitasi oleh bangsa-bangsa lain. Bangsa kita masih rendah dalam penguasaan Sain dan Teknologi.
Bumi tanpa cahaya matahari akan hampa dan kehidupan akan binasa. Begitulah ibarat hati manusia, tanpa cahaya ilmu, hati akan sakit dan mati. Wahai Pemuda harapan bangsa, tahukah Anda bahwa salah satu modal untuk bisa meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat itu adalah ilmu. Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi adalah syarat mutlak untuk menggapai kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Apabila tidak, maka kita akan tetap menjadi bangsa yang terjajah di negeri sendiri. Nilai seseorang bukan diukur dari seberapa besar tubuhnya, atau seberapa kuat ototnya, melainkan salah satunya diukur dari seberapa besar penguasaannya terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Ayo tanamkan rasa senang menuntut ilmu dalam diri kita!
  






Mengkritisi Sekitar Kita


 



Amatilah gambar berikut, lalu tulislah pesan-pesan moral atau komentar kritis yang mengarah kepada “Senangnya mencari ilmu dan indahnya berbagi pengetahuan”!

 

 
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
 
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________
__________________________________________


A.     






Memperkaya Khazanah Islam


 


B.       Mari Membaca QS. At-Taubah (9) Ayat 122
Ayat dan Hadits berikut ini berisi pesan-pesan mulia tentang mencari ilmu dan menyampaikannya kepada sesama. Bacalah dengan tartil ayat di bawah ini !

C.      Mari Memahami Tajwid QS At-Taubah Ayat 122

No
Lafadz
Cara Membaca
Hukum Bacaan
Alasan
1.
وَمَا
wama
(ma dibaca dibaca panjang 2 harakat)
Mad Thabi’i
Karena huruf Ma
 berharakat fathah diikuti alif
2.
لِيَنْفِرُواْ
li yang firu
( nun mati dibaca samar)
Ikhfa’
Karena nun mati   bertemu fa
3.
كَآفَّةً
kaffah
(dibaca panjang 3 alif atau 6 harakat)
Mad Lazim Musaqal Kilmi
Karena setelah huruf mad ada huruf bertasydid
4.
فَلَوْلاَ نَفَرَ
falaula nafaro
(dibaca panjang 2 harakat)
Mad Lin
Karena huruf sebelum wawu mati berharakat fathah
5.
مِنْ كُلِّ
mingkulli
(nun mati dibaca samar)
Ikhfa’
Karena nun mati bertemu kaf
6.
فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ
firqotim minhum
(dibaca dengung)
Idghom Bighunnah
Karena huruf ta berharakat kasrah tanwin
   bertemu mim
7.
مِّنْهُمْ
minhum
(nun sukun dibaca jelas)
Idzhar Halqi
Karena nun sukun
   bertemu ha
8.
طَآئِفَةٌ
thoifatun
( dibaca 3 alif atau 6 harakat)
Mad Wajib Muttashil
Karena ada mad thabi’i bertemu hamzah dalam satu kata
9.
قَوْمَهُمْ إِذَا
Qoumahum idza
(mim mati dibaca jelas)
Idzhar Safawi
Karena mim mati bertemu alif
10.
يَحْذَرُوْنَ
yahdarun
(panjangnya 2, 4 atau 6 harakat)
Mad Aridh Lissukun
Karena terdapat mad thabi’i diakhir waqaf


D.      Mari Mengartikan QS. At-Taubah Ayat 122
Arti Perkata dan Terjemah QS. At-Taubah Ayat 122



 













kaum mereka
(untuk taat pada Allah)
 


 


 





Terjemah :
Dan tidak sepatutnya orang-orang Mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya” (QS. At-Taubah:122)

E.       Mari Memahami Pesan-Pesan Mulia dalam QS. At-Taubah (9) Ayat 122
QS. At-Taubah (9) Ayat 122 mengandung pesan-pesan yang mulia, yaitu :
1.      Bagaimana seharusnya tugas-tugas dibagi sehingga tidak semua mengerjakan satu jenis pekerjaan saja.
2.      Pentingnya memperdalam ilmu dan menyebarluaskannya.
3.      Jihad itu tidak hanya difahami dengan mengangkat senjata, tetapi memperdalam ilmu pengetahuan dan menyebarluaskannya juga termasuk kedalam jihad.
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Ikrimah yang menceritakan, bahwa ketika diturunkan firman-Nya berikut ini, yaitu, "Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih." (QS. At-Taubah:39). Tersebutlah pada saat itu ada orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang, mereka berada di daerah badui (pedalaman) karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka orang-orang munafik memberikan komentarnya, "Sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu." Kemudian turunlah firman-Nya yang menyatakan, "Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang)." (QS. At-Taubah:122).
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadits lainnya melalui Abdullah bin Ubaid bin Umair yang menceritakan, bahwa mengingat keinginan kaum Mukminin yang sangat besar terhadap masalah jihad, disebutkan bahwa bila Rasulullah SA mengirimkan pasukan perang, maka mereka semuanya berangkat. Dan mereka meninggalkan Nabi SAW di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah firman Allah SWT surah At-Taubah ayat 122 tersebut.
Allah telah menganjurkan pembagian tugas. Seluruh orang yang beriman diwajibkan berjihad dan diwajibkan pergi berperang menurut kesanggupan masing-masing, baik secara ringan ataupun secara berat. Maka dengan ayat ini, Allah pun menuntun hendaklah Jika yang pergi ke medan perang itu bertarung nyawa dengan musuh, maka yang tinggal di garis belakang memperdalam (ilmu pengetahuan) agama, sebab tidaklah kurang penting jihad yang mereka hadapi. Ilmu agama wajib diperdalam. Tidak semua orang akan sanggup mempelajari seluruh agama itu secara ilmiah. Ada pahlawan di medan perang, dengan pedang di tangan dan ada pula pahlawan di garis belakang mengkaji kitab. Keduanya penting dan keduanya saling mengisi.
Ayat ini berkenaan dengan kepergian mempelajari ilmu dan hukum-hukum ad-Din, atau panggilan umum untuk berjihad. Surat ini termasuk surat Madaniyah karena turun di Madinah pada saat peperangan. Ayat ini menunjukkan, bahwa jihad itu dapat dengan harta kekayaan, dapat pula dengan jiwa. Barangsiapa mampu melakukan semuanya, maka wajib melakukannya. Tetapi jika hanya mampu 1 diantara keduanya, maka yang ia mampu itulah yang wajib ia lakukan.
Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi bertekun menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat Islam dapat ditingkatkan.
  Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang berjuang di medan perang. Dalam hal ini Rasulullah saw. telah bersabda:


"Di hari kiamat kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang dengan darah para syuhada (yang gugur di medan perang)". (Tafsir Ad Durrul Manstur Juz 3 Hal. 423)

Dalam Kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali disebut bahwa Nabi berkata: “Di akhirat nanti tinta ulama ditimbang dengan darah para syuhada. Ternyata yang lebih berat adalah tinta ulama”. Nabi juga berkata bahwa meninggalnya 1 kabilah (penduduk 1 kampung) lebih ringan daripada meninggalnya seorang ulama”. Itulah kemulian orang yang berilmu.
Tugas ulama umat Islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama itu kepada yang belum mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut adalah merupakan tugas umat dan tugas setiap pribadi muslim sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan masing-masing, karena Rasulullah SAW telah bersabda;


"Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) daripadaku walaupun hanya satu ayat Al-Qur’an".
           
Akan tetapi tentu saja tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan untuk bertekun menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu agama, karena sebagiannya sibuk dengan tugas di medan perang, di ladang, di pabrik, di toko dan sebagainya. Oleh sebab itu harus ada sebagian dari umat Islam yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali ke masyarakat, mereka dapat menyebarkan ilmu tersebut, serta menjalankan dakwah Islam dengan cara atau metode yang baik sehingga mencapai hasil yang lebih baik pula.
Apabila umat Islam telah memahami ajaran-ajaran agamanya, dan telah mengerti hukum halal dan haram, serta perintah dan larangan agama, tentulah mereka akan lebih dapat menjaga diri dari kesesatan dan kemaksiatan, dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian umat Islam menjadi umat yang baik, sejahtera dunia dan akhirat.
                 Oleh karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang belum menerima pengetahuan.
                 Orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan haruslah menjadi mercusuar bagi umatnya. Ia harus menyebarluaskan ilmunya, dan membimbing orang lain agar memiliki ilmu pengetahuan pula. Selain itu, ia sendiri juga harus mengamalkan ilmunya agar menjadi contoh dan teladan bagi orang-orang sekitarnya dalam ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran agama. Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya, dan mengajarkannya kepada orang lain.

Mencari Ilmu dalam Pandangan Islam
Menurut pengertian yang tersurat dari QS. At-Taubah (9) ayat 122 di atas, kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan di sisi Allah adalah dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama adalah suatu sistem hidup yang mencakup seluruh aspek yang mencerdaskan kehidupan, dan tidak bertentangan dengan norma-norma segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama, wajib dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini dan menciptakan kehidupan yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Artinya  :  Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi)

Pencarian ilmu dalam ajaran Islam tidak dibatasi oleh perbedaan jender ataupun waktu, Rasulullah saw bersabda:
Artinya  :  ”Dari Anas bin Malik dia berkata Rasulullah saw bersabda : Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim (laki-laki maupun perempuan)”. (HR. Ibnu Majah)

Artinya  :  Dari Anas bin Malik, Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah sampai dia kembali (pulang”). (HR Ibnu Majah)

Rasulullah SAW menuntun kita agar  senang dalam menuntut ilmu dan dilakukan secara totalitas karena Allah akan memberi berbagai kemudahan, sebagaimana sabda-sabdanya berikut ini:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اُطْلُبُوْاالْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنَ فَاِنَّ طَلَبَ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ اِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَضَعُ اَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًابِمَا يَطْلُبُ
Artinya: “Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para penuntut ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut. (HR. Ibnu Abdil Bar).

 Artinya : “Dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Muslim)

1.      Indahnya Berbagi Ilmu Pengetahuan
Secara sosiologi dan kultural, manusia adalah makhluk Tuhan yang merupakan bagian dari alam semesta yang memiliki watak dan potensi dasar untuk hidup bermasyarakat (homo socius) yang akan membentuk kebudayaan (makhluk budaya), sehingga secara implisit hal ini menggambarkan adanya proses pendidikan yang berlangsung di lingkungannya.
Kesenangan adalah kualitas kehidupan yang selalu dicari oleh manusia, meskipun dalam prosesnya banyak yang menempuh cara-cara negatif. Demi kesenangan, banyak yang rela mengikuti ajakan yang buruk dan menjauhi ajakan yang baik. Dengan demikian nampak jelas pentingnya menebarkan kebaikan dan mencegah kemunkaran agar kebahagian manusia di dunia dan akhirat bisa tercapai.
Salah satu bentuk menebarkan kebaikan adalah dengan jalan berbagi ilmu pengetahuan terhadap sesama untuk mencapai kualitas hidup dan kehidupan yang lebih baik untuk individu maupun kelompok. Keutamaan-keutamaan berbagi ilmu pengetahuan digambarkan dalam hadits Rasulullah SAW berikut ini:
تَعَلَّمُوْاالْعِلْمَ ، فّإِنَّ تَعَلُّمُهُ قُرْبَةٌ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ، وَتَعْلِيْمَهُ لِمَن ْ لاَ يَعْلَمُهُ صَدَقَةٌ ، وَإِنَّ الْعِلْمَ لَيَنْزِلُ بِصَاحِبِهِ فِى مَوْضِعِ الشَّرَفِ وَالرِّفْعَةِ ، وَالْعِلْمُ زَيْنٌ لِأَهْلِهِ فِى الدُّنْيَا وَالأَخِرَةِ . (الربيع)
Tuntutlah ilmu,sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza Wajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sodaqoh. Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kedudukan terhormat dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan di akhirat.” (HR. Ar-Rabii’)

يَا أَبَاذَرٍّ ، لَأَنْ تَغْدَوْا فَتُعَلِّمَ اَيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ خَيْرٌ لَّكَ مِنْ اَنْ تُصَلِّيَ مِائَةَ رَكْعَةٍ ، وَلَأَنْ تَغْدُوْا فَتُعَلِّمَ بَابًا مِنَ الْعِلْمِ عُمِلَ بِهِ اَوْ لَمْ يُعْمَلْ ، خَيْرٌ مِنْ اَنْ تُصَلِّيَ أَلْفَ رَكْعَةٍ . (ابن ماجة)
Wahai Aba Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah telah baik bagimu dari pada shalat (sunnah) seratus rakaat, dan pergi mengajarkan satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik dari pada shalat seribu rakaat.” (HR. Ibn Majah)

Adapun orang yang tidak mau berbagi ilmu pengetahuan dengan sesama, maka Rasulullah SAW menggambarkan konsekuensinya seperti berikut:
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلْجَمًا بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ . (أبو داود)
Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dirahasiakannya maka dia akan datang pada hari kiamat dengan kendali (di mulutnya) dari api neraka.” (HR. Abu Dawud)

إِنَّ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ عَالِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ اللَّهُ بِعِلْمِهِ . ( البيهقي )
Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat.” (al-Baihaqy)

Demikianlah tuntunan Islam dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya kepada orang lain.







Menerapkan Akhlak Mulia


 



Menerapkan Semangat Menuntut Ilmu untuk Meraih Hidup Bahagia

Keterbatasan secara fisik dan ekonomi bukanlah halangan dalam menuntut ilmu. Ilmu bukan hanya untuk orang yang kaya, tetapi ilmu adalah bagi orang yang senang dan semangat dalam menggapainya, karena yakin Allah SWT akan memberikan jalan kemudahan bagi setiap pecinta ilmu.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.